Chapter 7

18 16 1
                                    

Happy Reading~


Menjadi anak tunggal tentu membuat Naziva kesepian. Dulu sebelum Irana meninggal rumah tempat pulang yang nyaman, tempat pemberi cinta, dan kebahagiaan. Tetapi setelah Irana meninggal rumah ialah tempat dimana semua air mata berasal.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat ini Naziva berada dikamarnya, ia sedang belajar mengingat nilainya akhir-akhir ini anjlok, maka dari itu ia akan terus belajar untuk bisa membahagiakan Ayahnya. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar.

Tok...tok...tok...

"Masuk bi!"

Ceklek

Bi Inah menghampiri Naziva di meja belajar. "Non makan dulu hayu udah malem, bibi udah masak banyak khusus buat non Ziva." Ajaknya.

"Bibi duluan aja Ziva masih harus belajar." Ujar Naziva tanpa menatap Bi Inah karena ia sedang fokus dengan buku-bukunya.

Bi Inah memegang kedua pundak Naziva, membuatnya langsung menoleh. "Non juga harus ingat makan takutnya non sakit. Setelah makan non Ziva lanjut belajar lagi."

Naziva membawa tangan bi Inah keatas pahanya lalu menggenggam erat. "Bi umur Ziva udah ngga bakal lama lagi, Bibi tau sendiri kan penyakit Ziva."

"Gaboleh ngomong gitu non Bibi selalu doakan non, supaya penyakit non Ziva bisa hilang dari tubuh non. Semua itu kehendak Tuhan intinya kita harus bisa sabar dan berikhtiar."

Dengan cepat Naziva langsung memeluk Bi Inah dan langsung menangis sejadi-jadinya dipelukan Bi Inah. "Hiks..hiks..hiks...aku ikhlas Bi, tapi sebelum aku pergi aku pengen banget rasanya dipeluk Ayah, aku pengen Ayah ngga benci lagi sama aku."

Bi Inah mengusap punggung Naziva berusaha menenangkan. "Saran Bibi non Ziva kasih tau semua ini kepada tuan. Agar tuan bisa membawa non ke dokter terbaik."

Naziva langsung mengurai pelukannya dan menggeleng. "A-aku aku gamau sampe Ayah tau."

"Lho kenapa non?"

"Dia ngga bakal peduli bi."

"Non coba dulu bibi yakin tuan ngga seperti itu."

"T-ta----"

"INAH DIMANA KAMU?!"

Naziva dan Bi Inah terlonjak kaget mendengar teriakan menggelegar dilantai bawah. "Aduh non itu pasti tuan bibi kebawah dulu, non jangan lupa untuk makan." Bi Inah segera keluar dari kamar Naziva.

Naziva segera membereskan bukunya lalu menyusul Bi Inah kelantai bawah.

"Saya pulang kerja Inah pintu dikunci saya panggil-panggil kamu sedari tadi! untung saya bawa kunci cadangan."

Bi Inah menunduk takut. "Maaf tuan."

"Maaf-maaf dasar tidak becus bekerja kamu!"

"Sekali lagi saya mohon maaf tuan."

"Ngga berguna kamu ngga becus!" Abeaham mendorong kasar bahu Bi Inah sampai terdorong membentur kursi.

"AYAH!" Naziva yang melihat itu langsung membantu Bi Inah untuk berdiri.

"Bi Bibi ngga apa-apa kan?"

Bi Inah menggeleng. "Saya tidak apa-apa non."

"Ayah ini apa-apaan si?! ngga sopan begitu ke Bi Inah!"

Plak

"DIAM KAMU ANAK SIALAN!" bentak Abraham setelah menampar Naziva dengan begitu kencang.

"ASTAGFIRULLAH TUAN ISTIGHFAR!" teriak Bi Inah ia langsung mengusap wajah Naziva, dan melihat sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. "N-non ber-dar-rah ayo Bibi obati."

NAZIVA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang