3. Hinata

397 66 22
                                    

"Siapa yang melakukan ini, Hinata?"

Telinga Sasuke berdengung dan kepalanya pusing. Keringat dingin sebesar biji jagung membasahi wajahnya.

"Hinata?! Bajingan mana yang melakukan ini padamu?!"

Isak tangis perempuan mulai terdengar. Ruangan putih itu terasa sangat panas. Lantai rumah sakit seolah terbuat dari bara api yang sedang membakar kakinya. Wajah Sasuke memerah, ia juga ingin menangis.

"H.. Hiashi-sa..sama." Sasuke terbata-bata. Ia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin membasahi rambutnya dan menetes ke lantai.

"Maafkan saya."

Baru saja Sasuke akan membungkuk, tubuhnya telah melayang menabrak dinding rumah sakit.

"Bajingan!! Hinata, apa orang ini yang melakukan itu padamu?"

Ruangan itu terasa berputar. Rahangnya sakit. Rasa besi menyerang di mulutnya, giginya memerah karena darah. Sasuke perlahan bangun, pikirannya bimbang, ia berharap untuk mati saja. Ia sangat tidak siap mengambil tanggungjawab atas perbuatannya.

"Kau Uchiha sialan! Akan ku bunuh kau!"

Sasuke merasakan pukulan demi pukulan mengenai wajahnya. Rahangnya tidak bisa bergerak dan rasa sakit yang luar biasa menghajar sarafnya. Bau amis dan rasa besi menjadi hal terakhir yang ia ingat. Ruangan itu menjadi gelap.

Sasuke membuka mata. Keringat membasahi kening nya. Nafasnya terengah-engah, ia memandang ke sekitar. Ruangan bernuansa putih dan abu abu, ini adalah kamarnya.

"Mimpi ya."

Sasuke meremas rambut basahnya dan berdiam diri sejenak. Sudah 13 tahun tapi kejadian itu masih terasa seperti kemarin.

Sasuke menyalakan ponsel, di layar ponsel tertera angka 03.00. Sasuke beranjak dari kasurnya. Ia mengambil rokok dan membuka pintu balkon.

Sasuke menghisap rokok dan menghembuskan asapnya ke udara dingin yang menusuk kulitnya. Jalanan masih kosong, hanya ada lampu-lampu penerang jalan yang dikelilingi serangga-serangga kecil.

"Sensei s..suka wanita lebih tua atau lebih muda?"

"Hn?"

"Um..."

"Yang lebih muda."

"Um.. Suka yang seperti apa?"

"Hinata, ayo fokus belajar."

"Kalau aku suka yang lebih tua."

Anak itu memainkan pensil di antara telunjuk dan jempolnya. Sasuke memperhatikan bagaimana jemari putih bersih itu memainkan pensilnya. Jantungnya berdegup kencang.

ImpotentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang