Chapter-05

3 0 0
                                    

Acara doa pun selesai tepat jam tujuh malam. Satu persatu orang mulai meninggalkan rumah ibu mertua Samantha. Begitu juga Samantha yang langsung menuntun nenek kembali ke kamarnya. Samantha juga menyiapkan air minum untuk nenek jika nanti nenek merasa haus. Samantha juga mendekatkan remot televisi di samping nenek. Jika merasa bosan nenek bisa tiduran sambil menonton televisi.

Tak lama, Della pun datang membawa sepiring nasi dan juga lauk untuk nenek. Samantha yang melihat isi piring nenek pun tidak tega. Hanya ada nasi putih, sayur bayam dan juga tempe. Selebihnya tidak ada, dan Samantha ingat ketika pulang ke rumah ibunya sempat membawa satu kantong plastik ayam mentah. Yang katanya ingin dimasak ayam kecap sore nanti, hanya saja kenapa nenek makannya seperti itu? Bukannya nenek membutuhkan asupan gizi yang banyak?

Tidak mau berdebat dengan pikiran, Samantha pun kembali ke depan dan membereskan sisa minuman tamu tadi. Menyingkirkan makanan yang masih banyak dan menyimpannya kembali.

Disini Samantha bekerja sendiri, ibunya sibuk di depan karena ada pembeli. Sedangkan Elly lebih memilih masuk ke dalam kamar, entah apa yang dia lakukan oleh Elly.

“Belum selesai, Sam?” tanya Della.

“Belum Bu, tinggal gulung karpet aja. Tadi aku masih beresin bekas minum mereka.” jelas Samantha.

Della mencoba membantu Samantha agar cepat selesai. Ini hanya masalah karpet, tapi kalau karetnya tebal seperti ini juga membuat Samantha dan juga Della kesulitan untuk menggulungnya. Della mencoba untuk memanggil Elly agar mau membantunya. Tapi yang ada Elly sama sekali tidak mau keluar dan memilih untuk tidak mendengar panggilan Della.

“Udah Bu kita berdua aja, setelah digulung nanti aku tahan ya nanti Ibu yang bagian menali.” jelas Samantha.

Della mengangguk dan sudah siap dengan tali yang dia bawa. Dengan sekuat tenaga Samantha pun menggulung karpet besar ini dengan keringat yang bercucuran. Sampai akhirnya tepat di hadapan Della, perempuan itu langsung mengikat karpetnya agar tidak lepas, dan kembali menyimpannya di lantai atas.

Pintu kamar terbuka dengan lebar dan muncullah Elly dari dalam kamarnya. “Kenapa manggil-manggil?” tanyanya tanpa dosa.

Samantha maupun Della memilih untuk diam dan tidak menggubris pertanyaan Elly. Jarak antara kamar dia dan juga ruang depan tidak begitu jauh. Bisa ditempuh dengan tiga langkah kaki setelah itu sampai. Tapi yang ada Elly malah memilih enaknya saja sejak tadi. Padahal Della sudah meminta Elly untuk mengambil minuman untuk para tamu pun Elly tidak mau dan memilih untuk duduk anteng sambil memainkan ponsel barunya. Ponsel baru hasil ngambek tiga hari tidak mau keluar kamar sama sekali. Della yang tidak tega dan anak perempuan satu-satunya memiliki untuk membelikan ponsel itu untuk Elly.

Duduk anteng di depan televisi, Samantha pun melihat pesan masuk dari salah satu teman sekolahnya dulu yang menawarkan lipstik pada Samantha. Harganya cukup murah, hanya tiga puluh ribu sudah mendapatkan dua lipstik. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, Samantha pun langsung memesan lipstik itu dengan cepat dan memiliki warna yang cocok untuk dirinya. Kapan lagi beli lipstik tiga puluh ribu dapat dua dengan brand terkenal lagi.

Samantha cukup puas dengan pilihan lipstiknya yang bagus. Dia memilih warna merah bata dan juga nude, agar lebih natural saja jika dipakai bepergian. Ditambah lagi stock lipstik milik Samantha juga sudah hampir habis. Dia bahkan sampai lupa untuk membeli lipstik baru jika pergi keluar rumah untuk membelikan kebutuhan  Axcel.

Melihat notif pesan masuk Samantha pun langsung mengiyakan ajakan temannya ini untuk bertemu di minimarket terdekat dari rumah Samantha.

“Bu besok aku mau pergi sebentar ya jam tiga sore. Ambil barang habis itu pulang.” ucap Samantha meminta izin.

“Iya pokok jangan lama-lama nggak ada yang momong anakmu nanti.”

“Iya Bu, nggak lama kok cuma sebentar saja.” jawab Samantha menyakinkan. Memang hanya sebentar hanya mengambil lipstik setelah itu pulang ke rumah.

“Ya sudah!!” ucap Della pasrah.



****



Keesokan harinya Samantha bertemu dengan adik temannya yang ternyata mengantarkan lipstik pesanan Samantha. Dari packaging saja terlihat lucu apalagi warnanya, sudah pasti bagus di gunakan oleh Samantha yang memiliki kulit kuning langsat.

Setelah menerima barangnya, Samantha pun segera pulang. Dia takut jika anaknya nanti mencarinya, apalagi Samantha meninggalkan Axcel dalam keadaan tidur pulas. Buru-buru Samantha menambah kecepatan motornya untuk segera sampai di rumah.

Dan ternyata Axcel belum juga bangun dari tidurnya.

“Kamu itu habis dari mana to?” tanya Della dengan raut wajah yang mulai serius.

Dengan bangganya Samantha menunjukkan barang yang baru saja diambil di depan supermarket tadi. “Aku habis beli lipstik Bu, mumpung lagi ada promo tiga puluh ribu dapat dua. Warnanya cantik lagi pas dioles tadi di tangan.” cerita Samantha dengan semangat.

Della langsung menatap lipstik itu dengan tatapan tidak suka nya dan berkata, “Lain kali kalau mau beli sesuatu itu pake duit sendiri, cari sendiri jangan pake uang Aksara. Gaji Aksara itu cuma cukup untuk kebutuhan Aksara sama Axcel aja.”

Deg …

Samantha menatap ibu mertuanya dengan tatapan tidak percayanya. Barusan dia bilang apa? Kalau pengen beli sesuatu Samantha harus cari uang sendiri? Apa mertuanya tidak rela jika Samantha menggunakan uang Aksara hanya untuk membeli kebutuhannya? Apa mertuanya ini lupa jika Samantha adalah istri dari Aksara? Dan apapun yang menjadi kebutuhan Samantha adalah tanggung jawab Aksara. Jika kalau Samantha tidak diperbolehkan menggunakan uang Aksara, lalu untuk apa juga Samantha dan juga Aksara menikah?

Sebelum menikah dengan Aksara semua kebutuhan Samantha dipenuhi oleh ayah dan ibunya. Bahkan ayah dan ibunya selalu mengusahakan yang terbaik untuk Samantha, agar perempuan itu tidak kekurangan sedikitpun. Tapi di keluarga suami Samantha malah diperlakukan seperti ini? Ini hanya sebuah lipstik, bahkan Samantha juga sudah meminta izin Aksara jika dia ingin beli lipstik. Tapi kenapa ibunya berkata seperti itu?

Dengan perasaan hancur dan air mata yang nyaris menetes Samantha dengan sudah payah menahan air mata itu agar tidak dari jatuh. Dia tidak boleh cengeng di depan mertuanya, atau tidak mertuanya itu akan terus mengejeknya setiap saat.

Bangkit dari duduknya Samantha pun memilih pergi ke belakang rumah. Dia menggenggam dua lipstik barunya dengan erat, lalu derik berikutnya Samantha membuang lipstik itu dengan cuma-cuma. Hatinya sakit mendengar ucapan itu, ucapan yang keluar dari orang yang Samantha prioritaskan. Sebisa mungkin setelah ini Samantha akan mencari kerja dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus meminta uang Aksara. Cukup kali ini ucapan itu sangat menusuk hatinya. Sampai kapan pun Samantha tidak akan lupa dengan ucapan itu. Ucapan yang seolah mereka tidak menginginkan Samantha.

Padahal dari awal Samantha tidak ingin menikah dengan Aksara meskipun waktu itu Samantha sudah hamil besar. Dia sanggup merawat bayinya seorang diri tanpa seorang ayah. Tapi karena paksaan Samantha pun menikah dengan Aksara, agar bayi itu memilih marga ayahnya. Tapi jika tahu setelah menikah direndahkan oleh mertua sendiri, lebih baIk dulu Samantha tidak menikah saja dengan Aksara dan tidak merasakan sakit hati karena ucapan ibu mertuanya yang begitu tajam. Samantha akan terus mengingatkan sampai mati pun Samantha akan terus mengingatnya. 



To be continued

Kehidupan Kedua Setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang