11

2.4K 57 3
                                    

Agenda Benjamin hari ini adalah rapat hingga malam. Dia bahkan sempat mengirimi gue pesan bahwa gue harus tidur tanpa menunggunya. Benjamin juga mengeluh karena rapatnya molor, dia jadi emosi sendiri di roomchat.

Gue melirik jam dinding yang menunjukkan angka 9 malam. Benjamin tidak menunjukkan tanda-tanda kepulangannya. Lelaki itu pasti sangat lelah sepulang setelah kegiatan rapatnya.

Setelah membuat makan malam untuk diri gue sendiri, gue beralih ke ruang tengah seperti biasa dan berinisiatif untuk mengerjakan semua tugas gue supaya besok di hari libur gue bisa bersantai dengan Ben.

Saat sibuk dengan pekerjaan, suara notifikasi dari ponsel mengalihkan perhatian gue. Dengan menekan tombol kunci, gue bisa melihat siapa yang mengirimi gue pesan. Gue menghela napas panjang saat membaca pesan tersebut dan memilih untuk mengabaikannya.

Selama berjam-jam gue berkutat dengan laptop, akhirnya gue memutuskan untuk menyudahi mengerjakan tugas karena sudah terlanjur lelah. Gue akan melanjutkan tugas berikutnya di lain waktu mengingat waktu pengumpulan yang masih terbilang lama. 

Saat melirik jam di ponsel, gue menghela napas lagi karena ternyata sudah larut malam. Pukul 12 tengah malam.

Gue meregangkan badan dan beralih ke kamar milik Benjamin. Aroma lelaki itu masih tercium di sini. Gue jadi merindukan laki-laki itu. Akhirnya gue memilih untuk tidur.

Namun entah sudah berapa jam gue tertidur, gue sempat terusik karena merasakan sebuah tangan yang melingkar di perut, yang tak lain adalah Ben. Sepertinya dia sudah mandi dan memantapkan diri untuk langsung tidur.

Benjamin itu termasuk bersih untuk ukuran laki-laki. Selarut apa pun dia pulang, dia harus mandi terlebih dahulu sebelum tidur di kasurnya. Pun gue sendiri juga seperti itu. Karena kemiripan ini, ya bisa dibilang gue lumayan betah dengan Benjamin.

Dia menghela napasnya pelan. Gue mengusap tangannya di perut gue.

"Jam berapa tadi baliknya, Ben?"

"Jam satu"

Gue membalikkan badan untuk memeluk tubuhnya dari depan. Menghirup aroma wangi dari tubuhnya yang baru saja mandi.

"You did well, today" Ucap gue sambil mengusap punggungnya.

"I miss you..." Dia mengecup bibir gue sekilas, matanya terlihat sangat lelah.

"Capek banget ya?" Dia merespons gue dengan anggukan.

"Mau hs?" Tanya gue lagi, dia menggeleng dan mengeratkan pelukannya.

"Gue lagi capek banget. Pengen cuddle gini aja nyaman banget" Ben mengecup pucuk kepala gue, tangannya masuk ke dalam kaos yang gue kenakan dan mengelus punggung gue.

"Kok tumben pake baju dobel ini apa, tank top kah? Lepas dong..."

Gue tertawa mendengar reaksi Ben saat tahu gue mengenakan dua lapis baju.

"Apanya yang dilepas?"

Ben menarik pelan kaos luar gue, tapi gue menolaknya karena pasti ujung-ujungnya make out juga, meskipun Ben bilang tidak akan karena dirinya memang kelelahan.

"Oh iya Ben. Besok kan libur. Gue mau ke rumah dulu ya? Maksud gue, gue mau pulang"

Ben melirik gue dengan ekspresi terkejutnya, "yah kok balik... Padahal mau gue ajak gituan"

"Apa gue nggak usah balik aja?"

"Becanda elah, serius amat." Dia mengeratkan pelukannya dan mencium leher gue. "perlu gue anter nggak?"

Gue menggelengkan kepala, "lo istirahat aja, besok gue berangkat agak pagi"

"Nggak apa-apa kan bisa alarm"

"Nggak usah, beneran. Gue bisa sendiri"

"Gue tau lo bisa sendiri, tapi biarin gue nganter lo dong"

"Jemput aja deh gimana? Biar besok lo istirahat aja. Tuh lihat jamnya hampir jam dua, ya?"

Akhirnya Ben mengiyakan tawaran gue untuk menjemputnya saja tanpa harus mengantarkan karena Ben harus istirahat lebih hingga besok.

Setelah itu Ben menanyakan kapan gue akan kembali lagi dan gue menjawab sekiranya hari Senin pagi gue kembali ke apartemennya kemudian pergi ke kampus. Mendengar itu, dia langsung mendramatisir.

"Yah, hari libur gue sendirian dong...."

"Ben gue nggak bakal pulang kalo lo masih butuh gue, beneran deh."

"Ah elah, nggak, nggak. Gue asal bunyi doang, udah. Masa gue ngelarang lo pulang sih, nggak lah"

"Ya kali aja"

"Nah kalo lo dua hari nggak di sini," Ben beralih menindih tubuh gue dan mencium bibir gue sekilas, dia mendekatkan bibirnya ke telinga gue, "berarti make out-nya hari ini"

Ben kembali menyatukan bibirnya dengan gue. Dia melumatnya dengan tempo yang pelan, menyesap bibir gue lembut hingga gue ikut larut dalam ciumannya. Bahkan tangan gue menekan leher belakangnya untuk memperdalam ciuman.

Tangannya tidak tinggal diam, dia alihkan untuk meremas dada gue dari luar kaos. Kemudian ciumannya terlepas karena dengan cekatan dia menarik kaos gue ke atas hingga akhirnya terlepas.

Saat ciumannya turun ke leher, gue langsung mendorongnya pelan.

"Benjamin! Gue besok pulang loh"

"Dikit aja" dia meringis memperlihatkan deretan giginya.

"Ben... Nanti kalo dia berdiri gimana?" Gue melirik area bawah milik Benjamin.

Lelaki itu diam sebentar sebelum akhirnya menghela napas panjang karena jika Ben junior mulai menegang, gue tidak bisa berbuat apa-apa kecuali dia menuntaskannya sendiri karena tidak mungkin malam ini gue harus meladeninya.

Kemudian, Ben melemaskan bahunya. Dia kembali menjatuhkan tubuhnya di samping gue dan tidur memunggungi gue. Melihatnya merajuk seperti itu membuat gue makin gencar mengejek dan menertawainya.

Gue beralih memeluknya dari belakang, dan mengecup lehernya, "jangan ngambek, nanti kalo gue pulang, do what ever you want"

Lelaki itu membalikkan tubuhnya menghadap gue dan langsung memeluknya. Sesekali dia mencium bibir gue sekilas.

"Oh iya, gue boleh tanya nggak? Tapi kalo nggak mau jawab juga nggak masalah sih, nggak usah dijawab"

"Apa sih, bikin penasaran aja"

"Nanti aja kalo lo balik dari rumah"

"Sekarang aja"

"Nanti aja, sekarang mending tidur"

Gue mendecih pelan mendengar ucapannya yang membuat orang mati penasaran itu. Namun, gue masih lebih memilih untuk tidur dan berusaha melupakan pertanyaan yang akan dia tanyakan nanti. Gue harap itu bukan suatu yang personal.

Friend With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang