˗ˏˋ 𝟎.𝟐 [𝐀𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐒𝐨𝐫𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐦] ˎˊ˗

234 27 2
                                    

   Pintu-pintu jendela rumah tradisional Minka mengepak-ngepak kencang saat tibanya angin kencang yang mendatang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Pintu-pintu jendela rumah tradisional Minka mengepak-ngepak kencang saat tibanya angin kencang yang mendatang.

   Aku melihat sekeliling langit-langit awan bewarna orange yang tampak ingin memudar seiring langitnya menggelap.

   Raja kutukan yang sekarang sudah menjadi suami sahku kini sedang tak ada dirumah. Merasa sedikit bosan aku membuang rasa bosan itu dengan cara berkeliling menelusuri koridor rumah tradisional miliknya.

_____

   Cincin bermotif elegan dengan bercorak gold dipasangkan oleh Sukuna dengan lembut. Saat jari telunjukku dihiasi cincin pemberian Sukuna, ia mengecup singkat punggung tanganku dengan sangat terhormat.

“Dengan ini, nama mu bukan Hagazawa [Name] lagi. Tetapi Ryomen [Name].” Ucap Sukuna mengelus pelan puncak punggung tanganku.

_____

   Tampak Aki-aki ber-umur jutaan tahun keluar dari bilik hutan dan berjalan kearah rumah tradisional Minka yang sedang didampingi oleh pelayannya yaitu Uraume.

   'Sukuna-sama' Batinku.

   Menikmati angin sepoi-sepoi yang terlintas, Sukuna membuka matanya perlahan dan melihat sosok istrinya yang berdiri dikoridor kayu itu.

“Apa kau menunggu kedatanganku? Ojou-sama?.” Tanya Sukuna.

“Masuklah terlebih dahulu, Sukuna-sama.” Ucapku mempersilahkan Sukuna masuk.

   Sukuna meraih pinggangku dengan sangat gampang lalu ia dekatkan tubuh kami kedalam pelukan yang hangat.

“Eh! Eh . . . Sukuna-sama! Jangan seperti ini! Ada Uraume . .” Sontakku kaget.

Maa, tugasmu sudah selesai, sana kembalilah!.” Tegas Sukuna kepada Uraume.

   Uraume menundukan kepalanya [baca:hormat] kepada sang raja kutukan, lalu pergi berjalan masuk kedalam hutan untuk kembali pulang.

“Sudah pergi kan.”

   Sukuna membungkukkan tubuhnya sedikit menyamakan ratakan tinggi tubuhku. Aku menunduk kesamping dan memalingkan mukaku agar tidak dilihat olehnya.

   Jangan lupakan kedua tangannya yang dibelakang. Sukuna memanfaatkan tangannya yang menganggur dan meraih cekuk leherku keatas agar balik menatapnya.

   Semburan pink stroberi mendarat dikedua pipiku.

“Sukuna-sama, terlalu dekat.” Ucapku sambil mendorong dada Sukuna yang tidak ditutupi oleh Yukata.

𝐊𝐞𝐤𝐤𝐨𝐧 𝐒𝐮𝐫𝐮! ; 𝐑𝐲𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐒𝐮𝐤𝐮𝐧𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang