Chapter Eight

28 2 0
                                    


3 hari telah berlalu..

"Dimohon untuk tenang ya kak, kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk operasinya, mohon kakak tenang dan bersabar menunggu disana, terimakasih."

Air mata Faza tidak bisa berhenti mengalir, isakan terus terdengar dari mulutnya, dia duduk dikursi tunggu dan menutupi wajahnya sambil menangis.

Ibunya mengalami gagal jantung setelah 3 hari dirawat dirumah sakit, pihak rumah sakit mengatakan bahwa bundanya, Dinda, harus segera dioperasi setelah dia diperiksa 1 hari yang lalu saat bundanya sudah sadarkan diri namun Dinda malah menolak hal tersebut karena takut akan membebani Faza tentang biaya.

Dinda terus bersikeras, hingga tadi saat Faza baru saja pulang dari gladi bersih event dia mendapat kabar kalau bundanya mengalami kejang dan dikabarkan mengalami gagal jantung, membuat dia harus dioperasi mau tidak mau.

Dan disinilah dia sekarang, menangis meraung-raung memikirkan bagaimana keadaan bundanya. Faza berharap bundanya akan selamat setelah operasi selesai, dia berdoa banyak untuk keselamatannya.

"Faza!"

Suara ketukan sepatu yang ramai membuat Faza menoleh, dia mengusap bekas air matanya dengan bajunya, menetralkan pandangannya untuk melihat siapa yang datang lalu tiba-tiba sebelum dia melihat siapa dia orang itu lebih dulu memeluknya dengan erat sebelum dia siap.

Faza hendak menolak, namun raganya seolah berkata lain, itulah yang dia butuhkan saat ini, mungkin.

"Faza, ya ampun, lo gapapa?" tanya Chelsea dengan nada khawatir, dia mengusap-usap pundak Faza dengan pelan.

Faza merasa pertahanannya runtuh seketika, rasanya dia ingin menangis dan meraung-raung selagi Nara mengusap air matanya yang mulai berjatuhan, dirinya tidak kuat membayangkan bagaimana nasib bundanya nanti, dia merasa bingung dan rapuh, dia hanya tidak tahu harus bagaimana.

Nara tersenyum lembut, dia merangkul pundak Faza dengan erat, dia sudah menganggap Faza sebagai adiknya sendiri semenjak mereka selalu bersama sejak dulu, dia merasa keberadaan Faza spesial untuknya. "Udah, udah, gapapa ya? kita doa sama-sama, yakin pasti bunda lo selamat,"

Badannya gemetar, dia menutupinya dengan kedua telapak tangannya membiarkan Nara dan Chelsea menenangkannya namun pikirannya masih kalut.

"G-gue takut Nar.." gumam Faza, suaranya serak dan lemah seolah-olah pita suaranya akan putus setelahnya, Nara dengan sigap menenangkannya.

Nara menghela nafas, "Tenang, Za, tenang, gue yakin bunda lo selamat, percaya sama dia ya? dia kuat, dan dokter pasti bisa lakuin operasinya,"

Sedangkan Chelsea memijat keningnya pusing, dia merasa iba kepada Faza, ini benar-benar mengejutkan mereka berdua karena Faza menelpon mereka pagi-pagi tepat saat mereka hendak berangkat ke sekolah.

Dia tidak pernah memberitahu siapapun selama ini tentang keadaan ibunya sendiri, mereka berdua bahkan tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi.

"Kenapa lo ga bilang kalo Bunda lo masuk rumah sakit?"

Faza mendongak, "Maaf.. gue emang gamau ngasih tahu orang-orang sebelumnya ..."

Chelsea menghela nafas, "It's okay to tell us anything, Za, jangan anggap kita orang asing," gumamnya.

Mereka duduk bersama dikursi itu, bersama-sama bedoa untuk doa dan tujuan yang sama, mendoakan Dinda alias bundanya Faza, selamat dari penyakitnya.

.

.

Angga mengamati tempat, suasana dan kondisi panggung dimana mereka akan mengadakan event besar-besaran tahunan yang akan diadakan dalam 1 hari lagi, mengamati tukang yang bekerja kesana kemari, para penjual makanan yang menyiapkan stand mereka dan juga teman-teman sekaligus siswa dari sekolah lain yang berpartisipasi dalam acara ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Confused Fate [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang