Maeryn menanggung rasa yang teramat sakit pada tubuhnya, sehingga ia membuang rasa segan dengan menggenggam erat jubah hitam yang dikenakan grand duke.
Diatas kuda itu, Maeryn yang tak berdaya menyandarkan tubuhnya pada punggung besar Killian Nigel, grand duke muda yang selama ini selalu dingin pada siapapun, termasuk para Lady, karena ia tak ingin kisah romansa menjadi batu penghalang diatas tujuannya.
Namun, malam itu Grand duke tak menghiraukan Maeryn, ntah ia yang merasa kasihan atau memang tak ingin ambil pusing.
Hingga akhirnya tampaklah sebuah bangunan megah bewarna abu-abu, yang mana saat malam tiba, bangunan itu memancarkan cahaya putih seperti kerlap-kerlip bintang, di beberapa sudut.
Srraaakkk....
Gesekan antara kerikil dan sepatu Grand duke, menimbulkan sebuah suara. Perlahan Ia membantu Maeryn menuruni kuda dan kembali membopongnya.
Kala itu Maeryn tak bergeming, hanya suara nafas dengan wajah meringis yang menjadi ekspresinya.
Grand duke menatap wajah itu, dan dengan langkah perlahan, ia menuju pintu masuk kastil.
"Tidak, bukan disini Tuan, kita akan ketahuan."
Lenguh Maeryn yang membuat Grand duke seketika menghentikan langkahnya.
Seperti yang dipikirkannya, Maeryn pergi tanpa sepengetahuan ayahnya.
"Masuklah melalui pintu rahasia yang berada di samping taman, tidak akan ada yang tahu. Saya menemukan pintu itu beberapa hari yang lalu."
Ujar Maeryn lagi, yang masih tampak menahan rasa sakitnya.
Seperti sebelumnya, Grand duke hanya diam tak menjawab ucapan Maeryn, namun ia mengikuti perkataan Maeryn, dan memutar jalan menuju taman bagian samping.
Di antara jalan setapak, semak belukar dan pohon rindang membuat kawasan itu tampak menyeramkan.
Benar-benar seperti tak pernah diurus, siapapun yang melihatnya pasti akan berpikiran sama, dan tak akan ada yang sudi untuk melewati atau bahkan mendatangi tempat itu.Sebuah pintu lusuh terlihat meski malam sangat gelap, karena kunang-kunang yang menjadi penerang alami, sehingga Grand duke tak kesulitan menapakkan kakiknya disana.
Perlahan ia membuka pintu itu, dan seketika ia tertegun, karena ia tak menyangka ada sebuah terowongan rahasia didalam kastil marquess.
"Jika kita mengikuti jalan ini, maka akan sampai dikamar saya Tuan, anda bisa menurunkan saya disini."
Ujar Maeryn, dengan ekspresi yang masih menahan kesakitan.
"Tak masalah, aku akan mengantarmu."
Meski ingin menolong, namun Grand duke masih saja datar.
Dalam pikirannya, selain menolong Maeryn ia juga penasaran mengenai terowongan rahasia ini. Hingga ia mencoba mencari tahunya.
Dan tak berselang lama, sebuah pintu kembali tampak dipandangan Grand duke, tanpa basa-basi ia membukanya hingga terlihatlah sebuah kamar nan indah, yang mana kamar itu adalah milik Maeryn.
Langkah Grand duke memelan, dan kemudian ia meletakkan Maeryn ke tempat tidur yang besar.
"Ahkkk."
Seketika Maeryn menutup mulutnya dengan kedua tangannya, saat ia tanpa sengaja memekik kala tubuhnya kesakitan.
"Maafkan saya Grand duke."
Ujar Maeryn, yang tampak tertunduk bingung.
"Izinkan aku melihat lukamu."
Kalimat itu membuat Maeryn sedikit tertegun, namun ia tahu Grand duke ingin membantunya, hingga dengan perlahan ia menarik gaun hijau muda yang dikenakannya dan tampaklah ujung jemari kaki sampai lutut bagian atas milik Maeryn.
Grand duke menatap luka dikedua lutut Maeryn, kemudian ia mengeluarkan botol dan membuka tutupnya.
Perlahan ia menuangkan air dari dalam botol itu ke lutut kiri Maeryn, seketika Maeryn sedikit mendesah menahan rasa perih dari air tersebut. Namun ia menahan rasa perih itu saat Grand duke kembali menuangkan air itu kesalah satu lututnya yang lain.
"Ini adalah Alkohol yang dicampur obat, lukamu tak akan infeksi dan segera sembuh."
Ujar Grand duke, dengan nada yang masih datar serta ekspresi dingin.
Maeryn hanya mengangguk perlahan, dan saat ia mencoba bergerak untuk mengubah posisi duduknya. Ia masih merasakan sakit, namun berbeda.
"Apa tubuhmu terluka?".
Nada suaranya yang berat membuat Maeryn sedikit takut jika ia harus berbohong. Hingga dengan terpaksa dia kembali menganggukkan kepalanya.
"Lepaskan gaunmu."
Maeryn benar-benar terkejut dan tak bisa bicara, seraya menatap wajah Grand duke yang tampak serius.
Tanpa aba-aba, grand duke mendekat, dan ia mengoyak gaun Maeryn yang kala itu memang sudah tak layak dikenakan, karena beberapa bagian gaun itu robek dan kotor bercampur tanah dengan noda darah.
Hingga tampaklah luka lebam dibeberapa bagian tubuh Maeryn. Sontak Grand duke diam dan menatap lama luka itu.
Maeryn hanya tertunduk tak berdaya saat orang yang tak begitu dikenalnya tega menanggalkan gaunnya.
"Aku tak bermaksud membuatmu terhina, ku mohon jangan berpikir jijik tentangku."
Ujar Grand duke yang seketika menjadi bingung saat kalimat itu keluar dari bibirnya. Ia yang biasanya tak peduli dengan pandangan orang lain, kali ini tidak rela, jika gadis ini berpikir buruk tentangnya.
Pandangan Grand duke mengarah ketempat lain seolah mencari sesuatu, hingga ia beranjak dan kembali dengan bejana yang berisi air, ia menemukannya di atas meja milik Maeryn.
Ia kembali mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya, kali ini dengan botol yang tampak berbeda, aroma menyengat keluar dari botol itu saat Grand duke menuangkan cairan kedalam bejana.
Kemudian ia meletakkan sapu tangan miliknya kedalam bejana itu dan perlahan diarahkannya sapu tangan yang telah basah pada punggung Maeryn yang memar.
Suasana kala itu sangat hening, karena tak ada percakapan diantara mereka.
Pandangan Maeryn seakan kosong saat menatap sebuah tembok, ia tak berani bergerak sedikitpun.
Kulitnya merasakan kain dingin dan sesekali bersentuhan dengan jemari Grand duke saat Grand duke menyingkirkan rambut panjang Maeryn yang menutupi sebagian punggungnya.Hingga tak berselang lama, Grand duke menghentikan pengobatannya.
Ia meletakkan bejana bersama sapu tangan miliknya tepat disamping Maeryn.
"Kau bisa melanjutkannya sendiri, aku harus segera pergi."
Ujar Grand duke melangkahkan kakinya meninggalkan Maeryn.
"Tuan, kumohon jangan katakan hal ini pada siapapun termasuk ayah, saya tidak ingin ayah khawatir."
Lenguh Maeryn tanpa menolehkan wajahnya pada Grand duke, karena ia sadar tak memakai selehai kainpun pada tubuhnya. Wajahnya seketika memerah dan pikirannya campur aduk.
"Segera pulihkan tubuhmu dan jangan jadi orang yang ceroboh."
Pungkas Grand duke, sembari menutup pintu kamar Maeryn yang tampak seperti sebuah lemari jika dilihat dari dalam kamar.
Seketika Maeryn membaringkan diri dan menutupinya dengan selimut. Ia tak merasakan sakit seperti sebelumnya, hanya rasa malu yang teramat besar yang kini dirasakannya.
____________________________________
vote juga, jangan dibaca aja 🥺
![](https://img.wattpad.com/cover/367325540-288-k840099.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love and Revenge Become One [END]
Historical FictionElora Dauphine nekat mendekati Pria yang tak dicintainya demi membalaskan dendam kepada sang adik tiri, Fleur Maeryn. Namun Zedekiah Kael, seorang putra mahkota tertarik dengan perangkap Elora. sayangnya Elora mencintai pria lain, Grand Duke yang ta...