4.

134 13 0
                                    

4. Rumah Piatro

Niat awal ingin membantu Niel, eh malah dia sendiri yang kena getahnya! Iya, malam ini Chandra harus berakhir di rumah Piatro.

Jangan tanya alasannya, Chandra malah makin menyesal karena sudah meminta tolong kepada Omar untuk main di pertandingan futsal esok hari. Chandra lupa, kalau semua yang ada di dunia itu tidak ada yang gratis. Kali ini, yang akan meminta bayaran kepada nya, tak lain dan tak bukan, adalah Piatro.

Si tukang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Pertama kali menginjakkan kaki di rumah Piatro, respon Chandra adalah tentang rumah Piatro yang cukup besar untuk sebuah keluarga kecil. Bisa dibilang terlalu besar. Kalimat pertama yang singgah di benaknya, berapa biaya listrik dan tagihan air yang harus dibayar?

Bukan hanya rumahnya yang mengesankan! Ibu Piatro juga sangat ramah, pertama kali Chandra datang kesini dan ia sudah disambut dengan sangat ramah.

"Maaf ya kalo Ibun heboh pas lu dateng, sangking seneng karena gua bisa bawa temen lain selain anak Rascal."

Kini, Chandra berasa di kamar Piatro, bersama sang pemilik kamar tentunya.

Hanya berdua.

Tunggu, apa aman jika ia dan Piatro ditinggalkan disini berdua?

Astaga! Kenapa dia harus memikirkan hal itu sekarang? Chandra geli sendiri.

"Hey? Kok bengong?"

"Hah, nggak bengong kok."

"Coba ulang tadi gua ngomong apa."

Chandra menundukkan kepalanya perlahan dengan ekspresi bingung sekaligus malu.

"Hehe."

Piatro terkekeh kecil melihatnya.

"Nih, gua tunjukkin sesuatu."

Piatro mengambil satu buah kardus yang terlihat cukup kokoh, memperlihatkan banyak sekali piringan hitam jadul yang kini sudah tak dipasarkan.

"Woah! Keren banget!"

Mata Chandra langsung berbinar begitu melihat berbagai piringan hitam itu, bersamaan dengan Piatro yang senyumnya semakin sumringah saat melihat Chandra.

Dia sudah tahu waktu ini pasti akan datang! Jadi sebelum itu terjadi, ia sudah mempersiapkan berbagai hal yang bisa membuat Chandra terkesan, piringan hitam ini salah satunya. Piatro tahu, meski Chandra bukan tipe 'anak musik banget' tapi dia suka dengerin lagu dan koleksi piringan hitam.

"Lu suka ginian juga?"

Chandra mengangguk semangat.

"Suka! Suka banget, malah! Kalo denger lagu dari piringan hitam, rasanya lebih ngefeel dibanding denger lewat internet. Kakek gua suka koleksi dan dia yang ngenalin gua sama piringan hitam ini, dia bahkan masih punya gramofon nya dirumah."

"Oh ya? Kalo gitu ambil aja nih, buat kakek lu biar dia punya lebih banyak pilihan lagu." Piatro menyodorkan kardus tersebut kehadapan Chandra.

"Ehh, gak usah."

"Ya udah kalo gak mau ambil gratis, gua jual deh!"

Setelah Piatro bicara, Chandra langsung mendengarkan "Berapa?"

"Satu piring, satu cium."

Chandra membuat mimik wajah jijik penuh penolakan, meledek Piatro tentunya.

"Mending cium nih pantat gua!"

Piatro tertawa girang ketika Chandra menolak mentah-mentah. Emang gak bisa berekspetasi apa-apa kalo sama Chandra tuh.

"Beneran gak mau nih piringan nya?"

Chandra menggeleng. "Kakek gua udah banyak banget dirumah, numpuk."

"Kalo gitu kapan-kapan gua deh yang main ke rumah lu, gimana? Barangkali ya kan bisa bawa pulang piringan nya kakek, syukur-syukur kalo bisa bawa pulang cucu nya juga."

"Udah ah modusnya, lama-lama kesel tau!"

Chandra mengambil beberapa langkah kearah kasur Piatro, kemudian duduk disana. Di samping kasur Piatro, terdapat gitar akustik yang nampak tak begitu terawat.

"Lu suka main gitar akustik juga ya?"

Piatro ikut duduk di samping Chandra. "Awalnya memang main gitar akustik dulu, cuman lama-lama tertarik main bass."

"Gitu ya.."

"Bisa mainnya?"

Chandra mengangguk. "Bisa, dulu pernah diajarin."

"Oh ya? Sama siapa?"

"Hmmm... lupa sih, kayaknya sama temen kakak gua. Udah lama banget soalnya."

"Waduh, bukan yang pertama dong ya gua?"

"Ck, mulai deeh."

"Bercanda, jangan bete gitu dong."

Piatro mengambil bass miliknya, mensejajarkan bass kesayangan nya itu dengan gitar yang dipegang Chandra.

"Kalo bass udah pernah belajar?"

Chandra menggeleng.

"Belum, susah gak?"

"Gak susah, malah kata gua gampangan main bass dari pada gitar."

Chandra hanya membalas nya dengan anggukan.

"Sini gua ajarin."

"Dih, ngapain?" Chandra menatap Piatro penuh tanda tanya dan kecurigaan.

"Beneran gua ajarin Chann, janji gak modus." Ucap nya sambil mengangkat jari kelingking di samping kepalanya.

Chandra kemudian menaruh kembali gitar akustik milik Piatro di tempatnya semula.

"Jadi, awalannya gimana?"

———
To Be Continued.

GEBETAN MASA GITU? ; perthchimonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang