"Kau sedang menyampaikan lelucon atau apa, Kinan?"
Mata Kinan meredup, Angga hanya terdiam ditempatnya dengan jantung berdebar kencang karena panik, dia takut Papanya akan mengambil tindakan yang cukup berisiko mengingat dia adalah orang bersumbu pendek.
"Jelaskan pada Papa sekarang, Angga." Dia sengaja menekan setiap katanya, membuat Angga menjadi terintimidasi dengan auranya.
Angga mengertak, dia mengusap wajahnya. "Yang diucapkan Mama, itu benar, aku.. suka cowok."
Edgar terdiam, walaupun tidak ada reaksi yang dikeluarkannya tetapi Angga dan Kinan jelas bisa merasakan hawa disekitar mereka semakin memburuk menandakan situasinya memang sangat kacau saat ini, Angga hanya bisa menghela nafas. "Maaf,"
"Aku tidak butuh maafmu, Angga."
Pria dengan tinggi hampir 2 meter itu berdiri dengan angkuh, wajahnya terlihat mengeras namun tatapannya sangat tenang lalu dia menatap Kinan.
"Mari kita berbicara berdua, Kinan. Dan.. Angga, pergi kekamar dan jangan harap kau bisa pergi ke mana-mana dengan bebas mulai sekarang," Ucap Edgar dengan nada angkuh, dia berjalan mendekati istrinya dan mengulurkan tangannya untuk Kinan pegang.
Mereka berdua segera berjalan meninggalkan Angga sendirian di meja makan.
Angga mengusak rambutnya dengan kasar, rahangnya mengeras, dadanya terasa sakit dan pikirannya kalut, dia bingung harus melakukan hal apa setelah ini. Dirinya merasa seperti dikhianati, oleh Mamanya sendiri namun mereka bahkan tidak membuat sebuah janji, dia mengertak.
"Sial.."
Dia tidak takut dengan segala hukuman tidak masuk akal yang akan dia terima lagi dari sang Papa, dia akan menerima dengan senang hati jika dia harus hampir mati karena hukuman dari Edgar, dia hanya takut jika Faza akan terseret dalam masalah ini.
Angga hanya takut, Papanya akan berbuat sesuatu kepada Faza, bagaimanapun juga Papanya memiliki koneksi disegala penjuru dunia, dia bisa mencari seseorang atau apapun hanya dengan sekali suruh.
Bahkan terkadang, Edgar tidak segan membunuh seseorang, Angga tahu kalau ayahnya itu seorang mafia namun Edgar selalu menyembunyikan fakta bahwa dia seorang mafia dan selalu menegaskan kepada Angga bahwa dia hanya bekerja sebagai CEO biasa di sebuah perusahaan.
Dia baru kepikiran sekarang, memiliki keluarga berpengaruh sangat merugikan dirinya jika hal ini terjadi, dan dia menyesal, Angga berharap dia lahir dikeluarga biasa dan sederhana.
Tanpa pikir panjang dia berlari kekamarnya, menutup pintu kamarnya dengan kencang dan segera mencari ponselnya, dia segera mencari kontak Faza dan menelponnya saat itu juga, butuh waktu lama untuk Faza mengangkatnya.
'Oh Angga, ada apa telpon malem-malem? Sorry baru jawab, masih ada shift,'
Seketika bahu tegang Angga melemas, dia mengusap wajahnya dengan sedikit lega setelah mendengar suara Faza yang terlihat baik-baik saja.
"M-maaf.. gue cuman mastiin keadaan lo," Gumam Angga.
Disisi lain Faza terkekeh, 'Gue oke disini.. eh Ngomong-ngomong kalau ada hal yang mau diomongin chat aja ya? gue dipanggil nih, dadah!'
Tutt.. Tut..
"Tunggu- Akh, fuck, dia lagi dimana sih?" Gerutu Angga, dia melempar ponselnya ke kasur.
Remaja jangkung itu mengusap wajahnya, suasana hatinya sedang kacau sekarang, dia bingung dengan apa yang harus dia lakukan jika Papanya benar-benar akan bertindak, dia sangat benci itu, dia sangat benci bahwa kesenangannya diganggu bahkan jika yang menganggu adalah keluarganya sendiri, dia tetap akan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confused Fate [On Going]
Teen FictionPada awalnya ini hanya perasaan denial dari Angga untuk Faza, namun hanya karena kejadian kecil yang tidak sengaja terjadi diantara mereka membuat perasaan itu perlahan tumbuh. Mereka tumbuh seiring berjalannya waktu, membuat Angga hampir tidak dapa...