Chapter X (3)

285 46 8
                                    

"Iiin...a...a...u."

Suara lembut yang melantun tidak jelas mengambil perhatian remaja dengan surai hitam legam dan mata abu-abu. Ia menoleh, mendapati remaja lainnya yang badannya lebih kecil. Remaja bersurai merah darah yang tertutupi tudung jubah itu menunjuk salah satu stan makanan. Mata cokelat kemerahan yang berbinar membuat remaja bersurai hitam terkekeh gemas.

"Kau mau?"

Dia mengangguk.

Stan makanan yang ditunjuk adalah Pai Apel. Makanan pertama dan menjadi favorit si surai merah.

"Iiin... u..a."

Perkataannya memang tidak jelas tetapi dia mengerti maksudnya.

"Dua? Kau tidak kekenyangan?" tanyanya heran.

Bagaimana tidak? Si surai merah baru saja makan-makanan berat cukup banyak dan masih cukup mengisi dua pai apel?

"Cale, kau akan muntah jika perutmu banyak isi. Satu saja ya?" bujuknya.

Ya, dua remaja itu adalah Jinwoo dan Cale. Dua sejoli yang berkelana mengelilingi benua.

Entah apa yang mereka cari melalui perjalanan ini. Sekali ditanya, Jinwoo hanya menjawab "Pengetahuan dan Pengalaman."

"..aauu..aa..uu."

Mulai sudah.

Jinwoo menghela nafas. Cale itu tidak cerewet apalagi rewel, tapi sekalinya dia sudah mau sesuatu maka harus didapatkan. Dan wajib.

"Baiklah-baiklah, terserah kau saja."

Jinwoo, remaja yang harus mengurus remaja berkedok bocah hanya bisa mengalah.

Sudah sekira dua tahun mereka bersama. Jinwoo kini berusia 13 tahun, sedangkan Cale 12 tahun. Banyak yang berubah. Dari tingkah laku dan kedekatan mereka yang semakin lengket. Cale yang dulunya lupa caranya bersuara kini perlahan-lahan bisa bersuara meski tidak jelas apa yang ia katakan.

Dia masih belum lancar untuk berbicara. Seperti balita umur 1 tahun.

Tapi Jinwoo tidak pernah mengeluh. Dia senang dengan perkembangan Cale. Sungguh butuh waktu lama sampai Cale bisa mengeluarkan suara.

Jinwoo masih ingat kata pertama yang Cale keluarkan. Kala itu mereka sedang berada di hutan, menghangatkan diri didepan api karena kondisi sudah malam dan dingin. Jinwoo hanya diam sambil melamun, entah kemana pikirannya. Sampai sebuah suara mengalihkan perhatian.

"Iin...Iin..Iiinn.."

Jinwoo yang kaget menoleh dengan cepat kearah Cale. Matanya terbelalak tak percaya. Dengan segera dia menggenggam masing-masing bahu Cale dan menatap langsung ke mata cokelat kemerahan itu.

"Coba ulangi, apa baru saja kau katakan?"

Cale yang mendapat respon tersebut menyengir lebar dan lucu.

"Iin..iin..Iin!" ulang Cale semangat. Dia bahkan sampai mengangkat tangannya.

Senyum merekah di wajah manis Cale. Pipinya memerah akibat dari angin dingin dimalam hari yang malah menambah kesan imut.

"Iin!" Cale terus memanggilnya dengan senang.

Tanpa seizin Jinwoo, air matanya jatuh. Dia tidak berkedip, bahkan senyuman bahagia tak luntur dari wajah yang biasanya datar itu.

Jinwoo bahagia. Dia benar-benar bahagia.

Dia tidak menangis karena sedih, dia terharu.

Apakah ini yang dirasakan orangtua ketika mendengar kata pertama anaknya memanggil mereka?

Jika iya, Jinwoo bisa merasakannya sekarang.

Duo in the Acrash KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang