tok tok tok
Sayup-sayup terdengar suara pintu kamarku diketuk. Aku berusaha menajamkan pendengaran. Tak ada suara. Mungkin hanya halusinasiku saja.
Tok tok tok
"Ping...."
Bunyi ketukan serta panggilan terdengar lagi saat aku mulai terbuai kembali ke alam bawah sadar. Rasanya enggan setengah mati untuk sekedar menyahuti orang yang ada di balik pintu. Kepalaku pusing saat berusaha memfokuskan penglihatan. Badanku ngilu. Kucoba menelan ludah. Percuma, Tenggorokanku segersang Gurun.
"Ping, buka pintu. Temen lo jenguk nih." Suara ngeselin dari kakakku, Max, membuat kepalaku seakan mau pecah.
Di keadaanku yang seperti sekarang, rasanya memang mustahil untuk mengategorikan suara apapun terdengar lembut dan merdu. Bahkan suara angin sekalipun. Setengah hati kusahuti kakakku yang sedang mengambil cuti kerja beberapa hari setelah kepulangannya dari perjalanan dinas.
"Buka aja, nggak dikunci." Jawabku lemah.
Untuk menghasilkan kalimat sesederhana itu saja menguras seluruh energi yang kumiliki.
Tak lama, pintu kamar terbuka. Menampakkan wajah-wajah yang selama tiga hari ini tidak kulihat. Same dan Leon mendekati ranjangku. Setelah itu pintu ditutup kembali."Gimana keadaan lo, Ping? Udah sehatan?" Same membuka suara pertama kali. Ia duduk di sisi ranjang dan menaruh punggung tangannya di keningku untuk mengecek suhu tubuh.
"Lumayan." Jawabku singkat.
"Udah minum obat?" Gantian Leon bertanya.
"Hmm..."
Ada gitu, obat buat sakit hati?"Kita ganggu istirahat lo ya, Ping? Apa kita pulang aja?" Same menatapku prihatin. Tangannya menggenggam tanganku yang suhunya sedikit berbeda dari biasanya.
"Nggak papa kok." Kupaksakan senyum palsu kepadanya.
"Dahsyat juga ya. Ternyata pacar ngilang bisa bikin lo tumbang gini. Sekarang mendingan lo cari mangsa baru sana dari pada nungguin cowok nggak jelas kayak gitu. Rugi banget tau nggak mikirin orang yang nggak mikirin kita." Celetuk Leon semena-mena.
Aduh...
Jleb banget sih?
Aku meringis, mataku mulai memanas dan perih karena air mata yang sebentar lagi menggenang. Sedangkan mata Same seperti mau keluar dari rongganya karena memelototi Leon.Tubuhku melemah karena terlalu stress memikirkan masalah percintaan yang nasibnya semakin tidak jelas. Sekarang sudah 3 bulan lebih Zeefan pergi.
Silahkan saja sebut aku bodoh, karena berharap ia akan berinisiatif menghubungiku duluan. Siang malam menunggu kontak darinya seperti orang cacingan. Hasilnya? Belum juga layar ponselku menerakan namanya.
Fakta menyakitkan yang kualami betul-betul meremukkan hati. Zee seakan tenggelam dalam dunianya. Tanpa sekalipun peduli padaku. Sama sekali mengindahkanku. Oleh sebab itu keadaan psikisku naik turun. Fisikku drop. Sebab terlalu sering berspekulasi negatif berkaitan dengan ketidakpeduliannya terhadapku. Selalu menangis setiap waktu, karena menyimpan rindu dan rasa perih yang menyayat hati karena diacuhkan. Tidak nafsu makan dan minum. Susah tidur setiap malam. Malas beraktifitas. Sering melamun. Jarang ke kampus. Menutup diri dari dunia.
Ya. Juluki saja aku si dungu. Karena terlalu berlebihan dan kekanakan. Tapi jangan dulu hakimi aku. Kau kan tidak tahu bagaimana lelah dan sakitnya menanti dalam ketidakpastian.
Coba rasakan. Setelah itu, kau pasti akan paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Office
RomanceWarning!!! Ini Cerita BL alias BoysLove Kalau nggk suka SKIP aja khusus yg suka2 aja😉 Aku Lelah Menunggumu >>Ping>Nicha>Zeefan<<