46. Cambuk

10.9K 594 297
                                    

••• Bismillahirrahmanirrahim •••

Selamat membaca.

••|||••

*****

Hari berganti, hanya hitungan jam saja waktu tersisa, tapi bukti belum juga di dapatkan yang akan menyelamatkan Gus Zidan dari hukuman tersebut.

"Sayang" elus seorang pria pada pipi tembam wanita yang sedang pules-pulesnya tidur.

"Ekghhh" tidurnya terusik akibat elusan itu.

"Bangun dulu yuk kita tahajjud"

"Iya mas" ucap wanita itu bangun dari duduknya dibantu sang suami.

Mereka adalah Gus Zidan dan Ning Adzkiya yang tertidur di ruang milik Gus Zidan sendiri, dikarenakan Adzkiya tidak ingin meninggalkan suaminya sendiri.

"Kita ambil wudhu dulu" Adzkiya mengangguk.

Selesai berwudhu keduanya langsung melaksanakan sholat tahajjud dan dilanjutkan dengan zikir dan doa begitu panjang meminta petunjuk sebuah kebenaran atas apa yang telah terjadi, meminta untuk di beri jalan keluar atas semua masalah ini.

Diruang Gus Zidan itu lengkap yah, ada sajadah dan juga mukena, memang milik kedua pasangan itu. Jadi mereka tidak perlu repot-repot untuk pulang atau ke mesjid.

Lanjut...

Keduanya selesai melaksanakan sholat tahajjud Gus Zidan berbalik badan menghadap sang istri yang ternyata...

"Kamu nangis sayang"

"Kiya takut mas"

Gus Zidan langsung memeluk istrinya itu.

"Kita semua serahkan sama Allah yah"

"Kalo kita ngga nemu bukti itu gimana" tangis Adzkiya begitu pecah dipelukan suaminya.

"Mas harus jalanin hukumannya" Adzkiya langsung menggeleng.

"Cambuk itu pedih mas, sekali kena aja bisa bikin luka parah terus ini seratus kali, Kiya ngga mau"

"Suthhh" Gus Zidan memberikan elusan ternyaman nya kepada sang istri.

"Mas tau sayang, tapi mas harus jalaninnya"

"Terus Kiya gimana mas"

"Kamu cukup doain mas yah" keduanya menangis di pelukan masing-masing rasa tidak ikhlas akan semua ini.

*****

Gus Zidan membawa sang istri berjalan-jalan di sekitar pesantren sambil menghilangkan kesedihan sang istri.

Dua-duanya memang bersama tapi tidak ada satu katapun yang mereka keluarkan.

Suasana pagi itu terasa berbeda di pesantren yang biasanya ramai dengan suara santri-santri kini sunyi seperti tidak ada kehidupan.

"Sayang"

"Hm"

"Udah dong jangan murung gitu mas gak suka lihatnya"

Janji Sakral ZiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang