6. Dia

207 20 30
                                    

Salah satu hal termustahil yang berubah status dalam sekejap juga dialami Ping beberapa waktu ini.

Bisa dikatakan ia mendapat durian runtuh! Kalau Max "memaksanya" untuk berangkat ke kantor bersama bukan termasuk kategori mendapat durian runtuh, entah sebutan apa lagi yang sekiranya cocok untuk itu.

So, tanpa banyak babibu, Ping menyetujuinya dengan antusias meskipun perubahan sikap Max cukup mengherankan.

Tetapi, ada konsekuensi yang merepotkan.

Setiap kali mereka sampai di parkiran khusus direksi Ping harus jeli memeriksa sekitar, memastikan tidak ada karyawan Wiratama Enterprise yang melihatnya keluar dari mobil Max.

Untuk mencegah kemungkinan dilempari high heels oleh para fans kakaknya kalau sampai ketahuan ia berangkat bersamanya.

"Nanti pulangnya Chat gue. Kalo gue masih ada kerjaan lewat dari jam kantor, tunggu dulu aja. Oke?" Instruksi Max kepada Ping.

"Sip. Gue keluar duluan ya. See you."
Ping keluar mobil dan langsung masuk gedung perkantoran.

Hari masih terlalu pagi, masih belum begitu banyak karyawan yang menggunakan lift sehingga tidak butuh waktu lama untuknya mengantri di depan boks listrik itu menuju ruangan.

Saat melewati kubikal Leon, ia mengintip sekilas. Masih kosong. Dengan asumsi yang nyaris sama, Ping iseng menengok kubikal Same.

Ajaibnya, Same sudah duduk manis di depan meja dan tangannya menggenggam gelas karton Starbucks yang masih mengepulkan asap panas.

Aneh. Sejak kapan Same doyan kopi?

"Coffee drinker lo sekarang?" Ledek Ping, bersandar di pembatas kubikal.

Same mendongakkan kepalanya, memeriksa tersangka utama yang dengan sengaja mengejutkannya. "Nggak usah pake ngagetin kali, Ping!"

"Lebay lo... Suara bagus gini masa bikin kaget sih?" Ujar Ping membela diri. Kini ia menduduki sisi meja Same.

"Suara lo kek setan lebih tepatnya." Cibir Same.

"Tumben kesini, kangen ya sama Gue??"

"Sebenernya sih enggak. Tapi, buat temen yaaa... apa boleh buat lah."

"Asem! Eh eh... entar makan siang bareng dong. Bosen gue makan berdua Leon mulu. Ngerusak pasaran gue lama-lama."

"Siapa suruh maennya di pasar?" Celetuk Ping asal yang disambut lemparan pensil dari Same.

"Diusahain ya, Same. Lo kan tau kerjaan gue gimana. Kalo Mbak Silla sibuk ya pasti gue telat makan karna bantuin."

"Halah, Tai! Cuma bengong aja pake bilang bantuin. Pokoknya entar makan bareng, nggak mau tau! Masa gue geret Leon mulu?" Keluh Same.

"Setan bokis!" Tiba-tiba sosok yang menjadi objek cemoohan Same datang dan bergabung dengan mereka.

"Justru sekarang gue malah lebih sering makan bareng karyawan laen ye, setan! Kalo gue samperin pas jam makan siang, lo nya udah lenyap nggak tau kemana." Protes Leon

"Kemaren-kemaren kan bareng kaleee..." Same membela diri seraya memeletkan lidah.

"Ya kemarennya kapan? Trus sekarang lo makannya dimana sih? Mata gue ngider seantero kantin tapi ga nemu bibir monyong lo!"

"Gue keluar kantor. Tempat makan kan nggak cuma kantin doang."

"Gaya lo sok bener aja pake makan diluar. Giliran pulang aja nebeng gue, ngakunya ongkos tipis. Sue'!"

"Ya kan buat penyegaran. Siapa tau ada yang ganteng pas lagi makan." Same mengangkat alisnya jenaka.

"Inget Dean woyy...." Timpal Ping sambil geleng-geleng kepala.

Love in OfficeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang