BAB 2 - Kembali ke Sekolah, Lagi...

22 3 1
                                    

Aku merasa seluruh situasi semakin aneh dan tidak masuk akal. Mungkin ini hanya mimpi atau semacam ilusi yang sulit dijelaskan. Aku mencoba menenangkan diri, tetapi pikiranku masih dipenuhi kebingungan tentang apa yang harus kulakukan selanjutnya.

Aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan mengeksplorasi rumah yang terasa asing bagiku. Ruang tamu, dapur, dan kamar mandi semuanya tampak bersih dan rapi, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain di dalam rumah itu. Yang ada hanyalah keheningan.

Aku kembali melihat ponselku, mencoba mencari petunjuk tentang apa yang sedang terjadi. Aku membuka pesan-pesan lama di ponselku, berharap menemukan sesuatu yang dapat membantu menjelaskan situasi ini. Pesan-pesan itu adalah pesan dari masa lalu, berisi percakapan dengan teman-temanku saat SMA.

Dalam upayaku mencari informasi, aku mencoba menelepon ayahku, berharap mendapatkan petunjuk.

Namun, aku tidak menemukan kontak ayahku di ponselku. Bukankah aku sudah menyimpannya? Dalam kebingungan, aku tidak punya pilihan lain selain menelepon ibuku. Untungnya, kontak ibuku ada di ponsel.

"Halo, Bu?" sapaku.

"Iya, Nak. Ada apa?" jawabnya.

Suara yang sama sekali tidak ku kenal. Aku tidak tahu siapa ini, meskipun jelas di ponsel tertulis "Ibu."

"Ini siapa?" tanyaku dengan gugup.

"Jangan bercanda, Fikar. Ini Ibu. Apa kau mengigau?" jawabnya.

"U-um... Ibu sedang di mana sekarang?"

"Bukankah Ibu sudah bilang? Ibu sedang bekerja di luar kota. Nanti Ibu akan pulang jika pekerjaan di sini sudah selesai. Bagaimana sekolahmu? Kamu sudah di sekolah, kan?"

Aku terkejut dan segera melihat jam. Ternyata sudah pukul 7 pagi. Aku lupa bahwa hari ini adalah hari Senin, padahal tadi aku sudah melihat kalender.

"Oh iya, Fikar lupa, Bu," jawabku.

"Haduh, kamu ini ya, jangan bolos sekolah. Awas saja kalau ada yang absen di rapormu," ucap Ibu dengan nada tegas.

"O-ok..."

Itu bukan Ibu yang kukenal. Mungkin nanti akan ada penjelasannya. Untuk sekarang, aku akan pergi ke sekolah dulu untuk mencari informasi.

Meskipun rumah ini terlihat bersih dan rapi, aku tidak merasa nyaman di dalamnya. Sepertinya ini adalah rumahku sekarang, tapi ada perasaan asing yang sulit dihilangkan. Aku memutuskan untuk memeriksa lebih lanjut, mencari petunjuk tentang di mana barang-barang milikku berada.

Aku berjalan mengelilingi rumah, mencoba mengenali setiap sudut ruangan. Namun, semuanya tampak asing. Perabotan dan dekorasi di rumah ini juga tidak terasa akrab bagiku. Perasaan ini membuatku semakin sulit merasa nyaman dan yakin tentang apa yang harus kulakukan selanjutnya.

Aku memutuskan untuk memeriksa lemari pakaian, berharap menemukan seragam sekolahku. Tak lama kemudian, aku menemukan seragam sekolah yang sama seperti sebelumnya, menunjukkan bahwa aku masih bersekolah di SMA yang sama.

Aku segera mengenakan seragam tersebut dengan cepat. Waktu semakin terbatas, dan aku harus segera menuju sekolah sebelum gerbang ditutup. Namun, sebelum pergi, aku perlu mencari tas sekolahku.

Aku berkeliling rumah, mencari di mana aku mungkin meninggalkan tas sekolah. Setelah memeriksa beberapa ruangan, aku akhirnya menemukan tas sekolahku tergeletak di ruang tamu. Dengan cepat, aku mengambil tas tersebut, memastikan semua yang kubutuhkan sudah ada di dalamnya.

Dengan tas di punggung dan seragam sudah kukenakan, aku bergegas keluar rumah dan menuju ke sekolah. Aku berharap situasi di sekolah akan memberikan petunjuk tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin aku juga bisa ke rumahku yang sebelumnya.

Jalan yang kutempuh menuju sekolah tampak asing bagiku. Oleh karena itu, aku menggunakan aplikasi peta di ponselku untuk memastikan aku tidak tersesat.

Sesampainya di depan gerbang sekolah, aku merasakan nostalgia yang kuat. Aku melangkah masuk, mencoba mengingat kembali setiap detail yang dulu begitu akrab bagiku.

Aku menuju ke kelas dan melihat beberapa teman yang menyapaku, seperti Zayn, Kley, dan teman-teman lainnya. Aku tak menyangka bisa bertemu dengan mereka lagi setelah sekian lama.

"Pagi, Fikar!" sapa mereka dengan riang.

"Ya, pagi," jawabku dengan senyum.

Aku melangkah menuju tempat dudukku, tetapi betapa terkejutnya aku ketika melihat seorang siswi yang sama sekali tidak kukenal sudah duduk di kursiku. Perasaan bingung dan penasaran langsung muncul dalam benakku. Siapakah dia? Mengapa dia duduk di tempatku?

Original story by Dio Schrift

Dimensi Kembar: Dua WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang