C : 04

20 3 0
                                    

JARUM jam sudah semakin menghampiri angka dua tiga puluh pagi. Arsa masih saja melakukan regangan kecil untuk menghilangkan rasa nyeri di ototnya yang terasa kaku. Handuk di capai dan kaki terus melangkah masuk ke kamar mandi. Tiga puluh menit berlalu, Arsa kembali muncul dengan piyama hitam yang membaluti tubuh mungil yang dia miliki sambil tangannya berusaha mengeringkan rabutnya menggunakan handuk. Hpnya di capai dengan senyuman di bibir merahnya yang mekar indah. Pikirannya mula membayangkan hal yang terjadi di bandara Belandia sebelum dia berangkat menaiki pesawat.

“ Kamu jangan melupakan ku di sini, dek.” Pesan Yuda.

Elyna yang berada di sisi yuda hanya tersenyum mendengar kata itu. Walau dia tidak terlalu mengerti dengan bahasa yang dua sosok itu gunakan, setidaknya dia masih memahami satu dua kata. “ Ya… you must remember that.”

Lengan Elyna di jepit dengan hujung jari setelah mata Arsa melihat senyuman nakal milik temannya itu.

“ Oke. Aku janji.” Arsa membalas dengan pandangan mata yang masih belum lepas terus memandangi Elyna. Hati ini tiba-tiba terasa berat untuk meninggalkan temannya. Tapi mau bagaimana lagi, tanah kelahirannya sudah lama menanti kepulangan Arsa.

“ Iya, Kak Yuda. Arsa tidak mungkin melupakan Kak Yuda. Kakak jaga diri baik-baik di sini dan aku titip Elyna pada Kak Yuda.” Pesan Arsa pada Yuda sambil tangannya bergerak menjepit kedua pipi gembul milik Elyna.

“ Nanti kalau sudah sampai, jangan lupa kasi kabar ke kakak. Jika tidak ada halangan, aku bakal menyusul mu secepatnya.” Lagi Yuda meninggalkan pesannya pada Arsa.

Lamunannya tiba-tiba saja hilang setelah hp nya kembali berbunyi. Terlihat kerutan di dahi Arsa. Siapa yang mengirimkan pesan padanya? Pantas saja dia membuka pesanan itu.

- Semoga selamat sampai. Kabari aku setelah mendarat di bandara.

Ah, pesan dari Kak Yuda ternyata. Senyuman terukir di bibirnya.

“ Arsa balasnya besok saja ya, Kak Yuda.” Putus Arsa. Tubuhnya di rebahkan di ranjang yang telah lama dia rindukan dan tidak lama Arsa hilang di bawa mimpi indah malam itu.

.

.

.

“ ARSA, ayo, sarapan. Hari ini bunda sudah memasak makanan kesukaanmu.” Fayyana berkata setelah melihat sosok Arsa menuruni anak tangga.

Arsa terus saja mengambil tempat di meja makan. Dari lantai atas lagi, hidungnya sudah mencium bau yang sungguh menggugah seleranya, peutnya berbunyi meminta untuk di isi.

“ Emmm… baunya enak, bunda! Sungguh, aku sering merindukan masakan bunda.” Arsa berbicara dengan nada manja.

“ Tadi pagi bunda menelepon mertua mu, Sa. Bunda mengabarinya jika kamu sudah pulang. Katanya dia tidak sabar untuk bertemu dengan mu. Dia rindu dengan menantunya ini.” Fayyana kembali membuka kata sambil tangannya bergerak, mencuil pipi gembil anaknya.

Arsa yang sedang menikmati kopi yang disediakan malah tersedak. Kotak tissu terus saja dia capai dan menarik keluar beberapa lembar tissu untuk membersihkan sisa kopi yang tersembur keluar tanpa sengaja. Pikirannya mula memikirkan beberapa hal terkait mertuanya yang baru sempat dia kenal selama 2 minggu sebelum dia memutuskan untuk ke Belandia. Rasa rindu mula timbul pada mertuanya itu. Terbayang raut wajah mereka di benaknya.

" Memangnya mama Leo masih mertua ku?” tanpa sadar, pertanyaan yang seharusnya Arsa katakan di dalam hati malah terlepas begitu saja. Bunda memandang pada Arsa dengan mata yang membulat  besar. Mungkin tidak menduga jika Arsa akan mempertanyakan hal itu.

Begin Again [ BL ] - slow updateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang