1

4.9K 259 25
                                    


Ada banyak sekali hal yang hilang dari hidup Haechan, entah satu atau pun dua yang bisa saja terjadi dalam sehari, atau bahkan lebih. Dari hal yang dianggap kecil, sekadar helm barunya yang super mahal dan sudah dimodif sedemikian rupa karena dia lupa membawanya masuk ikut bersama, dan malah ditinggalkan begitu saja di parkiran. Itu hal kecil dan biasa, sederhana saja sesederhana dia bisa beli lagi dengan mudah menggunakan uang kedua orangtua angkatnya.

Atau bahkan hal besar, semacam dia yang kehilangan kedua orangtuanya secara bersamaan, di hari dan waktu yang sama dan itu tepat di depan matanya langsung. Haechan pernah menjadi serapuh itu, namun kesedihan itu, ia tidak akan membiarkannya untuk menguasai diri secara lebih jauh. Dan mungkin juga berkat kedua orangtua angkatnya sekarang, hal itu sangat membantunya untuk bangkit.

Ya, sepekan saja setelah kedua orangtuanya meninggal, ia segera diangkat oleh sepasang suami-istri dari kalangan keluarga yang sangat berada dan kalangan atas, yang mana mereka tidak memiliki sedikit pun relasi dengan keluarganya, tapi anehnya berminat untuk mengangkatnya.

Cukup aneh, tapi selagi mereka memperlakukannya dengan baik, jadi kenapa tidak? Haechan tidak mau memedulikan yang lain, dia hanya cukup menikmatinya saja, hidup dengan layak tanpa sedikit pun kekurangan.

Karena dia sadar bahwa tidak semua bisa menikmati hidup menyenangkan dan senyaman yang ia rasakan ini.

"Chan! Lo gila, ya! Brengsek!"

Haechan sedang menikmati muscat-nya ketika suara itu datang menyapa, kalimat dengan ketidaksopanan yang tak pernah ia harapkan akan dengar di pagi yang cerah ini.

Tapi tidak ada sahutan yang Haechan keluarkan, alih-alih hanya lirikan sekilas, yang memancarkan ketidakpedulian.

"Heh! Gue lagi ngomong sama lo ya, anjing!" Mulai menarik bahu Haechan kesal agar mau memberi atensi kepadanya.

Haechan menghela napas pelan, orang yang sedang marah-marah itu adalah Ryujin, teman wanitanya, mereka saling mengenal dengan baik karena Ryujin sudah berada di sekolah yang sama dengannya sejak sekolah dasar. Tapi mereka tidak dekat, hanya sebatas mengenal dengan baik, namun terkadang ada masa di mana Ryujin akan mendatanginya dengan marah-marah seperti ini.

"Sekarang apaan lagi masalahnya?" Haechan sejatinya tidak mau meninggalkan makanannya demi untuk memberi peduli pada Ryujin, tapi kecerewetan wanita itu benar-benar bukanlah sesuatu yang dapat ditawar, akan jadi merepotkan bila ia tetap diam saja.

"Lo! Lo bantuin Hyunjin buat nutup-nutupin kelakuannya yang demen main cewek di belakang gue kan?! Bajingan lo! Setongkrongan pada gak ada otak semua! Jijik banget!!" Ryujin memukul bahu Haechan keras-keras.

Haechan meringis pelan, itu sangat menyakitkan, kekuatan wanita yang sedang marah bonus patah hati itu memang tidak bisa diremehkan.

"Gue gak. Gue gak ada urusan sama masalah cinta-cintaan orang di tongkrongan." Haechan memang bukan anak baik-baik, tapi ketahuilah bahwa yang keluar dari mulutnya bukanlah sesuatu yang bersifat dusta, Haechan tak pernah berbohong.

"Lagian, aneh banget nuduhnya langsung ke gue. Ada bukti gue ikutan nutup-nutupin?" Haechan memberikan lirikan sinis, tapi meski pun demikian dia tetap menggeser duduknya ketika Ryujin ingin ikut bergabung duduk di sebelahnya. Wanita itu duduk dengan sambil menghentakkan diri, membanting kepalanya ke meja sebelum kemudian menangis sambil menyembunyikan muka di balik lipatan tangan.

Ya, Haechan mengerti. Kebanyakan yang sering dilakukan jika hati remuk karena perkara percintaan adalah melampiaskannya dengan menangis, macam yang sedang dilakukan oleh Ryujin sekarang.

"Anjinglah, tsk! Kalo lo nangis di sebelah gue gini, malah keliatan gue yang jadi orang brengseknya. Mending pergi aja deh lo." Haechan menelan buah hijau mengilap itu kembali. Dan meski pun mulutnya berceletuk demikian, namun tangan tetap terulur untuk menggeser posisi kotak tisu ke sebelah, kepada Ryujin, agar wanita itu bisa memakainya untuk menyeka air mata.

DIFFERENT (MARKHYUCK) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang