✧✧✧
Jeno membaca ulang kontrak pernikahan palsu yang ia buat dengan Renjun beberapa bulan lalu dalam selembar kertas A4. Rasanya sungguh menggelikan ketika ia membaca setiap kalimat yang entah bagaimana, ia setuju untuk melakukannya. Poin demi poin ditulis dengan begitu detail, dibubuhkan tandatangan, dan Jeno hanya bisa menghela nafas.
Kenapa saat itu ia sangat yakin, kalau ia bisa melakukan hubungan palsu ini tanpa merasa tertarik sedikit pun pada Renjun? Sekarang Jeno seperti sedang menjilat ludah sendiri. Ia memang tidak benar-benar jatuh cinta--mungkin belum, tetapi bohong kalau mulutnya menyangkal perasaan di dalam hati yang sedikit demi sedikit muncul.
Ciuman dengan Renjun tempo hari berputar seperti rekaman rusak yang setiap malam muncul di dalam benaknya. Bibir mungil yang ia lumat, tubuh ramping yang ia dekap, suara kecupan yang keluar dari bibir Renjun, sungguh seperti sebuah petaka baginya.
Jeno bukan tidak pernah melakukan hal-hal intim. Sekadar one night stand, atau heavy makeout sudah menjadi hal biasa baginya. Otaknya mengatakan hal serupa--kalau Renjun hanya sekadar one night stand. Tapi tentu saja, menanam pikiran itu tidak semudah yang ia duga.
Renjun lalu-lalang setiap hari di rumah megahnya. Mengenakan pakaian kasual yang lama-lama terlihat imut di mata Jeno. Renjun manis, tampan, ya.. kadang-kadang seksi. Dan Jeno belum mau mengakui itu.
"He's just a spoiled brat." Jeno mencoba memberikan sugesti kepada otaknya. Berusaha meyakinkan dirinya kalau ia tidak tertarik kepada Renjun.
Sampai suatu pagi di akhir pekan, Renjun terlihat berjemur di kolam renang. Memakai celana pendek, kaos sleeveless yang dipadankan dengan kemeja yang kancingnya dibiarkan terbuka. Ia membaca sebuah novel, mungkin didapat dari lemari buku Jeno. Kakinya ia angkat pada pinggiran sofa.
Kaki jenjang mulus itu berayun dan mata Jeno seperti terhipnotis. Ia baru selesai sarapan di meja makan dan bersiap untuk pergi main tenis dengan salah satu kolega. Tapi ia melangkahkan kakinya ke arah kolam, mendekati Renjun yang menariknya seperti magnet tak terlihat.
"Morning.." Renjun menyapa tanpa melihat ke arah Jeno.
"Morning."
Jeno berdiri di hadapan Renjun sambil berkacak pinggang. Renjun bukan tidak melihatnya, tapi mencoba untuk acuh tak acuh pada Jeno. Pesona Jeno terlalu menyilaukan mata. Dengan celana pendek selutut warna putih yang dipadankan dengan polo shirt warna senada. Sungguh terlihat seperti atlet tenis sesungguhnya.
"What?" Renjun akhirnya bertanya.
Jemari Jeno menaikkan kacamata hitam yang bertengger di wajahnya lalu tersenyum.
"You act like you own this house and it bothers me."
"It's weekend. I finished all the chores you ask."
"Really?"
Renjun menghela nafas dan menutup buku yang ia baca. Ia bangkit dan berdiri di hadapan Jeno. Saat ini Renjun berpikir kalau Jeno hanya ingin membuatnya merasa kesal, tapi ia sedang tidak mood untuk beradu argumen dengan Jeno.
"Jadi, tuan Lee Jeno, tugas apalagi yang harus saya kerjakan?" Renjun melipat kedua tangannya sambil menekankan kata 'saya' dengan nada kesal.
"Come with me."
Jeno berjalan masuk ke dalam rumah diikuti Renjun yang berjalan dengan jengkel. Sabtu pagi yang ia idamkan tidak berjalan dengan mulus.
Keduanya lalu sampai di kamar Jeno yang sangat rapi dan tertata. Renjun semakin yakin kalau Jeno hanya ingin membuatnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangerine Love
FanficTidak pernah terbayangkan dalam hidup Renjun yang glamor, penuh dengan uang tak terbatas, dan pesta setiap malam. Bahwa hanya dalam hitungan jam semua yang ia miliki hilang begitu saja.