18 - Adiwilaga

1.2K 240 18
                                    


Pagi kembali menyapa, menyambut hari baru bagi seorang gadis yang kini sudah terbangun dari mimpi indahnya. Tubuhnya telah terduduk sempurna bersama bibir yang secara tiba-tiba menampilkan garis lengkungan yang begitu manis. Rasanya beban hidup dan segala rumit riuh kehidupan seperti tak pernah ada dalam kehidupan gadis cantik bernama Nara itu.

Sudah 10 menit sejak Nara terbangun dari tidurnya, namun dia  masih enggan  beranjak dari kasur empuk nan nyaman itu.  Bantal, guling, dan selimut yang semula tertata rapi di atas kasur, kini sudah pada posisi tak beraturan  sebab menjadi korban kegilaan Nara atas rasa bahagia yang sedang bersemayam dalam dirinya. Bantalnya ia gigit, gulingnya ia lempar, selimutnya ia gulungkan, seakan mereka harus ikut merasakan betapa gemasnya Nara atas apa yang terjadi pada dirinya kemarin.

Senyuman sama sekali tak hilang dari wajah cantik tanpa make up itu. Berkali-kali Nara menangkup kedua pipinya sendiri, merasa bahwa rona merah pasti sudah menghias disana. Bagaimana mungkin dia bisa bersikap biasa saja, ketika ia tahu bahwa ternyata rasa yang akhir-akhir ini ia damba, terbalas dengan sama, yaitu cinta.

Nara ingat betul bagaimana hari yang tidak pernah ia duga, hadir menjadi penyebab bahagia yang ia rasa. Ketika sebuah duka ternyata mengenalkannya pada cinta. Prana datang, menawarkan kehangatan. Memberikan warna pada suram yang selama ini menjadi teman. Bagaimana ia bisa menolak ketika seseorang hadir dan menjanjikannya sebuah ruang tanpa luka. Tentu saja kata ‘bersedia’ menjadi jawabnya.

Flashback on

Nara, I ‘m totally into you. You bring back the piece of mine that I never felt before. I adore you, and I love you.”

Prana mengutarakan perasaannya. Dengan penuh ketulusan ia menyampaikan bagaimana hatinya telah jatuh kepada Nara. Meski khawatir akan masa depan tetap ada dalam benak Prana, namun rasa cintanya melebihi segalanya.

Nara ingat betul hangat tangan Prana yang menggenggamnya. Sorot matanya begitu dalam membuat Nara dibawa terbang olehnya. Kata-kata yang keluar dari mulut Prana seakan-akan membius Nara, membuatnya diam tanpa kata sebab hatinya terlalu merasa bahagia.

“Nara, tidak ada apapun yang bisa kujanjikan. Aku hanya ingin mengenalkanmu pada bahagia, yang sebenarnya aku juga belum pernah merasakannya. Nara, meskipun demikian aku tetap yakin, bersamamu aku bisa menjumpai bahagia itu. Bersama, kita akan menuju kesana. Nara, maukah kau? bersamaku, berjalan ke arah bahagia itu.”

Satu tangan Prana masih setia menggenggam tangan Nara. Tangan lainnya dengan lembut mengusap pipi Nara yang mulai basah oleh air mata. Air mata haru atas ungkapan cinta yang baru saja ia terima.

“Rasanya aku begitu yakin, Nara. Bahwa bersamamu aku bisa melewati semuanya. Akan sangat membahagiakan bagiku jika kau mau, berjalan bersama genggaman tanganku. Aku mencintaimu, Nara. Sungguh.”

Tak ada yang bisa Nara ungkapkan selain anggukan kepalanya. Bibirnya telah kelu tak mampu lagi menjawab apa yang Prana pinta. Sebab bahagia sudah menyeluruh menyelimuti dirinya.

Prana membawa tubuh Nara kedalam pelukannya, ketika gadisnya itu dengan yakin menganggukkan kepala, pertanda iya. Perasaannya terbalas, meskipun tanpa kata. Tanpa sadar air mata Prana ikut turun bersama isakan bahagia Nara yang tengah terbenam dalam dekapan hangatnya. Keduanya, kini berjalan pada rasa yang sama. Cinta.

“I love you, Prana.”

Pelan namun terdengar. Di sela keharuan yang membersamai keduanya, Nara memberanikan diri turut menyatakan perasaannya. Tidak ada hal lain, bahagia lah yang menjadi teman dalam hangat pelukan sepasang kekasih yang baru saja menyadari bahwa perasaan mereka telah menemukan dermaganya.

A Symphony for Justice and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang