✧✧✧
"Because I love you..."
Bohong kalau Jeno tidak ketakutan ketika ia secara spontan mengucapkan tiga kata sakral itu. Jeno tidak bisa lari atau bersembunyi karena Renjun ada di hadapannya. Menatapnya dengan penuh rasa curiga, bingung, dan mungkin sedang menerka-nerka apakah ini bagian dari akting Jeno atau bukan.
"You just slapped me," kata Renjun setengah tak percaya.
"Kamu juga nampar saya, dua kali."
"Tapi kamu nampar aku dan bilang cinta? Kamu gila ya?"
Jeno tidak bisa membalas pertanyaan Renjun. Ia mungkin memang sudah gila gara-gara cinta. Memalukan. Benak Jeno. Ia adalah pria matang dengan kesuksesan dalam karier yang bisa membuat siapa saja iri. Tapi nyatanya ia menunjukkan sikap kekanakan ketika berurusan dengan hati dan perasaan, bahkan tak bisa mengendalikan emosinya sendiri.
"Iya. Saya memang gila gara-gara kamu."
"So you blame me for your feelings?"
Jeno salah bicara lagi.
"That's not what I mean."
"Terus apa? Maksud kamu nampar aku tadi apa?"
"I'm so sorry Renjun, I didn't mean to do that. I just... please let me explain, tapi kamu jangan marah dulu."
Jeno tiba-tiba teringat momen ketika mereka pertama kali bertemu dan Renjun membuat ulah. Suasana malam ini persis seperti itu. Renjun yang keras kepala dan Jeno yang tidak bisa mengontrol emosinya.
"Nggak. Aku marah sama kamu."
"Renjun, please..."
"Aku marah, malu, aku ben.." Renjun tidak bisa meneruskan ucapannya.
"You hate me?"
Jeno menghela nafas. Sudah pasti Renjun akan membenci dirinya. Dengan segala yang terjadi, tentu saja Renjun akan membencinya. Tapi Jeno tidak akan mundur setelah ia mengatakan rasa cinta. Tidak sampai Renjun mengetahui dengan jelas tentang perasaannya.
"Waktu pertama kali kita ketemu di rumah kamu dengan kondisi yang kacau balau, saya benar-benar merasa kamu seperti cobaan paling berat dalam hidup saya. Saya terus mempertanyakan keputusan saya sendiri, apakah tepat membawa kamu ke dalam hidup saya atau tidak."
"Saya nggak suka kamu."
Mata Renjun membesar mendengar pengakuan Jeno.
"Saya nggak suka kamu yang ceroboh, manja, sok tahu, mau menang sendiri, dan keras kepala."
"Tapi setelah Papa kamu minta agar kamu diberi waktu buat membenahi diri kamu sendiri, saya sadar kalau selama ini kamu berjuang sendirian buat mencari kebahagiaan."
"Saya pikir oh, kenapa saya tidak mencoba buat jadi teman kamu. Setidaknya kita bisa hidup berdampingan tanpa perlu bertengkar. Tapi kemudian Mami datang dan semua ini terjadi. Saya jadi belajar satu per satu tentang kamu, dan tanpa saya sadar hati saya terbuka. Menerima kamu apa adanya dengan segala kekurangan kamu yang bikin saya juga belajar banyak hal."
"Renjun, saya nggak tahu setelah ini kamu mau ke mana, atau mau gimana. Tapi saya nggak bisa menyimpan perasaan ini tanpa kamu tahu."
Renjun gemetar, ia tidak mau mendengar pengakuan cinta dari Jeno. Pria yang sebetulnya juga ia cintai.
"I love you, I really do... Maaf tadi saya nggak bisa mengendalikan diri dan kasar sama kamu. Saya terlalu cemburu. Saya takut kamu ninggalin saya, dan saya nggak bisa berbuat apa-apa dengan perasaan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangerine Love
FanfictionTidak pernah terbayangkan dalam hidup Renjun yang glamor, penuh dengan uang tak terbatas, dan pesta setiap malam. Bahwa hanya dalam hitungan jam semua yang ia miliki hilang begitu saja.