24 - Craziest, we've ever felt

1K 182 22
                                    

"Kau sendirian, kau tidak memiliki siapapun! Tidak ada yang peduli padamu Nara, tidak ada! Hahahaha gadis malang, kau terlalu naif!"

Suara-suara berisik memekakkan telinga Nara. Suara sumbang yang terdengar merendahkan itu begitu membuatnya muak.

"Kau tidak pantas mendapatkan cinta, Nara. Pertama ibumu, lalu ayahmu, dan sekarang Prana. Mereka semua meninggalkan mu. Kau benar-benar sendirian sekarang."

"Arghhhh, berhenti!"

Nara tersentak, terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu, keringat membasahi pelipisnya meski suhu dalam ruangan ini terhitung rendah.

Gadis itu berusaha mengatur nafasnya. Meraih air minum yang ia sediakan di meja dekat tempat tidur, Nara berusaha membuat dirinya tenang.

"Mimpi itu datang lagi," ucapnya saat nafasnya sudah teratur.

Nara beranjak dari tempat tidur kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia mengambil selembar tisu, berusaha mengeringkan wajahnya.

Matanya bersitatap dengan netra kecoklatan yang akhir-akhir ini terlihat layu. Bibirnya melengkungkan sebuah senyuman yang ia sadari, semakin dalam lengkungannya, semakin besar pula luka menggores hatinya.

"Dia benar, kau memang ditakdirkan untuk menjadi tunggal," ucap pantulan di dalam cermin.

"Aku benar bukan? Tidak ada yang bisa dipercaya selain diriku sendiri. Mempercayai seseorang, hanya akan memberikan luka baru." Nara menghapus air matanya.

"Jadi, apa yang sekarang akan kau lakukan?" seseorang dengan wajah pucat itu kembali bertanya.

"Menjadi Naraya Kevandra."

Pantulan yang berdialog dengannya hilang, bersamaan dengan dirinya yang mulai berjalan memasuki kamar.

Nara memungut tas jinjingnya yang tergeletak asal di atas kursi, berusaha mencari sesuatu yang akan membantunya keluar dari jalan buntu tak berujung.

"03.02." Gadis itu membaca deretan angka yang ditunjukkan oleh ponselnya. Namun bukan itu yang ia cari.

Nara kembali mencari sesuatu di dalam tasnya. Sebuah petunjuk kecil yang gadis itu temukan bersamaan dengan potret seseorang yang menggoreskan luka paling dalam untuknya.

"Adiwilaga. Alhambra - California, 711," Nara mengeja informasi yang tertulis dalam sebuah kertas kecil yang ia curi dari seorang bajingan bernama Prana.

"I'll found you, Adiwiliga. Aku akan menemukan mu sendiri. Tanpa Prana, tanpa siapapun itu. Aku akan membalas perbuatan burukmu dengan tanganku sendiri. Dan putramu, akan merasakan apa yang aku rasakan.”

»»————————««

Derap langkah Prana masih menunjukkan bahwa luka kemarin masih sangatlah basah. Setelah ia berusaha semampunya untuk meredam luka, nyatanya ruangan steril penuh dengan pisau-pisau sayat di rumah sakit tak mampu membuat lukanya padam. Seringkali di otaknya tergambarkan sosok yang sekarang sangat ia rindukan. Senyumannya, dan bagaimana ia berbicara. Semua itu masih jelas di dalam indra Prana.

Malam ini, sudah pukul dua pagi. Prana baru saja menyelesaikan kasusnya yang lain, tetapi tetap saja, kasus tersebut tak membuatnya merasa lebih sulit dibandingkan dengan keadaannya sekarang. Di lorong apartemennya, Prana berusaha semaksimal mungkin untuk melangkah sampai pada pintu kamar. Sambil sesekali melirik ke arah belakang, mengharapkan bahwa kekasihnya mengikuti ia pulang.

Sebelum akhirnya Prana menekan kata sandi apartemennya, Prana menatap ke arah di mana langkahnya membawa, masih menunggu gadisnya pulang. Lalu, dengan senyum getir, tangannya bergetar menekan kata sandinya.

A Symphony for Justice and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang