Hidupnya seolah tak pernah berubah.
Kaki kecilnya, yang telah terbiasa dengan langkah-langkah yang berat melintasi trotoar yang sepi dan berdebu bahkan di tengah gelapnya malam. Anak itu terus berjalan di antara bayang-bayang yang menyelimuti jalanan kota.
Di tengah malam, langit tiba-tiba memecah keheningan dengan gemuruh yang terdengar di kejauhan. Rintik hujan mulai turun tetes demi tetes, perlahan membasahi daratan. Anak itu merasa panik, menyadari bahwa hujan akan segera datang.
Dia mempercepat langkahnya dengan tergesa-gesa di antara jalanan dan bangunan Setiap rintikan air yang jatuh terasa seperti pukulan keras, didesak untuk mencari tempat berteduh secepatnya.
Akhirnya, dengan napas yang tersengal-sengal, dia berhasil menemukan sebuah tempat berteduh yang terlindungi dari hujan, meskipun hanya sebuah atap yang reot dan lapuk di sudut jalan yang gelap. Dengan keadaan terpaksa, dia memutuskan berlindung di sana saat hujan sudah bertambah deras dengan cepat.
Di tengah kegelapan yang diisi dengan suara hujan deras dan gemuruh petir yang menggelegar, anak itu hanya bisa duduk diam meringkuk sambil menggigil, memeluk lututnya erat-erat berusaha untuk menahan udara dingin yang menusuk kulitnya. Setiap kilatan petir yang menyambar mengejutkannya, mengisi malam yang gelap dengan cahaya yang tajam.
Hingga pada akhirnya, tubuhnya yang sudah kelelahan selama seharian penuh membuatnya tertidur dengan sendirinya, mengabaikan kegelapan dan udara dingin di sekitarnya.
-
Tempat itu gelap, diselimuti oleh malam, namun cahaya dari bulan purnama membuat sekitarnya masih dapat terlihat. Anak itu merasa bingung, tidak mengenali lingkungan di sekitarnya. Segala sesuatu di sekitarnya terasa asing, tidak seperti apa pun yang pernah dia lihat. Jalanan tidak lagi terbuat dari aspal dan beton, melainkan dari batu bata alami yang disusun dengan indah. Bangunan-bangunan juga terlihat berbeda, dengan ukiran-ukiran yang aneh menghiasi arsitektur kuno yang misterius.
Namun, yang paling mencolok adalah bangunan yang menjulang di depannya, sebuah piramida yang kokoh dan megah. Dengan perlahan, matanya mengikuti kontur bangunan itu dari dasar hingga puncaknya.
Hingga, betapa terkejutnya dia saat menemukan penampakan makhluk raksasa yang seluruh tubuhnya diselimuti oleh cahaya bertengger di puncak. Anak itu mematung dengan tatapan campur aduk. Cahaya yang menyilaukan menyembunyikan wujud sejati dari makhluk itu, namun dari bentuknya nampak seperti serangga raksasa dengan sayap yang sangat besar.
Makhluk cahaya itu tiba-tiba meraung di kegelapan malam, mengeluarkan suara seperti kicauan yang merdu melengking, membuat bulu kuduk anak itu merinding dan menggetarkan jiwanya.
-
Anak itu membuka matanya, menemukan dirinya berada di tempat dia berteduh tadi malam. Hujan telah reda, berganti menjadi cahaya matahari pagi yang menyinari kota yang basah.
"Mimpi itu lagi..." gumam anak itu dengan nada datar, mencoba mengabaikan rasa bingung akan mimpinya.
Dengan badan yang terasa kaku dia bangkit dari tempatnya, berjalan kembali menuju hidupnya yang menyedihkan di jalanan.
·
Di bawah panas matahari yang terik, anak itu kini mengamen di pinggir trotoar. Dengan botol bekas di tangannya yang dijadikannya alat musik seadanya, dia memainkan lagu-lagu sederhana manapun yang dia tahu, menyanyikan setiap lirik dengan penuh harap.
Di sekitarnya, pejalan kaki melintas dengan cepat, sebagian besar dari mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Namun, ada juga yang memperhatikan anak itu, mungkin tergerak untuk memberikan sedikit uang. Setiap uang baik kertas maupun receh adalah harapan baginya.
![](https://img.wattpad.com/cover/366937908-288-k614820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mothra: The Knight
FanfictionDari garis Nazca yang terhapus hingga Kuil Ngengat yang tersembunyi, nama "Mothra" terjalin di seluruh mitologi paling rahasia di planet kita. Cerita rakyat dan dongeng menceritakan tentang makhluk bersayap dengan cahaya yang menyilaukan, bidadari a...