Saat ini Bladen tengah berada di dalam kamarnya. Sudah empat puluh menit lamanya perempuan itu mengacak-ngacak rambutnya kesal dan jalan mondar-mandir. Setiap kali dirinya baru duduk, hal yang selanjutnya terjadi adalah teriakan kesal yang keluar dari mulutnya. Tentu hal itu ia lakukan karena ia selalu mengingat-ingat ciuman di pipi yang diberikan oleh laki-laki itu. Otaknya seperti tidak bisa berhenti memikirkan kejadian itu berulang kali dan kata-kata Arfon yang mengatakan bahwa dirinya akan membuat Bladen kesal terus menerus.
Tapi memang kenyataannya Bladen sangat kesal sekali sekarang.
"Agkh! Ini bukan yang gue mau!" teriaknya keras sambil mengacak-acak rambutnya kesal dan mulai berteriak-teriak lagi.
Sementara itu mbok iyem yang merupakan pembantu di rumah itu terkejut mendengar suara teriakan Bladen. Seingatnya nona mudanya itu sangat jarang bersuara saat sudah berada di rumah. Tapi yang kali ini di dengarnya, nona mudanya itu berteriak-teriak seakan meluapkan emosinya. Akhirnya karena khawatir, mbok iyem pun langsung menghampiri kamar perempuan itu untuk mengecek.
Ia takut nona mudanya itu meluapkan rasa marahnya karena selama yang ia tahu, kedua orangtua nona mudanya itu tidak pernah ada di rumah. Bahkan semenjak kepindahan, hanya nona mudanya saja yang datang ke rumah besar ini.
Sesaat sudah tiba di depan pintu, mbok iyem sempat ragu mengetuk pintu itu. Tapi tidak setelah mendengar suara barang jatuh yang membuat mbok iyem semakin khawatir.
Tok!tok!tok!
"Non???"
"Iya, bi! Sebentar!" jawab Bladen dengan setengah teriak.
Lalu tak lama kemudian terdengar kembali suara gaduh seperti lampu meja yang jatuh dan kemudian terdengar suara rintihan sakit.
"Aw, sh*t!"
Hal itu semakin membuat mbok iyem tak bisa untuk diam begitu saja. Ia semakin menggedor pintu kamar itu lebih keras.
"Non??? Kenapa itu? Non enggak kenapa-kenapa?" tanya mbok iyem tak sabaran.
Sementara itu Bladen saat ini tengah terduduk di atas karpet kamarnya sambil memegangi pinggangnya. Sebenarnya suara gaduh timbul karena dirinya kepleset karpet kamarnya sendiri dan tak sengaja lampu tidur kamarnya ikut terjatuh karena posisinya sangat dekat dengan tempat ia terpeleset tadi. Oleh karena itu, saat ini pinggang dan pantatnya terasa sangat amat sakit.
"Agkh! Kenapa sih gue sial mulu hari ini?!" pekik Bladen kesal sambil merancau-rancau tidak jelas. Alhasil dirinya pasrah dan memutuskan untuk tetap duduk di atas karpet yang membuatnya terpeleset tadi.
Ia menghela nafas sebentar sebelum menatap pintu kamarnya. Ia tahu mbok Iyem pasti masih berada di depan kamarnya saat ini. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan nampaklah mbok Iyem yang menatapnya khawatir.
"Ya ampun, non! Kenapa berantakan begini kamarnya? Trus kenapa non ada di bawah begitu?"
Mbok Iyem dengan segera langsung menghampiri Bladen untuk membantu perempuan itu berdiri. Namun saat Bladen sudah duduk di atas kasurnya itu, ia malah memeluk Mbok Iyem erat. Mbok Iyem yang menerima perlakuan seperti itu tentu bingung, tapi dirinya tetap memeluk balik nona mudanya itu. Entah apa yang terjadi dengan nona mudanya ini, tapi mungkin ini ada hubungannya dengan masalah internal nona mudanya.
"Kenapa non?" tanya Mbok Iyem memastikan.
Bladen lebih mengeratkan pelukannya kepada mbok Iyem.
"Mbok, kenapa sih, Bladen seminggu ini sial melulu?" gumam Bladen kesal membuat Mbok Iyem tak mengerti maksud gumaman perempuan muda itu.
"Sial gimana maksudnya, non?"tanya Mbok Iyem tak paham.
Dengan cepat Bladen langsung memberikan jarak antar keduanya dan memasang wajah kesalnya.
"Pokoknya sial ya sial, mbok! Masa nih ya, dari seminggu ini tuh ada aja orang-orang yang ganggu Bladen tanpa alasan. Yang drama queenlah, trus yang bikin Bladen makin kesel tuh ada satu cowok yang kerjaannya bikin Bladen naik darah melulu!" ujar Bladen mencurahkan segala kegundahan hatinya.
Sementara itu mbok Iyem yang mendengarkan hanya bisa menatap nona mudanya itu melongo.
"Hah? Cowok, non? Cowok yang tadi nganterin non maksudnya?"
Pertanyaan mbok Iyem itu membuat Bladen langsung terdiam. Satu hal yang seharusnya tak membuatnya keceplosan.
Merasa Bladen tak menjawab, mbok Iyem pun akhirnya tersenyum seolah mulai mengerti maksud dari perkataan nona mudanya.
"Non, ada yang naksir ya?" tanya mbok Iyem menggoda membuat Bladen memelotokan kedua matanya.
"A-ah? E-enggak! Apaan sih, mbok Iyem?!"
Namun seketika itu juga Bladen langsung memutar tubuhnya jadi menghadap mbok Iyem. Sementara itu Mbok Iyem yang melihat nona mudanya menatap dirinya begitu serius membuat Mbok Iyem membenarkan cara duduknya.
"Mbok?" panggil Bladen membuat Mbok Iyem tersenyum.
"Kenapa, non?"
Mimik wajah Bladen seketika itu kembali berubah menjadi frustasi kembali. Seolah perempuan itu benar-benar tak tahu harus berbuat apa kali ini. Bladen pun mengacak rambutnya sambil mengerucutkan bibirnya di hadapan mbok Iyem. Sedangkan mbok Iyem yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum geli.
"Mbok, gimana dong?!" pekik Bladen frustasi.
Mbok Iyem sebenarnya tak mengerti arah pembicaraan nona mudanya ini, tapi melihat Bladen lebih banyak berekspresi membuat perempuan paruh baya itu senang.
Setidaknya dia tidak membuat wajah datar tanpa ekspresi-batin mbok Iyem tersenyum lega.
"Gimana apanya, non? Mbok enggak ngerti maksudnya. Coba non jelasin deh ke mbok," ucap mbok Iyem membuat Bladen tambah cemberut.
Bladen menghela nafas kasar dan berkata. "Hah! Gini mbok, tadikan Bladen dianter pulang sama temen-"
Belum sempat Bladen melanjutkan kata-katanya, mbok Iyem langsung memotong karena rasa penasarannya yang begitu tinggi.
"Laki-laki, non?" tanya mbok Iyem antusias membuat Bladen langsung menatap mbok Iyem kesal.
"Entar dulu, mbok! Dengerin dulu!" ujar Bladen kesal membuat mbok Iyem mau tak mau berdeham dan mengangguk.
Setelah dirasanya mbok Iyem tidak akan berbicara lagi barulah Bladen memulai penjelasannya kembali.
"Hmm, jadi gini mbok. Tadi tuh ceritanya Bladen dianter sama temen sekolah yang sebenernya paling Bladen hindarin. Karena Bladen risih dan gak nyaman setiap ada dia dan iya dia laki-laki,"jelas Bladen dengan nada tak sukanya. Di sisi lain mbok Iyem malah terlihat senyam senyum seolah ini adalah berita yang sangat baik untuk disampaikan kepada kedua orangtua nona mudanya.
"Trus gimana tuh, non?"
Mendengar pertanyaan itu membuat Bladen menghela nafas kasarnya.
"Trus, tiba-tiba tadi dia main cium pipi Bladen gitu aja! Coba mbok bayangin! Itu laki-laki enggak ada akhlaknya! Seenaknya aja main cium anak orang! Bladen enggak terimalah kalau main dicium gitu aja, dikira aku ini cewek apaan, hah?!" ucap Bladen mengeluarkan segala kekasalan di dalam hatinya dengan menggebu-gebu.
Ia benar-benar tidak bisa menerima perlakuan seperti itu dari seseorang yang dianggapnya tidak cocok untuk berada di dekatnya. Tapi bagaimana dirinya bisa menghindar bila laki-laki itu selalu muncul dimana pun ia berada? Bila membayangkannya saja selalu bisa membuat Bladen mengacak rambutnya kembali frustrasi. Rasanya ia benar-benar sial!
"AGKHH!!! Menyebalkan!" pekik Bladen kesal.
Di sisi lain mbok Iyem yang melihat kelakukan nona mudanya itu hanya bisa terkekeh geli. Inilah yang dinamakan proses pengejaran cinta. Mbok Iyem percaya cepat atau lambat, laki-laki itu pasti akan membuat nona mudanya ini lebih banyak berbicara. Entah siapa laki-laki itu, tapi satu hal yang pasti laki-laki itu berhasil membuat nona mudanya ini banyak berekspresi.
Semoga nona muda bisa lebih bahagia –batin mbok Iyem penuh harap.
![](https://img.wattpad.com/cover/41616900-288-k822362.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Girl ✔ (Proses Revisi)
Teen Fiction#SERIESKUTUEMPRET1 Bladen Lateria Scallen adalah satu-satunya anak tunggal dari keluarga Scallen. Biasanya anak satu-satunya akan lebih diberikan perhatian dalam bentuk apapun oleh kedua orang tuanya. Namun kenyataannya tidak bagi Bladen. Tapi ada d...