4

701 79 7
                                    

"Fourth, minum dulu..."

Lelaki manis yang tersandar di sudut kamar sempat menengok ke arah sang sahabat kemudian mengangguk. "Terima kasih Mark"

"Tak usah sungkan, percaya saja padaku" Mark berkata serius "kita akan kembali ke Hua Hin"

Helaan nafas panjang, raut kecewa yang disembunyikan itu masih jelas. Fourth hanya bisa mengangguk, menyamankan diri dengan pemandangan sama tepat pada kaca jendela "kenapa kau justru ada di pihakku?"

"Sepupuku itu sudah gila, serius"

Fourth tertawa perih.

"Aku tidak peduli, aku akan membawamu pulang ke Hua Hin"

"Sebenarnya Untuk apa aku kembali kesana Mark? Keluarga ku bahkan sudah tak ada" yah beginilah, tak heran jika dia sendiri menganggap Gemini adalah segalanya "tapi memang aku harus pergi jauh, agar aku bisa lebih lega"

"Istirahatlah sekarang, besok pagi kita berangkat"

Mark undur diri, menyela tubuh di pintu sebelum sempat melempar senyum tulus. Sekarang pun rasanya tak ada jalan keluar, Gemini merenggut kebahagiaan Fourth seolah tanpa beban dan tanggungjawab. Hancur sudah, Mark masih bisa menyaksikan dengan jelas sejak janji terucap dari kedua mempelai di hari itu. Pernikahan pertama Gemini dalam hidupnya.

Udara begitu hangat, hampir petang suasana semakin mengerikan bagi Fourth. Dia bukan buronan, tapi tetap saja kewaspadaan selalu memporak-porandakan pendiriannya. Meski terluka, dia tetap jadi orang bodoh. Tetap saja keingintahuan untuk melihat, mengetahui, dan terus peduli perihal Gemini sangat besar.

Lapisan kebahagiaan itu perlahan memudar, karena sebuah penghianatan. Sosok pahlawannya kini berubah licik seolah menyimpan kekecewaan, cinta yang Gemini janjikan benar-benar memudar. Sumber kebahagiaan masa lalu, berangsur jadi tangisan suram yang mungkin suatu saat telah murni menjadi pemberontakan.

"AKHH... SIAL... GEMINI, HENTIKAN KETAMAKAN MU...."

Fourth membulatkan mata, bersungut ke pinggir ranjang saat suara heboh dari luar pintu kamar beruntun.

Brukk....

Benda kayu berbentuk itu sudah hancur tanpa harga diri, Fourth terpaku pada posisinya.

"Jalang sialan..." Decih Gemini, berjalan pelan menghampiri istrinya. Mark pun tak dapat berbuat banyak, lelaki itu sudah terluka parah dipegangi dua orang asing.

"Gemini, jangan kembalikan aku ke rumah itu"

"Kenapa? Kau ingin jadi jalang yang melayani Mark sesuka hati?"

Fourth merasa tak baik, nafasnya meredup dengan air mata yang mengalir hebat. Sekarang namanya adalah sebuah penghinaan yang sudah diperhitungkan, Gemini tanpa rasa simpati sama sekali menyeret tubuhnya.

"Gemini... Hentikan..." Suara serak pelan, tanda bahwa pria manis itu tak memiliki cukup tenaga "Mark terluka parah, kau benar-benar gila" Satu tarikan kuat, pada rambutnya. Sekarang dia bahkan merasakan dirinya meremang, tapi mencoba tetap tenang.

"Apa kau mencoba mengaturku? Kau? Apa hak mu? Bahkan hidupmu ini, bukan milikmu Fourth. Jangan bermimpi"

"Lalu Jangan libatkan Mark, dia hanya membantuku untuk pulang"

"Sialan, kau punya rumah? Tidak kan?" Gemini terdengar santai, nyaris geli. "Dan lagi, sekarang dia mencoba untuk terlibat kan?"

Fourth meneguk saliva, meringsak menarik baju si dominan "Gemini... Hentikan kegilaanmu—

—kau tak akan pernah melihatnya lagi" Postur tangan, melambai ke arah orang suruhannya jelas memberi aba-aba. Bahkan saat Mark dibawa secara paksa, Fourth sama sekali tak bisa bergerak dalam kukungannya. "Ayo kita pulang Fourth, ke rumah"

.
.
.
.
.

Gemini melemparkan jaket ke atas sofa, Prim nampak sudah harap-harap cemas sedari tadi menantinya. Gadis itu berjalan mendekat, mengusap wajahnya dengan lembut penuh perhatian. "Sejak tadi aku khawatir, penjaga bilang kau keluar dan membawa beberapa orang"

"Aku baik-baik saja sayang, tak usah cemas" Gemini mencoba tenang, mengecup puncak kepala istrinya. "Bisa buatkan aku minuman yang hangat?"

Prim mengangguk, namun masih enggan berpindah tempat saat menengok Fourth di seret masuk ke ruang tengah. Sekarang dia curiga, apa jangan-jangan Gemini keluar dari rumah sejak tadi karena ingin menjemput lelaki itu. Sial, dia memang bukan istri pertama, tapi siapa yang tak sakit saat mengetahui kenyataan barusan.

"Prim..."

Pandangan wanita cantik itu mengedar, kembali pada suaminya "aku akan membuatkannya, tunggu yah..."

Gemini mengangkat bahu, kini lebih fokus pada Fourth yang sudah melemas. "Bawa dia ke kamarnya, dan suruh penjaga gerbang bertemu denganku"

"Baik tuan..."

"Sial... Pekerjaan ku kacau" gerutu Gemini, menyamankan duduknya. Mata tipis itu sedikit terpejam, mungkin karena semilir angin lembab asbab cuaca mendung.

.
.
.
.
.

Suara lenguhan tak nyaman, udara stabil dan beberapa peralatan obat di atas nakas tersusun rapi. Gemini melihat ke dalam, ragu-ragu, dan masuk.

Fourth ada di atas ranjang, dengan langkah hati-hati pria tampan itu mencoba tenang tak menganggu. Nampaknya si manis telah tertidur lelap, namun suara tak nyaman hingga erangan kecil menandakan ketidaknyamanan.

Dia belum sempat mencapai pundak itu, lebih dulu mengambil kompres kain kemudian mengusap wajah pucat.

Waktu di malam gelap, tertunda oleh kekauan yang entah dari mana. Fourth mencebikkan bibir mencoba menerka suhu nafasnya yang panas, semua persendiannya ngilu total.

Pelukan erat, nyaman mengusap dadanya tak sempat lagi membuat pria manis itu membuka mata. Sakit saat kulit dingin tak asing menyentuh permukaan wajahnya, menyamai penuh perhatian dan kelembutan khusus.

"Fourth... Kau mendengar ku?"

Apa ini mimpi? Tubuhnya semakin dingin terhentak, tak lama sudah terbalut kain hangat nan lembut yang menyelimuti. Secara otomatis dia mencoba bergelung, mencari posisi lebih baik tepat pada dada bidang dalam khayalannya.

Percikan bahagia, rindu dan sesak luar biasa. Tak ada yang dia rasakan lagi, jemari kakinya bergerak mencari kehangatan lebih. Rematan yang nyaman, bahunya berkali-kali terasa di usap dan di kecup pelan.

Fourth tertidur, mendengkur halus, merasakan mimpi di malam itu enggan usai. Menapaki jalan hangat, menyamai aroma angin semilir di padang rumput hijau. Kelabu indah menenggelamkan, tubuhnya mereda, bersama suara panjang menunjukkan kelelapan.

Dia kelihatan ceria untuk sesaat, menghadiri pertunjukan mentari di pagi itu dengan raut tak terbaca.

Di atas tempat tidur, Fourth menghela nafas panjang penuh kekosongan. Aroma sup hangat menembus pintu, dan matahari bersinar masih enggan melewati gorden abu nya.

Kesadaran yang tiba-tiba merenggut rasa bahagia, seperti baru beberapa saat yang lalu malaikat memeluknya. Entah bagaimana menjelaskan perasaan itu, hanya sepersekian detik lenyap menjatuhkan mimpi indahnya.

Fourth menyerngitkan dahi, rasa tak nyaman muncul saat pintu kamar terbuka menampilkan wajah memuakkan yang dongkol padanya.

"Hari ini kau harus ikut menemani Prim menjalani program kehamilan"

"Aku masih sakit"

Gemini tak mengubah ekspresi, mencengkram kenop pintu penuh kendali "jika kau tak ikut, kejadian kemarin akan terulang lagi. Entah dengan siapa setelahnya, tapi kau tak bisa berharap lagi pada Mark. Aku melenyapkan nya"

"Kau benar-benar iblis" Fourth bangkit, duduk dengan baik kemudian meringis "apa kau bahkan ingat bahwa dia keluarga mu?"

"Iya dia keluargaku" ujung jemari mendarat elok di atas dagu si manis "tapi dia membuatku marah, kau tau apa akibatnya kan?"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow komen dan ninggalin jejak dulu 💜🙏🏻😭



Replaced Love [Geminifourth]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang