PROLOG

986 135 5
                                    

HALLO SEMUA, I'M BACK....

KANGEN GK?? YA KANGEN LAH



Hari ini, Ghani menjalankan aktifitasnya sebagaimana biasa, anak 8 tahun itu tengah berada di dapur untuk membantu sang bunda yang tengah memasak untuk sarapan.

Ia mengiris wortel sesuai petunjuk yang bundanya ajarkan, bukan tanpa alasan Ghani di setiap paginya membantu sang bunda, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk melatih fokus di otaknya.

"Bun bunda, apakah seperti ini?" Tanya Ghani pada sang bunda yang berada di sampingnya.

Bunda tersenyum lantas memberikan Ghani sebuah pujian.

"Pintarnya anak bunda!" Ucap sang bunda sembari mengelus kepala sang putra.

Dulu, saat pertama kali mendengar vonis sang dokter tentang penyakit yang di derita sang putra, mereka merasa tidak tega saat membayangkan kehidupan sang putra yang akan berbeda dari anak lainnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, keluarga Ghani telah menerima kondisi anak itu dengan lapang dada, mungkin saja semua itu adalah sebuah anugrah yang telah tuhan berikan untuk keluarganya.

Dan setelah memiliki anak seperti Ghani, mereka semakin bertambah sabar dalam menangani kondisi rumah tangga di keluarga mereka, bahkan Ghani di jaga bak permata di dalam keluarganya.

Limpahan kasih sayang, juga pengobatan yang keluarganya berikan pada Ghani membuahkan hasil, anak itu telah tumbuh menjadi remaja lainnya, hanya saja, penyakit itu tidak bisa sembuh sepenuhnya, namun setidaknya dapat mengurangi gejala yang di derita oleh Ghani.

"Ghani dengar, bunda akan ke kamar sebentar, Ghani terus potong wortelnya, ingat! Jangan melakukan hal lain." Ucap sang bunda memperingati, Ghani mengangguk patuh.

Setelah memastikan sang anak yang kembali melakukan aktifitasnya, sang bunda perlahan pergi menuju kamar, ia melupakan cincin pernikahan yang berada di kamar mandi, terlambat sedikit saja, bisa jadi cincin tersebut akan jatuh di dalam wastafel.

Saat sang bunda telah beranjak dari sana, fokus anak itu kembali teralih, Ghani tanpa sadar mendekati kompor yang tengah menyala.

Walau pun sudah di peringati berkali-kali, seorang penderita ADHD sering kali melupakan sesuatu yang telah diperintahkan untuk mereka. Alhasil, tangan Ghani terulur untuk memainkan sumber panas tersebut.

Karena terkejut akibat rasa panas yang mengenai telunjuk tangannya, Ghani tanpa sengaja menumpahkan masakkan yang telah mendidih itu ke lantai.

Ghani diliputi rasa panik lantaran takut terkena amarah sang bunda, ia mengambil sebuah kain untuk mengelap masakkan yang telah ia tumpahkan. Sayangnya,tangannya tanpa sengaja menyenggol minyak goreng yang terletak tak jauh dari sumber api berasal.

Api menjalar begitu cepat, melihat api yang berkobar, Ghani refleks menyiramkan air ke api yang telah bercampur dengan minyak goreng tersebut.

Tindakannya itu justru membuat api semakin membesar, perlu di ingat, menyiramkan air ke dalam minyak adalah tindakkan terbodoh yang telah dilakukan.

Sebab, air dan minyak tidak bisa bercampur, sehingga menyiramkan air ke api minyak hanya akan memercikkan minyak yang terbakar.

Percikan itu mulai membakar benda di sekitarnya dan menjalar sampai membakar seluruh bagian dapur, asap hitam begitu pekat. Ghani panik, anak itu tidak bisa melakukan apa pun karena kondisi mentalnya yang berbeda.

Sang bunda yang merasakan bau asap dari bawah, bergegas menuju dapur, saat tiba di anak tangga terakhir, nafasnya tercekat, bagaimana bisa ia melupakan kondisi sang putra, dimana semua pekerja di mansion ini?

Ia berlari dengan tergopoh sembari memanggil para penjaga, pekerja yang mendengar teriakan dari dalam mansion bergegas menghampiri sumber suara.

Mereka terkejut dengan kondisi dapur yang hampir sepenuhnya terbakar, mereka dengan cepat mengambil alat pemadam kebakaran yang telah tersedia di sudut ruangan.

"TIDAK.... GHANI?! GHANI?! APAKAH KAU MENDENGAR BUNDA?" Teriaknya di depan kobaran api.

Walau pun ia tidak mendengar jawaban dari sang putra, namun suara batuk teedengar di balik kobaran api tersebut, itu membuatnya memiliki harapan keadaan sang putra baik-baik saja.

"CEPAT PADAMKAN APINYA." teriaknya, mereka harus segera menyelamatkan sang putra.

Para pekerja bergegas menyemprotkan APAR untuk mematikan api yang mulai menjalar di seluruh wilayah dapur.

Setelah dua menit mencoba memadamkan si jago merah, akhirnya api berhasil di padamkan, wanita paruh baya itu bergegas menghampiri tubuh sang putra yang tengah berusaha menahan kesadarannya.

"Siapkan mobil, cepat!" Titahnya.

"Ghani, sayang!" Panggilnya pada sang putra.

Remaja itu membuka matanya segaris, ia tidak bisa berbicara, tubuhnya begitu lemas, dadanya terasa sakit akibat menghirup asap begitu lama.

"Bantu aku membawa Ghani ke mobil!" Titahnya.

Ia mengikuti langkah penjaga yang membawa sang putra ke dalam mobil yang sebelumnya telah disiapkan.

Di dalam mobil, wanita itu menangis, bagaimana tidak, karena kelalaiannya, sang putra mengalami kejadian yang begitu buruk.

"Maafkan bunda." Ucapnya penuh sesal, air matanya menetes begitu saja di pipi sang anak yang tengah terbaring di pangkuannya.

Namun jantungnya kembali berpacu saat menyaksikan kondisi sang anak yang mulai kesulitan untuk menghirup oksigen disertai batuk yang terus menerus.

"Sayang, kamu kenapa hah?!" Tanyanya khawatir.

Bagaiman ini, apa yang harus ia lakukan?!, bagaimana jika terjadi sesuatu pada sang putra?

"Percepat!" Titahnya pada sang supir.

Sesampainya di rumah sakit, mereka telah di sambut oleh dokter dan perawat yang berjaga, mereka bergegas memberikan pertolongan pertama pada Ghani.

Sayangnya, sekeras apa pun mereka berusaha, remaja itu tidak berhasil kembali, Ghani menghembuskan nafas terakhirnya setelah lima menit mendapatkan penanganan.

"Bagaimana dok?! Katakan, bagaimana kondisi putraku?" Tanya sang bunda.

Dokter itu menggeleng, "maaf bu, kondisi paru-paru anak ibu tidak memiliki kadar oksigen di dalamnya karena terlalu banyak menghirup asap." Ucap sang dokter, setelah menjelaskan, dokter tersebut mengumumkan waktu kematian Ghani.

Wanita paruh baya itu menangis histeris, ini semua akibat kelalaiannya, andai saja ia bisa menunda, mungkin sang anak masih berada di hadapannya.

Ia menghampiri tubuh sang anak yang sebagian melepuh terkena kobaran api, ia memeluk erat tubuh sang putra sembari mengucapkan kata maaf di telinga kanan sang putra.

"Maafkan bunda sayang, maaf... maaf, maafkan bunda, bunda salah, jangan tinggalkan bunda." Tangisnya.

Derap langkah kaki menghampiri dimana wanita itu tengah menangis histeris.

"Mas, bagaimana ini?, karena kelalaianku.... anakku tiada mas, aku membunuhnya!" Tangisnya di dekapan sang suami.

"Tidak, kau tidak membunuhnya, ini semua takdir..." ucap sang suami menenangkan sang istri.

Ia beralih di hadapan sang putra yang tengah terbujur kaku, pria paruh baya itu mencium dahi sang putra lamat.

"Selamat tidur pangeran ayah." Ucapnya.

Pemakaman Ghani dilakukan secara tertutup, mengingat betapa kejadian itu terjadi secara tiba-tiba, dan keluarga itu berduka, entah sampai berapa lama.

Akhirnya... setelah beberapa kali mencoba, akhirnya bisa buat prolog yang lumayan panjang.

Untuk permulaan segini dulu ya....

Bye"

jangan lupa vote and coment juseyo......

what has changed?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang