Benjamin memerhatikan dirinya sendiri dari pantulan cermin di kamarnya. Gue memakaikan dia kemeja setelah turtleneck sebagai dalaman, terakhir gue melapisi jaket sebagai luaran. Dia terdiam sebentar setelah gue menyodorkan kaos kaki padanya.
"Lu kira gue lagi hidup di negara salju kah sampe dipakein baju dobel berlapis-lapis gini. Bro, this is Indonesia, no England no USA."
"Nanti kalo lu tiba-tiba menggigil gimana Benjamin?"
Benjamin melepaskan jaket dan kemeja yang dia kenakan. Terakhir melepas turtleneck berwarna hitam di tubuhnya. Kemudian lelaki itu bertelanjang dada menuju lemarinya untuk mencari kaos yang kemudian dia balut dengan jaket tadi.
Gue hanya memerhatikannya sembari duduk di sofa. Selesai dengan memakai baju, dia ikut duduk dan menggenggam tangan gue.
"Demam gue udah lumayan turun, dan ini," Ben mengacungkan masker di hadapan gue, "bakal gue pake terus."
"Gimana nanti kalo makin pilek. Itu suara lo masih bindeng."
"Abis dari kampus gue ke langsung ke dokter sama Ray, janji."
"Perlu rawat inap, nggak?"
"Nggak perlu, sayang. Udah nggak usah terlalu khawatir." ucapnya sambil mengusap kedua bahu gue.
Benjamin beranjak untuk mengambil ranselnya di meja. Kemudian, gue mengikuti lelaki itu memakai kaos kaki dan sepatu di depan pintu.
"Lo selesai kelas jam berapa, Ri?"
"Gue hari ini sampe sore karena ada jadwal ganti. Sorry ya nanti nggak bisa langsung nemenin. Ada kerja kelompok juga ntar. Kalau mau makan, buburnya ada di rak. Bisa kan, Ben?"
"Iya bisa."
"Coba ngomongnya sambil lihat gue, nanti apa aja yang perlu dilakuin?"
Dia berdiri dari duduknya, kemudian menatap mata gue, "abis ngampus ke dokter dulu. Terus langsung balik, bikin bubur, minum obat, abis itu langsung tidur."
Gue menganggukkan kepala, sedikit merasa tenang untuk meninggalkan Benjamin karena hari ini gue hectic.
"Hati-hati, ya."
Alih-alih menjawab gue atau apa pun itu, dia malah menunjukkan wajah melasnya.
"Kenapa?"
"Mau ciuman tapi nggak bisa."
"Makanya sembuh dulu"
Benjamin mendecih pelan, "gue berangkat dulu." dia membalikkan badan, sambil memakai maskernya.
"Ben," gue menahan pintu yang hendak Benjamin tutup. Tangan gue terulur untuk melepas sebelah tali maskernya, kemudian menarik kerah jaket Benjamin agar dia kerendahkan tingginya untuk gue yang ingin mendaratkan kecupan di pipinya. "hati-hati, ya. Cepet sembuh"
Lelaki itu diam sebentar menatap gue. Lalu hal mengejutkan lainnya, dia tersenyum tipis lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kemudian, lelaki itu langsung berjalan cepat meninggalkan unit apartemennya.
Gue terkekeh pelan melihat tingkah ajaibnya, "itu dia lagi salting kah?"
***
"Benjamin, lo nggak beneran tidur kan?" sahut gue sembari melepas sepatu setelah menutup pintu.
Sebelumnya, gue sempat bertukar pesan dengan Benjamin beberapa waktu lalu tepat sebelum pulang dari kampus.
Benjamin bilang, lelaki itu ingin disuapi karena masih lemas. Akhirnya, setelah menyelesaikan kerja kelompok, gue segera bergegas untuk pulang.
Gue juga berpesan pada Benjamin, agar lelaki itu tidak terlelap. Karena kebiasaannya saat sakit adalah memang selalu tidur kecuali saat ke kamar mandi dan untuk makan, juga minum obat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit
Roman d'amour🔞 MATURE CONTENT Only for legal age. Minor, please don't cross the line, be wise. Disclaimer: this story contain of harsh words, dirty talk, sex activity. Please, be wise! "Benjamin itu temen gue, tapi sambil having sex" ©enflowerist, 2023