4

789 77 7
                                    

"Shsss, pala aku pusing." Gumam seorang remaja kecil, dia hanya diam karena saat ingin menggerakkan tangan atau pun duduk tak bisa. Otot nya terasa keram dan kaku.

Bibir remaja kecil itu mulai turun ke bawah saat melihat tangan nya yang di infus, rasanya sakit sekali jika dirasakan. "Emmm aku dimana, hiks! Mamaa huaaa." Tangis remaja kecil itu.

"Huaaa hiks uhuk uhuk! Emm mama hiks." Suara tangisan yang membengkak kan telinga itu mengundang bodyguard yang berjaga diluar itu untuk masuk ke kamar.

Bodyguard itu meringis pelan, dia bingung cara menenangkan tuan kecil ini. "Aduh tuan kecil cup cup jangan menangis..... hey bodoh cepat panggil tuan Candra!" Pekik bodyguard itu dengan pelan diakhir.

Bodyguard yang satu nya lagi pun segera berlari untuk memanggil Candra, bodyguard yang di kamar itu bingung bagaimana cara menghentikan tangisan tuan kecil nya itu. Ingin menggendong tapi di tubuh mungil itu terdapat banyak alat.

Alhasil bodyguard itu hanya mengelus pelan dahi Ian yang berkeringat, "hiks mama...." Bodyguard itu agak bingung saat tuan kecil ini mengucapkan kata mama.

Lael di panggil Ian mulai sekarang


"Iya tuan, nanti mama kesini." Ian hanya melihat bodyguard tapi mulut kecil nya itu masih saja merengek dengan air mata yang terus saja mengalir,

"emm, mama hiks! Mama!"

Bodyguard itu berdiri sembari menjambak rambut nya sendiri, dia pusing sekali mendengar suara tangisan tuan kecil nya. "Tuan hiks, ayo datang." Batin bodyguard itu menangis dalam hati.

"Ya ampun sayang, jangan menangis bear..." Candra baru saja datang, dia langsung mencium kening Ian dan mengelus nya. Sontak tangisan Ian mulai berhenti hanya tersisa sesenggukan kecil.

"Mama...." Candra mengangkat sebelah alis nya bingung, lalu dia menunjuk diri nya sendiri sembari berkata. "Mama?" Ian mengangguk sembari tersenyum memperlihatkan gigi kelinci nya.

Candra terkekeh pelan, "no mama sayang, baba panggil baba okey?" Ian merengut pelan, "mama!" Candra menggaruk kepala nya pelan. Bagaimana ini dia lelaki masa dipanggil mama.

"Iya sayang panggil saja mama." Candra melotot saat melihat Juan yang tanpa dosa nya berkata seperti itu, "mama, mama, mama." Gumam Ian pelan sembari menatap Candra.

"Huh, baiklah. Panggil saja mama." Candra hanya pasrah, lalu dia mulai mengecek keadaan Ian. Bayi kecil nya ini, dan ternyata tubuh nya mulai pulih hanya butuh istirahat yang cukup.

"Tidak mau, mau nya mama!" Pekik Ian sembari menutup mulut kecil nya, Juan pun menyerahkan mangkok berisi bubur itu kepada Candra. "Sayang tidak boleh begitu, papa sedih tau."

Ian menatap papa nya itu, Juan hanya diam dengan tatapan datar seperti biasa. "Tidak tuh." Candra tertawa pelan. Si bodoh itu memang tidak bisa membuat raut wajah lain selain datar.

•••••

"Ish aku bingung." Gumam Ian, sekarang sudah jam 6 sore dia tadi tertidur dari jam 4 sehabis mandi. Dan sekarang kamar nya sepi, ngomong-ngomong di tangan nya masih terpasang infus mama nya bilang itu karena tubuh nya masih lemah.

Ian memijit pelan kepala nya dengan tangan yang tidak terinfus, jujur dia bingung dengan memori nya sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi dia sangat bingung.

Nama nya benar-benar Ian bukan?

Lalu, siapa itu Lael?

Siapa itu Lutfi?

Sebenarnya dia itu Lael atau Ian?

"Gatau Ian pusing!"

"Aaaaaa, Ian pengen pipis." Rengek Ian, karena banyak berfikir akhirnya dia jadi pengen buang air kecil. Hubungan nya dari mana coba?

Dia ingin turun tapi tubuh nya lemas sekali, belum lagi dengan infus sialan yang menempel di tangan nya.

"MAMA! PAPA HUAAAA...." Tangis Ian pun pecah, karena apa? Karena sekarang dia sudah mengompol di kasur lihat lah sebagian kasur, bantal, guling bahkan selimut sudah basah.

Tuk

Tuk

Tuk

Ian yang tadi menunduk melihat celana nya yang basah pun seketika mendongak dan menemuka seseorang yang menurut cukup familiar, siapa ini?

"Anjir ngompol, haha." Ian menggigit bibir bawah nya kesal dengan mata berkaca-kaca, karena orang ini dengan tidak berdosa nya tertawa bahkan sampai memegang perut.

Azka yang tadi tertawa pun seketika berhenti saat melihat air mata Ian mulai berjatuhan melewati pipi chubby itu, "eh gu- abang bercanda bayi ya ampun."

Azka kelimpungan sendiri saat melihat Ian yang masih saja menangis, dia pun mengangkat Ian dengan pelan dan dia taruh di kasur yang belum terkena air kencing Ian.

Dengan terlaten dia menganti celana ian, sebenarnya dia agak bingung saat menemukan popok di lemari kecil samping skincare milik Ian. Akhirnya Azka memilih memakaikan itu ke Ian.

"Kok pakai ini?" Azka menoel gemas hidung bangir Ian, "yeee, lu tukang ngompol jadi kudu pake ini." Jawab Azka, setelah itu dia menggendong Ian dan dia bawa ke bawah. Untuk tiang Infus dia mendorong nya pelan.

"Wah siapa itu?" Tanya Ian, sembari menunjuk ke arah Raka. Azka tersenyum miring. "Dia orang jahat
yang suka makan anak kecil kayak kamu, jadi jangan ditemenin."

"Olang jahat? Suka makan anak kecil, ih selem." Raka yang mendengar bisikan mereka berdua pun memandang datar Azka.

Candra yang baru saja datang dengan jas dokter yang masih terpasang di tubuh nya pun terkekeh pelan, lihat saja pasti Azka akan meminta maaf sampai menangis kepada Raka.

"Mama!" Candra segera mengambil Ian dari gendongan Azka, dia mencium gemas pipi Ian. "Loh adek pake diapers?" Tanya Candra sembari meraba bokong Ian.

Ian mengangguk polos lalu menunjuk ke arah Azka, "abang itu yang pakein, kata nya Ian tukang ngompol." Candra terkekeh pelan saat mendengar jawaban polos Ian.

"Azka, Raka berhenti bertengkar. Ayo segera makan malam." Raka yang tadi ingin memukul pipi Azka pun tak jadi dan mengikuti Candra menuju ke ruang makan, Azka pun mengelus pelan dada nya bersyukur karena tidak jadi merasakan sakit di pipi nya selama 3 hari.

"Papa mana?"

"Papa lembur sayang, pulang nya nanti jam 10."

"Bang Raka, maafin gue plisss."

"Ck, diem atau gue tonjok."

•••••

Hallooo, ada yang nungguin gue?

Enggak? Jahat🥺

Maaf yaa barusan up, biasa org sibuk awokwok

Jaga kesehatan free 🇵🇸🇵🇸🇵🇸

See you!

I'm Ian? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang