5. Mulai Ada Rasa

192 24 33
                                    

Ping

Aku sedang merapikan beberapa folder di meja sepeninggal Mbak Silla yang sudah lebih dulu pulang kantor saat Kak Max mendadak muncul di hadapanku.

Lumayan kaget juga aku dengan kedatangannya yang tidak terduga.

"Kesambet apa lo sampe mau ke sini?"

Kalau ada karyawan lain mendengarku berkata begitu, mungkin aku sudah disemprot habis-habisan mengingat kalimatku sama sekali tidak sopan kepada atasan.

"Lo pulang bareng gue."

Yeah, sangat tipikal Kak Max. Main perintah!

Salah makan apa sih mama waktu hamil dia?

"Nggak salah denger nih gue? Lo amnesia?" Tanyaku sinis.

Ia mengerutkan dahi. Dasar lemot!

"Kan lo ngelarang gue nebeng sama lo!"

"Dulu emang iya. Sekarang lo harus pulang sama gue."

Sumpah ini orang minta digaplok. Kalau bukan kakak sendiri, sudah aku lempar printer mulutnya. Ababil banget tiba-tiba berubah pikiran begitu.

"Entar lo nyesel lagi ngajak pulang bareng."

"Nyesel?"

"Kalo ketauan fans lo gue pulang bareng idola mereka, nanti penggemar lo jadi berkurang. Dikiranya lo already taken."

Kerutan di dahinya makin berlipat.

"Iya sih gue emang ganteng, tapi nggak sampe setaraf artis lah sampe ada fans segala. Gosip kacangan dari mana tuh?"

Pernah nggak sih aku bilang kalau Kak Max itu over pede? Nah, coba di mix sama tampang lempengnya pas lagi ngomong kayak barusan.

Minta di siram air keras, kan?

"Belagak nggak tau apa emang lo nggak peka? Jelas-jelas cewek di sini pada ngeces sama lo gitu." Ujarku nyinyir.

"Ya emang beda sih ya antara karyawan berkompeten sama yang cuma main-main. Kalo pekerja serius kayak gue sih nggak merhatiin yang begituan. Lain sama lo yang keliatannya nggak punya kerjaan makanya ngurusin hal nggak penting kayak gitu." Ujarnya santai tanpa beban.

Silet mana silet?

"Bagus dong kalo gue peka sama sekitar, itu tandanya gue nggak ansos. Dari pada jadi manusia es balok macem lo. Nggak pedulian!"

Ia terbahak. Tawa lepas yang sangat langka kudengar darinya.

"Udah pinter balikin omongan gue ya sekarang?" Diacaknya puncak kepalaku.

Aku hanya bisa misuh-misuh.

"Ayo cepet kita pulang." Tukasnya tidak sabar.
Bersamaan dengan terucapnya kalimat itu, pintu ruang CEO dibuka dan Pak Nicha berdiri diam di tempat.

Shit!

Dia pasti dengar apa yang Kak Max katakan.

Tiba-tiba aku jadi tegang. Perutku bergolak tak nyaman. Deg-degan. Lain halnya dengan kakakku yang terlihat biasa-biasa saja. Aku bingung jadinya.

"Bukan bermaksud ikut campur, tapi Ping pulang denganku, Max." Katanya kaku.

Matanya menatap Kak Max tajam, menegaskan keseriusan.

Nafasku tercekat. Sial! Aku benar-benar lupa dengan perjanjian itu! Apa yang harus aku jelaskan pada Kak Max perihal aku yang diantar jemput oleh bos

Kak Max menoleh kearahku, kemudian mengangkat sebelah alisnya.

Love in OfficeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang