Sudah hampir dua minggu Jaemin tidak mendatangi kafe tempat Yeri bekerja. Sejak perbincangan dengan Xiaojun beberapa waktu lalu, Jaemin lebih sering melamun. Kata-kata Xiaojun selalu terngiang-ngiang di kepala Jaemin, membuat pria itu menjadi ragu untuk mendekati Yeri. Namun, hatinya selalu berkata untuk jangan menyerah dan abaikan perkataan Xiaojun. Di saat itulah terjadi perang batin antara isi pikiran dan isi hatinya, membuat Jaemin pada akhirnya menjadi frustrasi.
Sudah hampir dua minggu juga Jaemin tidak bertukar pesan dengan Yeri. Biasanya pria itu mengirimkan pesan pada Yeri, hanya sekadar basa-basi atau mengabari dirinya akan datang ke kafe. Namun, akhir-akhir ini Jaemin tidak lagi mengirimkan pesan pada wanita itu. Belasan pesan yang dikirim Yeri tidak pernah Jaemin lirik sama sekali. Ia selalu menahan dirinya untuk tidak membuka pesan-pesan dari wanita cantik itu.
Kamar Jaemin yang biasanya tenang dan hening menjadi sedikit ramai setelah kedatangan tamu tidak diundang. Tanpa permisi, Jeno masuk begitu saja ke kamar dan menganggu Jaemin yang tengah bekerja.
“Hari Minggu kok kerja. Nyantai lah,” cetus Jeno saat Jaemin menyuruhnya berhenti mengganggu karena kerjaannya jadi terhambat. Akan tetapi, pada akhirnya Jeno berhenti mengganggu dan bersikap tenang setelah Jaemin meminjamkan ponsel untuk dimainkan. Ya, salah satu alasan Jeno mengganggu sepupunya karena ponselnya sedang kehabisan daya sehingga tidak punya sesuatu untuk dimainkan.
Suasana di kamar kembali damai saat kedua pria itu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Jaemin yang sibuk dengan pekerjaan, sementara Jeno sibuk membuka beberapa aplikasi di ponsel sepupunya. Iseng membuka aplikasi chat, dahi Jeno berkerut melihat pesan Yeri yang tidak dibuka Jaemin.
“Jae, chat Yeri kenapa nggak dibuka? Udah belasan gini. Aku buka, ya?”
Lantas Jaemin menoleh ke arah Jeno. “Jangan!”
Jeno tersentak mendengar teriakan Jaemin. “Kenapa?” tanya Jeno dengan raut wajah kebingungan.
“Pokoknya jangan. Awas aja kalau kamu buka chat-nya. Aku bakal marah sama kamu.” Ancaman dari Jaemin membuat niat Jeno untuk membuka diam-diam seketika urung. Sepupunya itu terlihat menyeramkan kalau marah.
Tidak lama setelahnya, terdengar suara dering telepon yang berasal dari ponsel Jaemin, membuat perhatian keduanya teralihkan pada benda pipih berwarna hitam itu. Sekilas Jeno melihat nama penelepon di layar ponsel Jaemin, lalu menunjukkannya pada pria itu.
“Biarin aja,” ucap Jaemin setelah melihat nama Yeri di layar ponselnya.
Jeno memicingkan mata. “Kamu lagi berantem sama Yeri, ya?”
“Nggak tuh,” elak Jaemin. Sementara itu, Jeno mengangguk sambil tersenyum kecil.
“Oke deh.” Mengabaikan permintaan Jaemin sebelumnya, Jeno menerima panggilan dari Yeri.
“Halo, Yeri. Ada apa?” Perkataan Jeno sukses membuat mata Jaemin terbelalak. Memasang raut wajah tidak berdosa, pria itu berbincang santai dengan Yeri. “Jaemin? Ada nih. Bentar.” Mengabaikan tatapan tajam sepupunya, Jeno menyerahkan ponsel itu ke pemiliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Destiny | Na Jaemin
Fanfiction[Sequel of My Brother | Na Jaemin] [Re-publish] Kepergian Hyera meninggalkan luka mendalam bagi orang-orang terdekatnya, terutama Jaemin. Butuh waktu yang sangat lama bagi Jaemin untuk mengikhlaskan adiknya yang sudah pergi jauh. 5 tahun berlalu, J...