Ghani terbangun dengan keadaan tubuh yang begitu memprihatinkan, banyaknya goresan pada tubuhnya membuat darah keluar dari sana, bahkan ada beberapa luka yang terlihat cukup dalam.
Jangan lupakan memar disekujur tubuhnya, juga mata kirinya yang terlihat membengkak akibat pukulan yang ia peroleh dari sang ayah.
Sudah lebih beberapa jam ia terkurung disana, entahlah, mungkin sudah lebih dari sehari ia terkunci di ruangan gelap itu sendiri, tanpa ada yang menemani.
Anak itu meremang saat keadaan di sekitarnya terlihat gelap hanya ada sedikit cahaya yang masuk dari luar, Ghani sangat takut akan gelap, dan di mimpi ini ia sudah berulang kali mendapatkan perlakuan yang sama.
"Bu bunda...." panggil Ghani lirih, berulang kali ia memanggil sang bunda, namun nihil, tidak ada sahutan yang ia dengar, bahkan langkah kaki dari orang lain ia tidak mendengarnya.
Ghani menangis dalam diam, tubuhnya terasa sakit, dan sebelah matanya tidak bisa ia gunakan untuk melihat.
Tidak ada yang bisa ia lakukan, terlebih sebelah kakinya tidak bisa ia gerakkan, dan bayangan pria itu menyiksanya membuat ia menegang, Ghani menyeret tubuhnya dengan susah payah untuk mencari letak pintu ruangan itu.
Saat menemukannya, Ghani dengan brutal mengetuknya hingga tak terasa kuku-kukunya sedikit mengeluarkan darah, sangking kerasnya ia memukul pintu tersebut.
Nafasnya terasa cepat, bibirnya terlihat membiru, juga rona di wajahnya mulai menghilang, ia kedinginan, dan kepalanya terasa pusing, namun anak itu tidak berhenti mengetuk pintu itu sampai batas kesadarannya. Kini Ghani kembali pingsan dengan keadaan lebih buruk dari sebelumnya.
Pintu itu terbuka lebar, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan mata yang memerah menahan tangis, bi Ratih menghampiri Lay dengan tangan bergetar, ia takut akan keadaan Lay saat ini, walau ia sering kali menyaksikan tuan mudanya dihukum oleh sang tuan, namun kali ini adalah hukuman paling parah yang pernah tuan mudanya terima, bahkan sudah sehari ia menunggu hukuman tuan mudanya usai.
Bi Ratih memangku kepala sang tuan muda lembut, ia berusaha membangunkan Lay, namun sayang, tidak ada respont yang membuat hatinya tenang.
Ia merasakan sesuatu yang basah dari telapak tangannya, bi Ratih terkejut saat mencium bau darah yang sangat ketara dari sana, walau keadaannya lumayan gelap, ia yakin, bahwa yang terasa basah di telapak tangannya adalah darah dari Lay.
"Tuan muda!" Pekik bi Ratih, ia berusaha mengguncang tubuh Lay agar tersadar, karena tidak ada respont yang berarti, ia dengan sekuat tenaga berusaha membopong tubuh Lay.
Lay tidak berat, bahkan sangat ringan untuk bi Ratih gendong, karena berat badan Lay yang sangat rendah.
Saat keluar dari ruangan itu, bi Ratih menatap sekilas keadaan sang tuan muda, ia sudah tidak kuat menahan air matanya lagi sekarang, keadaan tuan mudanya begitu menyedihkan.
Ia berusaha mempercepat langkahnya untuk keluar dari mansion dan membawa tuan mudanya pergi kerumah sakit, saat ini ai sudah tidak peduli jika ia akan di pecat dari pekerjaannya, yang terpenting adalah keadaan Lay, sang tuan muda.
Bi Ratih beberapa kali memberhentikan taxi yang berlalu lalang di pinggir jalan, berulang kali juga ia mendapatkan penolakkan, mereka menolak karena kondisi tubuh Lay yang sangat penuh akan darah, dan mereka enggan mobil kerja mereka penuh dengan bercak darah dari Lay, sungguh Lay yang malang.
Di saat bi Ratih hampir putus asa, sebuah mobil berhenti tanpa diminta, seorang pria berpawakan tegas datang menghampiri mereka.
"Permisi, apa yang terjadi? Lebih baik kita segera membawa anak ini ke rumah sakit!" Seru pria itu tiba-tiba.
Pria itu mengambil alih tubuh Lay dari gendongan bi Ratih, setelah memasuki mobil, mereka bergegas menuju rumah sakit, ia mengendarai mobil lebih cepat dari biasanya.
"Terima kasih, dan maaf merepotkan anda tuan!" Ucap bi Ratih disela tangisnya, beribu-ribu kata syukur ia ucapkan untuk pria yang sedang mengemudi itu.
Pria itu tersenyum tipis, matanya menatap spion belakang untuk melihat wanita serta remaja yang terluka parah tersebut.
"Tidak apa, lagi pula sesama manusia harus saling menolong." Balas pria itu tulus, bukan karena apa, hatinya bergerak begitu saja saat melihat mereka berdua yang terlihat sedang berada dalam kesusahan, terlebih saat wajah remaja yang ia tolong mengingatkannya akan seseorang.
.
.
.
.Sesampainya di rumah sakit, Lay segera dibawa ke ruang UGD oleh perawat yang bertugas, mereka melakukan penanganan dengan cepat karena begitu banyak darah serta kondisi Lay yang terlihat buruk, terlambat sedikit saja bisa membuat Lay diambang kematian.
Karena darah Lay yang keluar cukup banyak, mereka terpaksa memberikan tambahan darah, beruntung stok darah di rumah sakit itu masih tersedia.
Tujuan utama mereka sekarang yaitu menghentikan pendarahan dari luka di tubuh Lay, setelah itu mereka akan melakukan prosedur selanjutnya.
Dokter dan perawat di sana ngilu saat melihat sebelah kaki pasien terlihat hancur tidak berbentuk, seperti sebuah kulit yang tidak memiliki tulang, entah apa yang sebenarnya terjadi pada pasien yang mereka tangani, juga luka memar yang begitu parah dari tubuhnya.
Suasana begitu tegang, akhirnya setelah 2 jam penanganan, keadaan Lay terbilang mulai membaik, walau sebelumnya Lay sempat henti jantung, beruntung dokter yang menangani Lay berhasil membuatnya kembali berdetak.
Tubuh Lay sekarang dipindahkan ke ruang ICU, karena keadaan anak itu yang masih memerlukan sebuah perhatian ekstra, karena sewaktu-waktu mungkin saja hal yang tak diharapkan kembali terjadi.
Bi Ratih dan pria tadibsedang mendengarkan sebuah penjelasan dari dokter yang menangani Lay sebelumnya. Abimanyu, nama pria yang menolong mereka.
Namun seketika tangis bi Ratih kembali pecah saat mendengar penjelasan sang dokter.
"Kondisi kakinya terbilang cukup parah, bisa kita lihat dari hasil rontgen yang telah kami lakukan, penyebabnya bisa jadi akibat pukulan benda tumpul yang dilakukan berulang kali menghantam kaki kirinya." Jelas sang dokter.
"Dan dengan berat hati kami menyarankan agar melakukan prosedur operasi untuk mengamputasi sebelah kakinya." Sesal dokter tersebut, walau ia tidak pernah merasakan, tapi ia mengerti seperti apa rasanya jika tidak memiliki anggota tubuh yang lengkap.
Bi Ratih terdiam sejenak, "....apa tidak ada cara lain dok?, mungkin saja kaki tuan muda saya hanya patah dok, tidak mungkin separah ini dok!" Ucapnya menyangkal.
Sang dokter menggeleng, "maaf bu, kami sebenarnya tidak ingin mengambil keputusan ini, namun jika tidak segera dilakukan, kondisi pasien akan semakin menurun, dan bisa mengancam nyawa pasien." Jelasnya.
Bi Ratih terdiam, ia tidak tahu harus mengambil keputusan seperti apa, ia takut jika menyetujui sang dokter, tuan mudanya akan bersedih telah kehilangan anggota tubuhnya. Namun jika tidak dilakukan, nyawa sang tuan muda terancam.
Butuh beberapa menit bi Ratih memikirkan keputusan apa yang akan ia ambil, karena bagaimana pun, ia tidak mempunyai hak untuk mengatur kehidupan sang tuan muda.
"Baiklah dok, anda boleh melakukannya, tapi setelah itu pastikan kondisi tuan saya kembali sehat." Putusnya. Walau sebenarnya ia tahu, tidak ada yang baik-baik saja setelah ini.
Belum cukup kehidupan tuan mudanya yang terbilang cukup menderita, sekarang tuan mudanya kembali diuji dengan keadaannya yang tak lagi sama.
'Maafkan saya tuan muda' batinnya penuh sesal.
Abimanyu turut bersedih, walau baru kali ini ia bertemu dengan keduanya, jika dilihat dari situasi saat ini, bisa ia tebak bahwa keadaan mereka jauh dari kata baik-baik saja.
Ya, memang tidak ada yang tau kemana takdir akan membawa kita kedepannya, dan Tuhan mempunyai jalannya tersendiri untuk menunjukkan kasih sayang kepada umatnya.
Update sesuai kondisi.....
Vote and coment juseyo......
KAMU SEDANG MEMBACA
what has changed?
RandomKarya 5 GHANI HANAN, seorang anak berusia 8 tahun, yang sedari kecil telah divonis oleh dokter mengidap gangguan pada mentalnya. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), itulah istilah yang biasa dunia medis gunakan untuk seseorang yang men...