Terakhir gue hubungin Hanin kayanya waktu gantian dia jadi partner gue ke acara nikahan sepupu di Bandung.
Gue baca chat terakhir juga cuma dia yang nanya gue udah sampe Bandung atau belum. Habis itu udah. Perjanjian bayaran secara profesionalnya dibatalkan karena kita impas. Gue bantuin dia, dan dia bantuin gue.
Selesai deh urusan.
Seminggu gue bolak-balik roomchat, pengin ngehubungin tapi mau ngapain? Mau bahas apa?
Tapi minggu berikutnya udah gak lagi. Gue kembali sibuk sama project album baru Sanggara, band andalan label musik tempat gue kerja sekarang.
Terhitung 4 hari gue belum pulang. Tiap pagi gue jalan ke bawah buat beli ketoprak. Tapi gak pernah tuh ngelihat Hanin. Dia bener gak sih kerja disana?
Hal yang agak bikin gue gak ngerti tadi siang gue tanya security kantor itu yang lagi beli ketoprak. Gue tanyain ada karyawan yang namanya Hanindia enggak. Tapi gagal. Security nya gak mau jawab. Katanya itu bentuk menjaga keamanan penghuni kantor.
Alhasil gue naik dengan lesu dan balik kerja dengan energi 5%.
Apa sih yang lagi gue bangun? Harapan? Di usia segini, gue gak tahu harus membangun hubungan sama orang dengan cara apa. Biasanya relasi yang gue dapat ya melalui kerjaan. Sedangkan buat bisa membangun relasi sama Hanin, gak mungkin pake urusan kerjaan karena bidang kita aja udah beda.
"Hari ini balik aja. Besok kita off." Kata gue sambil membereskan alat tempur gue di studio.
"Masuk lagi lusa aja kan, Koh? Mau kondangan dulu nih besok."
Gue mengangguk. Selepas meeting sama Sanggara dan timnya, energi gue bener-bener kekuras sampe makan ketoprak 2 porsi aja gak bisa mengembalikan semangat gue.
"Thanks ya. Kalian udah kerja keras banget. 90% udah rampung. Gue yakin sebelum deadline udah bisa selesai."
"Thanks juga, Koh. Udah lo pulang langsung tidur deh 2 hari. Capek banget itu muka kaya gak ada yang ngurus aja," canda Ajun, salah satu anggota andalan di tim gue.
"Sialan. Emang gak ada, kali." Timpal Arka yang udah siap dengen menenteng gitarnya.
Di tim gue, semuanya lebih muda dari gue. Sengaja gue ambil dua orang doang buat tim ini. Itupun gue pilih anak-anak yang semangat kerjanya tinggi dan punya potensi. Buktinya, 3 tahun sama tim yang ini kerjaan gue lebih banyak mudahnya dan gak banyak drama walaupun cuma bertiga.
"Koh, gitarnya taro sini aja?"
"Iya. Gue lagi males bawa apa-apa."
Kemudian gue merasakan tepukan di bahu, "Semangat, Koh! Beres project Sanggara, kita cari istri, yuk?"
Gue toyor sedikit kepala Ajun. Sebenarnya dia anak yang baik, agak jahil doang dikit. Sempet ada pikiran buat ngenalin dia ke Ayas juga tapi kapan-kapan aja deh. Ajun ada benarnya. Gue duluan aja yang nyari jodoh.
Kenapa gue jadi ngebet gini ya, duh. Kebanyakan dapat undangan nih kayanya.
Setelah beres-beres kita langsung turun.
"Nyoto dulu, yuk, guys? Sekalian makan malem." Arka ngasih ide yang langsung diberi tatapan excited dari Ajun.
"Yuk, Koh? Biar balik langsung tidur."
"Ketoprak aja baru turun seporsi di perut gue." Tolakku.
"Yah ayolah. Masih ada space tuh kan udah turun seporsi."
"Lo pada bilang aja kalau minta ditraktir mah elah," jawab gue sembari berjalan keluar mendahului mereka.
Mengetahui gue gak ke parkiran, dua anak ini langsung kegirangan ngikutin gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREST
RomanceJatuh cinta seperti di cerita fiksi itu seperti apa? Seperti dia mempersilahkan masuk tetapi hanya untuk bermain di halamannya saja? Atau seperti gue mengetuk pintu tertutup yang telah patah kuncinya? ••• Imma keep fighting for us I'm gonna stay...