Daou memilih sibuk dengan makanan didepannya ketika Neneknya lagi-lagi mengulang cerita yang sama. Diatas meja makan panjang itu ada sate kulit ayam kesukaannya, lebih nikmat dibandingkan cerita kutukan yang turun temurun diceritakan oleh keluarga besarnya itu.
Hingga ia merasakan kakinya disenggol dari arah kiri. Daou pun menoleh dan melihat Mamanya yang memberikan isyarat agar Daou berhenti mengunyah dan menghormati Neneknya yang sedari tadi bercerita.
Anak itupun mendengus dan menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi kayu yang didudukinya. Padahal Daou tau betul kalau Mamanya juga tidak percaya dan sudah malas mendengarkan cerita itu. Ia begitu hanya demi menghormati mertuanya saja.
"...jadi Daou, Joong. Kalian gak boleh deket sama keluarga Jintara." Ujar Neneknya mengakhiri kalimat panjangnya.
Daou menghela napas dan melirik adiknya, Joong. Mereka berdua sama-sama sudah bosan dengan petuah itu. Namun tetap menganggukan kepala menanggapi.
Lagi pula, seumur hidup Daou, ia tidak pernah bertemu siapapun dari keluarga Jintara. Bahkan mungkin keluarga itu sudah pindah lama ke negara lain. Atau jika menarik garis dari kesimpulan cerita Nenek, ada kemungkinan keluarga itu bahkan sudah musnah. Itupun kalau kutukan itu benar adanya.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu. Keluarga Saechua pernah dibuat sakit hati oleh keluarga Jintara lantaran diselingkuhi. Nenek buyut Daou itu bersumpah dan mengutuk keluarga Jintara akan sengsara hingga keturunan terakhirnya sebelum akhirnya mengakhiri hidupnya sendiri.
Dan anak-anak mereka membawa sakit hati itu turun temurun. Alkisah, kutukan itu akan berhenti jika keturunan Saechua ada yang jatuh cinta dengan keturunan Jintara. Tapi boro-boro jatuh cinta, bahkan untuk mengenal keluarga Jintara saja sudah sangat dilarang keras.
Daou kembali melanjutkan makannya setelah Neneknya itu berhenti bercerita, sambil membayangkan, jika saja hal itu terjadi, apakah Neneknya akan terkena serangan stroke?
***
Lelaki bersweater hitam itu menghela napas ketika ia turun dari bis dan hujan pun ikut turun membasahi bumi.
Headset putih yang bersarang ditelinganya sudah tidak mengeluarkan suara apapun lagi. Bukan karena ia matikan. Namun karena baterai ponselnya juga ikutan mati. Ia tidak melepasnya karena tak ingin diganggu orang lain. Meski nampaknya tidak ada juga yang akan mengganggu dirinya. Ia seorang diri dihalte bernuansa biru itu.
Padahal ia hanya berencana pergi ke toko buku yang tidak jauh dari sekolah barunya. Iya, lagi-lagi ia harus pindah sekolah.
Entah sudah berapa kali lelaki bernama Offroad itu pindah sekolah. Selain karena ayahnya dipindah tugaskan, banyak hal yang terjadi dengan rumahnya. Untuk kasus yang terakhir, entah kenapa rumah yang berada di daerah tinggi itu bisa terkena banjir bahkan sampai masuk kedalam rumah. Alhasil mereka sudah muak dan akhirnya pindah.
Entah apa yang akan terjadi setelah ini.
Hingga seseorang dengan celana pendek dan kaus hitam ikut berteduh dihalte biru itu. Offroad menggeser tubuhnya agar menyisakan space yang cukup luas disampingnya.
"Joong!" Lelaki disampingnya menoleh keasal suara. Yang entah bagaimana Offroad ikut menoleh. Padahal namanya bukan Joong.
Kali ini lelaki lain dengan hoodie putih membawa payung besar datang. Dan meski lelaki itu tadi menyebut nama 'Joong' entah kenapa pandangan matanya mengarah ke Offroad dan untuk beberapa detik pandangan mata mereka beradu sebelum akhirnya Offroad membuang muka.
"Nyusahin." Seru lelaki berhoodie putih.
"Ya mana gue tau bakalan ujan." Sahut lelaki berkaus hitam, bernama Joong itu.
"Nih." Lelaki berhoodie putih itu memberikan payung yang sedari tadi dibawanya kepada Joong. "Lah, ya ayo pulang."
Dari gaya berpakaian mereka yang terlihat begitu santai, sepertinya rumah mereka tidak jauh dari halte itu.
"Duluan, gue mau beli sate."
"Disuruh Mama?" Tanya Joong, namun lawan bicaranya tidak menjawab dan malah mendorong badannya keluar dari area halte, "Udah sana pulang."
Joong nampak tidak mengerti maksud dari lawan bicaranya namun ia menurut saja dan mulai berjalan menjauhi halte tersebut.
Offroad sejujurnya tidak berminat menguping, namun suara kedua orang itu cukup kencang hingga ia bisa mendengarnya. Sampai ia bergumam dalam hati "emang disini ada tukang sate?" Karena jujur saja ia mulai lapar.
"Nih." Tiba-tiba sebuah payung lipat tersodor kehadapannya membuat Offroad mendongakan kepalanya.
"Gak usah." Tolaknya ramah, ia menegakan posisi duduknya sambil mendorong payung tersebut menjauh.
Namun tiba-tiba lelaki itu tersenyum, menarik tangan Offroad dan meletakan payung itu ditangannya.
Offroad masih kebingungan, ia ingin menolak sekali lagi, namun lelaki itu tiba-tiba mengenakan tudung hoodienya dan berlari menerobos hujan.
***
Daou
Offroad
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbreakable Sin
FanfictionBxB This one is boy x boy fanfic Daou Offroad So if you not into this kind of story leave it Ditahun 2024 ini seorang Daou Pittaya Saechua tidak pernah mempercayai kutukan, mitos dan kepercayaan lainnya, termasuk dengan cerita turun temurun yang sel...