Larasita Maira pernah hampir kehilangan nyawa karena memulai pernikahan pertamanya dengan cara yang salah. Kejadian itu cukup mengguncang batinnya, yang kemudian membuatnya sadar dan berusaha memperbaiki diri.
Waktu berlalu, dan Laras kembali dihada...
Part kemarin udah banyak yang kesel ya. Aku mau warning aja kalau part ini akan bikin tambah kesel yang udah kesel.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dari celah gorden yang tak tertutup sempurna, Laras memeriksa waktu untuk ke sekian kalinya. Jam dinding berwarna putih di ruang tamu rumahnya itu kini menunjukkan pukul sembilan malam. Tepat 30 menit sejak ia memutuskan berdiam diri di teras rumah, menantikan Dirga yang malam ini sepertinya terlambat pulang.
Pandangannya kembali mengarah lurus ke jalan depan rumahnya yang tampak lengang. Sesekali Laras menarik napas panjang dan mengembuskannya kasar. Ia sangat berharap Dirga lekas datang dan ia bisa mengenyahkan seluruh keresahan di dada yang menyiksanya sejak pagi. Satu tangannya meraih ponsel dari saku piyama satin yang dipakainya. Tidak ada tanda-tanda Dirga menjawab pesan yang ia kirimkan sejak dua jam yang lalu.
"Ayas?"
Samar terdengar langkah mendekat diiringi dengan namanya dipanggil, membuat Laras menoleh ke belakang. Hapsari di sana, berdiri di ambang pintu menatap Laras lembut.
"Ibu, belum tidur?" tanya Laras seraya menghampiri Hapsari.
"Sampai nunggu di luar begini?" Hapsari tersenyum menggoda di ujung kalimatnya. Diliriknya juga pagar rumah yang terbuka lebar. Laras memang se-tidak sabar itu, ia membuka pagar lebar-lebar berharap Dirga bisa langsung memasukkan mobil ke dalam dan mereka bisa segera bicara.
"Sudah coba telepon Dirga, dia masih di kantor atau memang sudah di jalan?" Hapsari bertanya lagi.
"Aku sudah chat tadi. Belum dibalas. Kemungkinan Mas Dirga masih di perjalanan, Bu."
Hapsari pamit ke dalam rumah, sementara Laras melanjutkan kegiatannya menunggu Dirga dengan duduk di kursi teras. Tidak lama waktu berselang, penantian Laras berakhir kala mobil Dirga memasuki pekarangan rumah. Laras berdiri, melipat tangannya di depan dada sambil mengawasi Dirga yang memakirkan mobilnya.
Namun, Dirga tidak juga menunjukkan batang hidungnya bahkan setelah mobilnya terparkir sempurna. Laras mengayunkan langkahnya tanpa ragu untuk menghampiri Dirga. Sesuai dengan harapan Laras, Dirga lantas membuka pintu bertepatan dengan dirinya yang tiba di sana.
"Ras, aku kira siapa."
Sepasang mata Laras membola menanggapi ucapan Dirga.
"Tumben banget nunggu aku di depan rumah, malam-malam begini," ujar Dirga lagi seraya meraih ranselnya di kursi belakang."
Laras masih setia mengawasi setiap pergerakan Dirga yang terkesan lambat baginya. Kemudian, terlintas ide untuk bicara dengan Dirga saat ini saja. Maka, saat Dirga sudah akan beranjak turun, Laras menahan pria itu dengan menyentuh lengannya.