BAB 5 : Keberuntungan Beruntun

64 13 10
                                    

Hari yang lain, dengan lebih cerah, aku sungguh semangat untuk bekerja. Aku bahkan bangun lebih pagi, ralat, sangat pagi untuk naik bis paling awal karena ingin bertemu dengan Jungkook.

Oke, apakah itu kedengaran aneh? Benar-benar mengingatkanku disaat aku masih sekolah dulu. Bangun awal, datang awal, hanya untuk memastikan dan juga melihat si pujaan hati apakah mereka sudah sampai sekolah atau belum.

Benar. Aku menyukainya, aku benar-benar menyukainya! Kau tau, aku ingin kenal lebih dekat dengannya. Ia benar-benar tipeku. Aku menyukai laki-laki ekstrover karena mereka selalu terbuka, dan cenderung memiliki inisiatif dan kepekaan yang tinggi.

Realistisnya saja. Lelaki dingin yang sok berkata irit seakan-akan bisu, benar-benar membuatku muak. Seakan-akan ia mengharap bahwa kita juga ingin meluluhkannya, aku tidak begitu dan tidak pernah mau. Kau tidak ingin? Cari saja sendiri! Tidak ada yang mau? Telan saja sendiri kesendirianmu itu. Kau yang tidak realistis bukan aku! Ini fakta. Otoriter, tidak terbuka bahkan cenderung tidak mau mendengarkan.

Lupakan, mari kita kembali ke realita. Realitanya, aku sedang mempersiapkan diriku sebaik-baiknya untuk bertemu dengannya hari ini. Semoga saja. Bodohnya aku tidak mengecek di sistem sampai kapan ia menginap di hotel ini. Aku menerimanya sebagai pertanda baik, semoga saja ada sesuatu yang terjadi diantara kami. Hihihi....

12.05 p.m.

"Lisa, hai. Sudah siap untuk istirahat?"

"Tidak ini jadwalku untuk berjaga disini," aku menunjuk ke arah jadwal piket jaga selama makan siang di resepsionis, memberitahu salah satu rekan kerjaku.

"Kau membawa bekal?" Salah satu wanita juga keluar, dari dalam tembok belakang, ruangan kecil toilet khusus karyawan dan ruangan arsip resepsionis.

"Yeah... Kalian bisa duluan saja." Aku menjawab cepat sembari membereskan meja resepsionis.

"Sampai jumpa!"

"Yeah! Selamat bersenang-senang!" Aku menjawab asal, saja karena sibuk dan bingung. Mengiyakan saja. Toh tidak penting-penting amat.

"Tidak memesan sesuatu?"

"Tidak perlu!" Aku menjawab singkat.

"Kalau butuh, telpon saja aku!" Aku mendengus sebal dengan diam-diam. Sialan temanku yang satu ini. Terlalu banyak basa-basi.

"Iya-iya!" Aku menjawab asal berusaha menyembunyikan sedikit kesebalan ku.

Oke, mereka hilang. Ini keren sekali. Kini mereka semuanya sudah meninggalkanku di dalam kesendirian. Menyedihkan, ini adalah sebuah kesialan. Terjebak dalam jadwal piket menjaga selama jam makan siang dan sampai sore. Benar-benar, mereka makan siang tetapi aku disini berjaga-jaga siapa tau ada tamu yang memerlukan bantuan mendadak.

Siang ini, aku yang punya giliran. Sebenarnya kami semua punya giliran. Kau tau kenapa kesialan? Bolehkah aku berpikir bahwa Jungkook sedang menungguku di restoran? Hihihi... Nakal bukan? Genit? Biar saja, ini diriku, tidak merugikan dirimu bukan begitu?

Aku membuka bekalku. Roti, dengan sayur dan telur, biasa disebut sandwich. Hehe, basa-basi sedikit saja. Aku menoleh memastikan tak ada orang-orang dan mulai berjongkok di lantai.

Benar, makan sembunyi-sembunyi, tidak etis dan profesional untuk makan sembari menjaga resepsionis, malu dilihat tamu!

Makan dan makan, kunyah dan kunyah, Hinga telan saja! Apapun itu telan saja! Sial sekali, aku baru saja mengecek, Ludwig baru saja check-out hari ini. Sial! Habislah kesempatanku untuk bertemu Ludwig.

TING!

Aha! Belnya bunyi, aku cepat-cepat minum. Sial, aku bahkan tidak mendengar suara langkah kaki. Makan, telan, minum. Mengelap bibir sedikit mengecek penampilanku dan segera berdiri.

BERDARAH DINGIN / LIZKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang