Satu bulan lamanya tidak bertemu setelah acara reuni, hanya bertukar kabar melalui chat. Akhirnya, Arkan dapat bertemu kembali dengan Anggi. Mereka bertemu secara langsung di sekolahnya dulu. Kini sekolahnya telah banyak berubah, mulai dari bangunannya yang sudah bagus, kelasnya diperbanyak, dan ada WiFi di setiap tingkatan kelas. Selain itu, guru-guru yang pernah mengajarnya dulu, seiring waktu pindah ke sekolah lain dan ada juga yang telah pensiun.
"Kalau melihat sekolah lagi dan para siswa, jadi keinget masa lalu," ucap Arkan sembari melihat suasana sekolah di mana terdapat para siswa sedang berhamburan pulang. Ada yang membawa motor ke sekolah, ada yang di jemput, dan ada juga yang memesan ojek online.
"Iya, enggak kerasa sudah tujuh tahun. Udah banyak yang berubah juga, ya?" timpal Anggi.
"Mau ke kantin?"
"Boleh."
Arkan dan Anggi pergi ke kantin yang ternyata juga sudah di renovasi, sudah lebih bagus dan terlihat rapi dari sebelumnya ketika zaman mereka masih sekolah.
Arkan memesan semangkuk bakso dan mie ayam juga dua gelas es tea jus untuk dirinya dan Anggi. "Seperti jaman sekolah dulu," kata Arkan sambil memberikan segelas es ke Anggi.
Anggi tersenyum. "Makasih, Kan."
"Lo inget nggak, waktu pertama kali kita ketemu?" ucap Arkan.
"Inget. Bagi gue itu bukan sekedar pertemuan, tapi sebagai penyelamat gue. Makasih banget saat itu Lo dateng di saat yang tepat, Kan."
Arkan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia hanya tersenyum. Sebenarnya, saat itu Arkan tidak sengaja melihat Anggi sedang jalan sendirian sembari melamun. Terlebih lagi ada sekumpulan preman yang tengah berdiri tak jauh dari Anggi. Preman itu mengganggu Anggi dan menggodanya.
"Arkan," panggil Anggi.
"Iya?"
"Malah melamun. Mie ayam Lo tuh keburu mekar, cepat dimakan!" katanya.
"He he ... Iya, Nggi."
***
Flashback.
Arkan sedang jalan pulang bersama dengan kedua temannya, menuju halte bus. Saat itu, jarak halte dengan sekolahnya cukup jauh dan saat itu dia belum memiliki motor begitu juga dengan kedua temannya. Karena kondisi keluarganya saat itu sedang susah. Jadi harus menghemat pengeluaran.
Tanpa disengaja, Arkan dan kedua temannya melihat seorang perempuan yang sedang jalan seorang diri sembari melamun. Bertepatan dengan itu, Arkan juga melihat tidak jauh dari perempuan itu sedang berjalan, ada sekumpulan preman yang berusaha menghalau jalan perempuan itu dan menggodanya.
Arkan yang tidak berniat membantu pada awalnya, mau tidak mau menolong perempuan itu. Terlebih lagi, perempuan itu menggunakan seragam yang sama dengan seragam sekolah yang sedang ia kenakan, artinya mereka satu sekolah.
"Ar, Lo kan nggak bisa berantem," kata temannya mengingatkan sebelum Arkan bertindak gegabah.
"Kan ada Lo berdua yang jago berantem."
"Terus maksud Lo, kita harus bantuin Lo juga, nih?" kata temannya yang satu lagi.
"Yu, Dit, kita sama tuh cewek satu sekolah. Apalagi kita lihat dia lagi digodain gitu sama preman. Kalau dia sampai kenapa-napa, gimana?" ucap Arkan bersikap dramatis.
"Ya udah, Lo aja yang bantu. Kita pantau dari sini."
"Betul tuh, kata Yudit. Nah, kalau Lo udah sampe yang kenapa-napa, baru kita bantu," kata Bayu.
"Ah, nggak asik Lo berdua," kata Arkan sambil memberikan tasnya ke Bayu.
Arkan pun berlalu pergi menolong perempuan yang satu sekolah dengannya, yang sudah berteriak meminta tolong. Padahal, ada orang-orang sedang jalan di sekitar mereka, namun mereka tampak acuh tidak acuh.
"Jangan ganggu temen gue, bang." ucap Arkan sembari memakaikan jaketnya ke perempuan itu karena pakaiannya sudah terlihat kusut dan berantakan.
"Siapa Lo? Mau jadi pahlawan kesiangan nih, ceritanya?" kata preman yang terlihat sangat gagah, sepertinya bosnya.
"Abang lihat kedua cowok yang lagi berdiri di situ?" kata Arkan sambil menunjuk kearah kedua temannya yang sedang saling lempar pandang karena bingung kenapa Arkan tiba-tiba menunjuk kearah mereka.
"Orang tua mereka itu polisi, bang. Kalau Abang semua berani macem-macem, teman saya bakal ngelaporin Abang semua biar ditangkap!" ancam Arkan.
Preman itu sebenarnya percaya tidak percaya dengan ucapan Arkan. Namun setelah melihat kedua temannya Arkan, akhirnya preman tersebut pergi begitu saja. Mungkin Arkan sudah memberikan kode kepada kedua temannya itu supaya terlihat meyakinkan.
Arkan melihat kondisi perempuan yang berdiri di belakangnya. "Preman-preman itu sudah pergi. Lo udah aman sekarang," ucap Arkan pada perempuan itu.
"Terima kasih," ucap perempuan itu sambil sesenggukan.
Arkan terlihat bingung harus ngapain karena sebelumnya belum pernah ada perempuan yang menangis di depan dia. Kedua teman menghampiri Arkan yang sedang kebingungan.
"Ditenangkan, bego, bukannya cuma dilihat," kata Yudit sambil berbisik di telinga Arkan.
Bayu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala karena heran bisa berteman dengan seorang Arkan.
Arkan dengan ragu-ragu menenangkan perempuan itu dengan menepuk-nepuk pelan bahu perempuan itu. "Udah, nggak apa-apa, udah aman sekarang. Kan, ada gue sama kedua teman gue," ucap Arkan.
"Duduk dulu, yuk!" kata Bayu sambil membawa perempuan itu ke bangku yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. "Kalau udah tenang, bilang, ya?"
Perempuan itu mengangguk.
Setelah beberapa menit menunggu. Perempuan itu akhirnya berhenti menangis sepenuhnya. "Makasih, ya, semuanya?" ucap perempuan itu.
"Iya, sama-sama," ucap Arkan.
"Iya," jawab Yudit dan Bayu bersamaan.
"Jadi, nama Lo siapa? Lo anak Kebangsaan juga?" tanya Arkan.
"Menurut Lo aja, Ar. Kan Lo bisa lihat dari seragamnya," ucap Yudit sedikit geram dengan kebodohan Arkan. Entah pura-pura bodoh untuk berbasa-basi atau beneran bodoh, Yudit sudah tidak tahu lagi.
"Nama gue, Anggita, biasa di panggil Anggi. Iya, gue juga anak Kebangsaan, juga." kata perempuan yang bernama Anggi.
"Anak baru?" tanya Bayu.
"Enggak. Gue dari awal masuk udah sekolah di Kebangsaan, kok. Ikut mos," katanya.
"Tapi, gue kok, jarang ngeliat Lo di sekolah, ya?" kata Bayu lagi.
"Ya, karena Lo sering bolos, Bambang!" ucap Yudit geram. Yudit menggeleng-geleng kepala. Bisa-bisanya dia mendapatkan teman seperti Arkan dan Bayu.
"Nama gue, Arkan. Ini, Bayu. Ini, Yudit." ucap Arkan mengenalkan diri dan kedua temannya. "Salam kenal, ya?" Arkan mengulurkan tangannya dan dibalas dengan Anggi.
"Salam kenal, juga." katanya.
"Lo pulang naik bus?" tanya Yudit.
"Enggak, rumah gue nggak jauh kok, dari sini. Tinggal jalan lurus aja sedikit lagi, terus sampai, deh." jelas Anggi.
"Kalau gitu, hati-hati ya, jangan sampai melamun. Kita bertiga pulang naik bus, sebentar lagi busnya tiba. Kalau ada apa-apa, temui gue atau kedua teman gue di kelas. Kelas 12 IPS-4, yang kelasnya paling ujung. Oke?" kata Arkan. Anggi hanya mengangguk sembari tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Luka
RomanceDisarankan untuk pembaca 16+ ~~ Maaf telah menggoreskan luka kepada dirimu yang sudah sembuh dari luka yang sebelumnya. -Arkan