Neysha menghela napas panjang setelah dosen wanita—dengan wajah yang suka mengintimidasi para mahasiswa—menyelesaikan mata kuliah sintaksis. Setelah dosen tersebut keluar ruangan, suara gaduh dan berisik mulai terdengar kembali.
"Tugas lagi, tugas lagi, udah berapa banyak nih—" keluh Neysha sambil menutup bindernya yang berisikan tulisan hasil menyalin catatan teman di sampingnya dan memasukkan benda itu ke dalam tas jinjing warna putih yang disampirkan di bahunya.
"'Kan udah dikasih tau, setiap pertemuan pelajaran Bu Tita selalu ada tugas," sela temannya itu yang bernama Kana.
"Iya, tapi semua dosen ngasih tugas," balas Neysha.
Selagi temannya itu membereskan barang, Neysha mengeluarkan kotak bedak untuk mengecek wajahnya pada cermin kecil dalam kotak itu.
Setelah itu, mereka berjalan keluar ruang kelas. Selangkah melewati pintu, teriakan seseorang mengalihkan pandangan mereka. "Neysha!" Seorang laki-laki menghampiri mereka berdua.
"Hmm, pacarnya dateng," ledek Kana memalingkan wajahnya ke arah kanan, pura-pura tidak melihat dua orang di sebelah kirinya.
"Apaan sih, Na. 'Kan kamu tau aku sukanya sama siapa," protes Neysha menyenggol lengan temannya, dia memang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan laki-laki tersebut.
"Ada rapat, Sha, ayo cepet," kata laki-laki itu.
"Rapat apa sih? Rapat terus." Neysha terlihat heran dan cukup lelah karena pelajaran Bu Tita yang cukup menguras tenaga dan pikirannya."Ada di grup, kebiasaan gak pernah baca GC." Mereka saling adu mulut tanpa mengacuhkan Kana yang sejak awal berdiri di dekat mereka.
"Lu pikir bisa main hp di kelas bu Tita?" Neysha mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, kemudian melebarkan matanya—terkejut.
"Udah—Rapat sana." Kana melambaikan tangannya dengan gaya mengusir.
"Kamu gak apa-apa aku tinggal?"Kana mendengus pelan seperti tertawa. "Ya, biasanya juga begitu."
Mereka pun berpisah jalan, Neysha ke koridor kiri dan Kana ke koridor kanan untuk balik ke kosan karena tidak memiliki kegiatan apapun selain menghadiri kelas. Berbeda dengan Neysha yang selalu sibuk berorganisasi. Mereka akan bertemu lagi di kamar kosan yang hanya terpisah dua kamar.
Neysha berjalan beriringan dengan Firza—teman sehimpunan yang merupakan kakak tingkatnya. Mereka menuju gedung sekretariat himpunan mahasiswa untuk menghadiri rapat. Meskipun otaknya terkadang lama untuk mencerna materi-materi di kelas yang kebanyakan dasarnya harus membaca karya sastra dan memahami teori linguistik, tetapi Neysha memiliki poin unggul dalam mengkoordinasi dan bekerja sama dalam sebuah tim.
Rapat itu selesai sebelum matahari terbenam, cukup lama, tetapi merupakan hal yang biasa bagi Neysha.
"Mau gua anter ke kosan gak? Jam segini BIJUR—Bis antar Jurusan—udah gak ada," tawar Firza.
"Nggak usah, Za. Gua lagi pengen jalan, kosan gua juga deket," tolak Neysha yang juga sedang memikirkan sesuatu. Sepertinya dia meninggalkan sesuatu, tetapi apa?
"Yaudah gua duluan ya," pamit Firza dan berjalan ke arah parkiran motor.
Neysha mengangguk, kemudian tersadar saat dia haus dan ingin minum, ternyata botol minumnya tertinggal di kelas. Lagi-lagi napasnya berhembus keras. Dia pun kembali masuk ke dalam gedung tempat kelas semantik tadi berlangsung.
Suasana kampus sudah sangat sepi, dan sunyi, hanya tinggal beberapa orang saja. Dia cukup takut dengan hantu urban legend di gedung fakultas itu yang sering diceritakan mahasiswa lain.
Neysha berjalan cepat menyusuri koridor yang kosong. Sampai di depan pintu kelas yang dituju, dia mendengar suara perempuan mengerang pelan. Dia bingung dan berhenti sejenak, sekaligus penasaran dengan apa yang dia dengar. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SDM: Sebatas Dosen dan Mahasiswa
RomanceTak sengaja melihat hal tak senonoh yang dilakukan oleh dosen idamannya di kelas, justru semakin menaikkan obsesi Neysha kepada dosen tersebut. Apapun akan dia lakukan untuk bisa berdekatan dengan dosen itu. Harga dirinya bukan lagi ditawar, melai...