Chapter III

1.6K 185 9
                                    

Kedua obsidian yang selama ini tertutup dengan rapat kini mulai menampilkan keindahannya. Manik sewarna hazel itu perlahan mulai menunjukkan eksistensi nya.

Satu kedip, dua kali kedip, netra itu masih berusaha untuk memfokuskan pandangan yang terasa buram akibat lama kehilangan fungsinya.

Eunghhh...

Ia melenguh pelan seraya membawa tangan nya yang tertutupi selimut untuk memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Aku tidak tahu kalau kulit tangan ku ternyata sehalus dan selembut ini." Batin nya.

Kegiatan itu berlangsung hanya beberapa saat karena si pemilik tubuh merasakan kejanggalan yang aneh pada anggota tubuhnya.

Kedua pasang tangan itu dibawa untuk menghadap netra yang memandang dengan pandangan heran.

"Aku tidak tahu kalau tanganku akan selentik dan seputih ini? Seperti tangan wanita." Ujar nya seraya menggerakkan kesepuluh jari tersebut untuk melakukan peregangan.

Perlahan namun pasti ia mulai bangkit dari posisi berbaringnya dan betapa terkejutnya ia ketika melihat tubuhnya yang tidak tertutupi selimut lagi.

"WHAT THE FUCK? APA-APAAN INI?" Teriaknya lantang, shock dengan apa yang terjadi.

"Apa yang terjadi dengan tubuhku?"

Ia memandang tak percaya pada tubuhnya. Dibagian dada, terdapat dua gundukan sebesar bola kasti yang tertutupi oleh gaun malam sewarna hitam kelam.

 Dibagian dada, terdapat dua gundukan sebesar bola kasti yang tertutupi oleh gaun malam sewarna hitam kelam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia juga merasakan helai rambut yang perlahan jatuh dan mengenai wajah nya. Surai sewarna coklat dengan panjang sebatas pinggang itu tergerai apik menutupi sosok pemiliknya.

"Dadaku? Rambutku? For god sake, apa yang sebenarnya terjadi?" Keluhnya lagi.

Ia buru-buru menyentuh area selangkangannya untuk memastikan sesuatu.

"WHERE IS MY P*N*S?" Teriaknya lagi, kali ini jauh lebih panik. Buru-buru ia menyibak gaun malam itu kemudian membuka dalaman nya.

"Oh—um you here." Nafas nya lega ketika melihat benda yang menggantung lucu dibagian selangkangannya.

"Why you so small? Ini bahkan lebih kecil dari lem stick milik Haechan yang sering aku curi." Komentarnya masih memperhatikan benda tersebut, "Tak apa, setidaknya ada benda berharga yang masih aku miliki."

Lee Jeno, pemuda yang merasakan keanehan pada tubuhnya sejak bangun pertama kali lantas mematung bingung tentang apa yang menimpanya.

Seingatnya, ia terakhir kali berada di sekolah kemudian jatuh dari gedung akibat melihat penampakan yang mengerikan. Ia masih ingat betul saat masih memiliki sisa kesadaran dimana ia tergeletak dilantai basket bermandikan darah segar.

Jeno tak menduga bahwa keanehan terjadi ketika ia membuka mata.

"Apa aku sudah mati? Atau sedang bermimpi?" Monolognya.

Satu hal lagi keanehan melanda Jeno, "Suaraku terdengar aneh, lebih halus dari biasanya."

Sesegera mungkin ia turun dari tempat tidur untuk menuju cermin yang terdapat di sisi tempat tidurnya.

Desisan kecil terdengar dari bibir kala kaki mungilnya menyentuh lantai keramik yang terasa dingin karena tak beralaskan sandal. Gaun tidur berbahan satin silk menjuntai apik mengikuti lekuk tubuhnya yang mulai bergerak.

"Wajahku masih sama, hanya saja ini lebih ke versi cantiknya." Ujar Jeno ketika melihat pantulan dirinya pada cermin tersebut.

Lama memperhatikan kaca itu, Jeno tidak menyadari bahwa ada seseorang yang baru saja masuk kekamarnya.

"Yang Mulia Ratu sudah sadar?" Tanya seseorang tersebut.

Merasa bahwa ada yang bicara padanya, Jeno lantas menoleh dan mata nya sukses membola kaget ketika melihat objek tersebut.

"Huang Renja?" Panggilnya.

Yang dipanggil merasa aneh dengan sosok majikan yang berdiri didepannya.

"Siapa Huang Renja itu Yang Mulia? Hanya ada kita berdua disini." Ujarnya.

"Kau, kau Huang Renja itu!" Tunjuk Jeno pada sosok yang mirip dengan sahabat nya disekolah. Hanya satu yang berbeda, sosok ini mengenakan gaun seperti perempuan.

"Saya bukan Huang Renja Yang Mulia, saya Renjun Ermes. Anak dari Count Ermes, Doyoung."

Jeno menyerngit heran, "Siapa pula Count Ermes itu?" Batinnya.

"Yang Mulia baik-baik saja? Apa Yang Mulia tidak bisa mengenali hamba? Hamba adalah pelayan setia Yang Mulia." Ujar Renjun menjelaskan.

Jeno memijit kepala nya lagi, kali ini dengan kedua tangan nya. Tak tahan dengan rentetan kejadian dan keanehan yang terjadi didepan matanya.

"Yang Mulia baik-baik saja?" Lagi, pertanyaan itu Renjun lontarkan pada Jeno.

"Aku memang tidak baik-baik saja!" Batin Jeno nelangsa.

"Yang Mulia beristirahatlah dulu, saya akan memanggil tabib untuk memeriksa Yang Mulia." Ujar Renjun kemudian melenggang pergi meninggalkan Jeno seorang diri.

Setelah kepergian Renjun, Jeno merosot terduduk pada lantai, kedua tangannya masih senantiasa mengurut kepala nya yang terasa pusing.

"Apa ini karma dari tuhan karena aku sudah durhaka pada papa?" Ujarnya dalam hati disertai kesedihan, "Aku ingin pulang."




👑👑👑




Renjun Ermes18 Tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun Ermes
18 Tahun


Renjun Ermes18 Tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Piece Of Blooming || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang