Aku yakin saat ini aku berada di tengah-tengah mimpi yang terasa begitu nyata. Saat ini aku sedang berada di tengah koridor panjang yang penuh dengan suara tawa dan langkah kaki anak-anak. Aku tidak yakin aku berada dimana, tetapi yang aku ketahui, ini adalah koridor di sebuah sekolah. Cahaya matahari mengalir masuk melalui jendela besar, menyinari wajahku dan memantulkan kilau di lantai berubin.
Tiba-tiba, di ujung koridor, ada sosok yang menarik perhatianku. Seorang siswi dengan rambut hitam panjang, wajahnya samar-samar tetapi mengapa aku merasa ada sesuatu yang begitu familiar? Aku berhenti melangkah, terpaku oleh kehadirannya. Ada perasaan hangat di hatiku, seolah-olah aku pernah bertemu dengannya.
Aku tetap berdiri di tempatku, memperhatikan gadis itu dari kejauhan. Setiap kali dia melangkah, bayangannya terasa semakin jauh. Aku merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang seharusnya aku ingat, tetapi sulit untuk digapai. Rasa sedih yang aneh menyelimuti diriku, dan tanpa bisa aku cegah, air mata mulai mengalir di pipiku. Kenapa bisa aku meneteskan air mata?
Aku mencoba melangkah mendekatinya, tetapi kaki-kakiku seakan tertahan. Koridor yang tadi terasa hangat dan ceria kini berubah menjadi hening dan sepi. Hanya ada kami berdua di sana, namun jarak di antara kami terasa begitu jauh. Setiap langkah yang kuambil, dia seakan menjauh, bayangannya semakin memudar dalam keremangan.
Gadis itu berhenti di dekat jendela besar yang menghadap ke taman sekolah. Aku melihatnya memandang ke luar, mengamati dunia di luar sana dengan tatapan yang penuh kerinduan. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela membuatnya terlihat seperti siluet yang lembut dan rapuh. Aku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya, meskipun tidak ada kata-kata yang terucap di antara kami.
Aku berdiri di sana, diam, hanya bisa melihatnya. Ada rasa damai yang bercampur dengan kesedihan dalam momen itu. Dia tampak begitu tenang, namun aku bisa merasakan beban yang dia bawa. Aku ingin mendekatinya, ingin menghiburnya, tetapi ada sesuatu yang menahanku, sesuatu yang membuatku tetap berada di tempatku.
Waktu berlalu dengan lambat, dan akhirnya dia berbalik, berjalan menjauh. Aku ingin berteriak, ingin memanggil namanya, tetapi suaraku tertahan di tenggorokan. Aku hanya bisa melihatnya pergi, bayangannya menghilang di ujung koridor yang semakin gelap. Perasaan kehilangan menyelimuti diriku, seolah-olah aku baru saja kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku.
Aku terbangun dengan hati yang berat dan air mata di pipi. Mimpi itu masih melekat dalam pikiranku, meninggalkan bekas emosional yang kuat. Saat mataku mulai menyesuaikan dengan kegelapan kamarku, aku menyadari bahwa kepalaku terasa berdenyut dan berat. Kemungkinan besar ini karena malamku yang panjang tanpa tidur, begadang hingga larut malam mengerjakan proyek.
Sambil berusaha mengumpulkan diriku, aku memikirkan mimpi itu. Mungkin kelelahan membuat pikiranku kembali ke masa lalu, ke kenangan yang belum sepenuhnya aku pahami. Mimpi itu terasa begitu nyata, seperti sebuah potongan dari kehidupan yang ingin aku ingat, tetapi juga ingin aku lupakan.
Aku menggosok wajahku dan mengusap mata yang masih berair. Mungkin yang paling baik untukku saat ini adalah tidur lagi, mencoba melepas lelah. Besok pagi, aku berharap akan merasa lebih baik dan mungkin bisa merenungkan mimpi ini dengan lebih jelas.
Original story by Dio Schrift
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi Kembar: Dua Warna
Teen FictionEntah mengapa, aku mendapati diriku kembali ke masa SMA. Tetapi ada sesuatu yang terasa salah. Ini sama sekali bukan masa laluku, kenapa berubah? Oh tidak, ini mungkin memang bukan masa laluku, lalu apa? "Tunggu, siapa dia? " Penulis : Dio Schrift I...