10

699 78 10
                                    

Fourth terpaku, matanya berlinang air. Bagaimana mengungkapkan perasaan kesal ini, dia bahkan tak bisa bergerak dari posisinya saat kulit jeruk manisnya berhamburan di atas meja dapur.

"Ku kira sejak bulan ini jeruk tidak berbuah, kenapa tiba-tiba ada jeruk se enak ini?" Prim terus berceloteh, gerakan tubuhnya sangat riang tak terlukiskan.

Bibi pelayan yang kemarin membawakan jeruk itu nampak khawatir, terlebih saat melihat Fourth terpaku di depan meja.

"Ckk..." Prim menyingkir, melewati Fourth saat menyadari kehadiran pria manis itu membuatnya muak.

"Suasana hati nona Prim sedang tak baik sejak kembali" tegur Bibi pelayan pada Fourth, bermaksud agar pria manis itu tak tersinggung.

"Tidak apa-apa" akhirnya dia bicara, masih dengan raut wajah sedih "apa jeruknya sudah habis?"

"Tuan Fourth, aku akan pergi mencari jeruk manis lagi untukmu"

Bibir mungilnya bergetar, siapa yang bisa menerka bahwa ternyata rasa kesalnya menjelma jadi tangisan. Kelopak matanya terpejam, dan Bibi pelayan mendekat untuk menghibur.

"Tuan, jangan menangis, aku akan mencari jeruk lain"

"Tapi aku hanya ingin jeruk yang tadi, jerukku..."

"Tuan, jeruk yang tadi sudah habis. Aku janji akan mencari jeruk yang jauh lebih enak"

Fourth menekan dadanya, sangat dramatis. Dia berbalik, seolah cemberut namun mengangguk. Sebagai penawar nya dia harus dapat jeruk yang lebih manis nanti, dan kini kaki jenjangnya melewati lantai lantai dengan beraturan.

Bahkan saat Gemini muncul di depannya secara tiba-tiba pria manis itu tak sadar, tidak ada setan, apa yang ia takuti?

"Gemini, Aku ingin membicarakan sesuatu"

Lelaki disana nampak diam, mencoba menyimak tanpa memberi sahutan berarti. Tatapan Fourth mengendur, seolah kabar yang ingin ia sampaikan tak akan dihiraukan.

"SAYANG... AKU HAMIL..."

Gemini menyerngitkan dahi, gadis muda yang baru saja berteriak memeluknya sangat erat. Dan dia bisa melihat ekspresi Fourth benar-benar tercengang, situasi mendadak canggung.

"Ini.. lihat..." Prim menunjukkan benda itu, sebuah testpack yang memperlihatkan dua garis tanda bahwa ia telah mengandung. "Apa kau senang? Humm?"

"Tentu saja aku senang..." Gemini tersenyum, merangkul sang istri berjalan ke arah kiri bersamanya.

Fourth menatap sekilas, masih tau bahwa Gemini sempat berbalik melihatnya sebelum akhirnya benar-benar menghilang di balik pintu kamar.

Bibirnya mencebik, bersama dengan air mata jatuh satu persatu. Memperkuat kenyataan bahwa hatinya benar-benar sakit, Fourth jalan buru-buru, mengelap air mata dengan lengannya yang sudah basah.

Bahkan pintu kamarnya ia buka secara kasar, jemari lentiknya menarik satu persatu laci mencari sesuatu. Hingga nafasnya beradu dengan tangis kesakitan, dadanya naik turun bersama dengan botol berukuran cukup kecil yang ia genggam.

Mata lentik itu sudah kabur, dia tak berhenti. Begitu lemah, rasanya akan mati jika tak menyerah sekarang. Fourth memutar penutup botol, mengatupkan bibir saat bayangan impian suaminya melintas begitu saja.

Bukankah kita pernah memimpikan tubuh bayi mungil masuk dalam gendongan?

Bukankah itu mimpi kita? Mengapa mewujudkannya bersama orang lain?

Fourth melempar benda itu berserakan di atas lantai, tangisannya pecah. Ia memeluk dirinya sendiri dengan kuat, janinnya berjuang untuk hidup, dia tak akan egois, dia tak boleh egois.

"Maafkan aku Gemini, aku bahkan terlambat mewujudkan mimpi kita..." Raungannya memelan, mengendap bersama kesakitan yang terkubur semakin dalam.

Pintunya terbuka, dan kini bibi pelayan di sana membulatkan mata. Dia berjalan cepat menghampiri Fourth, dengan sekuat tenaga memapah tubuhnya ke atas ranjang. Belum ada cercaan pertanyaan, sekarang wanita itu menatapnya dengan bingung. "Tuan, Apa yang terjadi?" Fourth bungkam, dia memperhatikan sekeliling menatap pil obat terhambur di atas lantai.

"Bereskan itu, aku mohon"

"Apa ini obat dari dokter Winny?"

Fourth menggeleng "singkirkan saja, dan jangan pernah biarkan aku melihatnya lagi"

.
.
.
.
.

"Bagaimana bisa tuan Gemini mengizinkan mu keluar?"

"Dia sedang sibuk dengan kehamilan istrinya" Fourth menjawab singkat.

Winny menghela nafas, suasana kafe tempat mereka bertemu cukup kecil. Dan pejalan kaki di sekitar terlihat ramai, bisa dibilang mendekati jam makan siang jadi memang padat.

"Kenapa keras kepala sekali, seharusnya kau bilang ke tuan Gemini bahwa kau juga hamil"

Si manis menggeleng, tersenyum simpul setelah mendengar saran itu "aku hanya ingin membesarkan anakku dengan tenang saat dia lahir nanti, aku mengajakmu bertemu karena aku ingin meminta pekerjaan"

"Tapi bagaimana caranya melarikan diri dari suamimu itu?"

Fourth membelalakkan mata, bahkan kini Winny bicara kelewatan santai padanya. Sudahlah, gelar tuan besar dirumah itu memang semestinya ia lepas. "Ckk... Lupakan saja..."

"Baiklah, aku akan membantu mu melarikan diri" Winny kelihatan gusar "tapi kita harus keluar dari Thailand"

"Kenapa jauh sekali?"

"Bahkan jika keluar dari sini, belum tentu dia tak menemukan kita lagi"

Mata Fourth menusuk tajam, dia tak sepenuhnya percaya.

"Padahal aku serius, suamimu itu punya banyak uang" ujarnya menggebu-gebu "dia bisa mendapatkan kita bahkan sampai di lubang tikus sekalipun"

"Mengapa dia benar-benar antusias mengurungku?"

"Mana kutahu"

Fourth kehabisan akal "aku juga tidak tahu"

"Apalagi aku"

Mereka saling menatap muak, entah sejak kapan hubungan semacam ini terjalin. Winny mencoba lebih serius "begini saja"

Fourth tertarik, mendekatkan wajahnya.

"Kita pergi malam hari, aku akan menunggu di depan gerbang"

"Sekarang tidak semudah itu" Fourth melemah.

"Atau kabur sekarang saja?"

Tak habis pikir, bahkan dia kemari dikawal oleh dua bodyguard yang sudah berdiri di depan pintu kafe sambil mengawasinya.

"Ya Sudahlah, hidup saja bersama tuan Gemini itu selamanya"

Fourth memandang pria itu, dia lebih tenang, dan matanya jernih "baiklah, tapi aku mohon bantu kelahiran anakku yah..."

"Aku tidak bisa, butuh Dokter yang memang ahli. Apalagi kau laki-laki, sudah pasti tidak bisa melahirkan dengan normal"

Dia nampak gelisah sekarang, kembali mencondongkan badan pada meja cafe "jadi, aku harus bagaimana?"

"Mau tak mau kau harus datang ke dokter yang memang ahli, dan kau harus membawa pendamping"

"Yasudah, kau saja yang jadi pendamping ku"

Winny menghela nafas "tapi aku bukan suamimu"

"Apa masalahnya, yang penting wali" raut wajah Fourth memelas.

"Aku hanya berharap, bayi itu berkembang dengan baik. Aku berharap dia bisa merasakan belaian ayah nya" winny mengusap perut rata Fourth, matanya berkaca-kaca "apa kau bahkan sadar ada mahluk lain didalam sini? Dia butuh harapan untuk bertahan hidup, bicaralah padanya sesering mungkin Fourth... Dia hidup..."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow komen dan ninggalin jejak dulu 💜 🙏🏻 😭

Replaced Love [Geminifourth]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang