CHAPTER 3

327 54 1
                                    

Di pagi hari yang cerah, senyum anak itu kembali merekah, ia seolah telah melupakan semua kejadian buruk yang telah menimpanya beberapa hari yang lalu.

Lay sekarang tengah asik bermain seorang diri di taman belakang mansion, ia dengan lucunya bergerak kesana kemari mengejar seekor kupu-kupu yang terbang menghindari jangkauannya.

Entahlah, pemandangan itu sangat tidak cocok dengan tubuh remajanya, padahal tubuh itu telah berusia 16 tahun, sangat kontras dengan jiwa anak kecil yang sekarang menempati raga remaja itu.

Walau pun begitu, di usianya yang sekarang, Lay sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, itu semua karena kehendak sang ayah, Edgar melarang semua kegiatan yang membuat Lay berinteraksi dengan dunia luar, entah apa alasannya.

Beruntung di usianya yang sekarang, setidaknya Lay mampu membaca dan berhitung, itu semua tidak jauh dari usaha bi Ratih mengajarinya mengenal sedikit dunia pendidikan.

Dirasa sudah cukup bermain, Lay melangkahkan kakinya menuju sebuah bangku di taman tersebut, ia ingin mengistirahatkan kakinya yang lelah setelah berlari begitu lama.

Kakinya ia ayunkan kedepan dan kebelakang, walau ia sudah berada disini beberapa hari, Ghani masih tidak bisa membiasakan diri, terlebih dengan bentuk tubuhnya yang sekarang, namun ia yakin, ini semua hanya bunga tidur dan kedua orang itu adalah seekor monster, dan dalam benak Ghani, bundanya suatu saat akan datang ke mimpinya dan membawanya kembali.

Ghani rindu keluarganya, ayah, bunda, juga seluruh pekerja yang berada di mansion miliknya, dan Ghani tidak suka berada di sini, Ghani takut, walau ini semua hanya mimpi, namun tetap saja rasa sakit itu terasa nyata.

Di saat dirinya tengah memikirkan sang bunda, bi Ratih yang tak jauh dari sana memanggil namanya, bukan namanya yang asli, namun nama yang berada di dalam mimpi, 'Lay' begitulah Ghani mengingatnya.

Baginya, nama 'Lay' mudah di ingat, dan Ghani suka itu, maka dari itu, setiap ia mendengar nama panggilannya di mimpi ini, sebuah senyuman Ghani ukir di dalam wajah teduh nan tampan pemilik tubuh ini.

Ghani berlari kecil menghampiri bi Ratih yang menunggunya di tepi taman, senyum lebar Ghani berikan di hadapan bi Ratih.

"Tuan muda, sudah saatnya anda sarapan, kenapa anda melupakan waktunya? Apakah tuan muda sudah tidak menyukai masakan bi Ratih ini?" Goda bi Ratih sembari memasang ekspresi bersedih.

Lay menggeleng ribut, tidak... bukan seperti itu maksudnya, ia hanya keasyikkan bermain hingga lupa waktu, bukannya ia tidak menginginkan masakkan bi Ratih.

"Tidak tidak, maaf...." ucap Lay seranya menunduk.

Bi ratih tersenyum tipis, ia jadi merasa bersalah menggoda tuan mudanya sampai bersedih seperti itu.

"Bibi hanya bercanda tuan muda!" Tenang bi Ratih seraya mengusap pelan pucuk kepala Lay. Ia baru menyadari hal ini sekarang, tubuh tuan mudanya sudah melampaui tinggi badan miliknya, ia masih ingat, betapa kecilnya tuan mudanya saat pertama kali ia ditugaskan untuk menjaganya, dan sekarang lihatlah, betapa tinggi dan tampannya tuan mudanya sekarang, walau pun ada rasa sedih di hatinya saat melihat berat badan Lay yang tidak cocok dengan umur sang tuan muda.

"Bibi sudah buatkan tumis kangkung dan tempe goreng kesukaan tuan muda, ayo kita makan tuan!" Ajak bi Ratih, ia mengandengan tangan Lay lembut.

Dan sampailah mereka berdua di kamar milik bi Ratih, bukan tanpa alasan Bi Ratih membawa Lay ke kamarnya, ia hanya tidak ingin waktu makan tuan mudanya terganggu dengan keberadaan tuan besar.

Bukan sekali dua kali ia menyaksikan waktu makan tuan muda terganggu, kejadian itu seringkali terjadi dan berakhir Lay memuntahkan semua makanannya yang telah ia telan karena rasa ketakutannya lebih besar ketimbang nafsu makannya saat berhadapan langsung dengan sang ayah.

what has changed?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang