Chapter 3

210 0 0
                                    

"Direktur Choi, Nona Choi Jumi sudah datang."

"Oh, sudah datang. Duduklah, Jumi," ucap ayahnya.

Wanita itu berjalan mengitari ruangan, menundukkan kepala sebagai bentuk sapaan pada orang lain yang ada di dalam sana.

"Aku hanya merecoki dan mengawasi hidupmu sebagai seorang ayah. Jika kau memutuskan untuk menikah, kau bisa pergi dan menjalani hidup sesuai kehendakmu. Namun, kau masih belum menikah, jadi kau harus mengikuti apa yang kuperintahkan! Begitulah seharusnya, Jumi. Apa kau tahu bagaimana sulitnya dunia ini? Jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi padamu dan aku mendengar keluhan keluar dari mulutmu kalau kau tengah kesulitan, aku akan menjual kafe dan rumahmu yang ada di Hannam-dong saat itu juga. Bersiaplah untuk mandiri, tapi kalau keinginan kuat dan kekeras kepalaanmu tidak bertahan lama, menyerahlah sekarang! Jangan terseret masalah karena melakukan sesuatu yang tak seharusnya, dan jika kau dengan tenang melakukan apa yang ayahmu ini suruh, hidupmu akan terjamin. Mengapa itu sangat sulit dilakukan, dan bahkan pergi seperti anjing yang ekornya terbakar? Menyedihkan!"

Itulah kata-kata perpisahan ayahnya saat Jumi meninggalkan mansion keluarga beberapa tahun lalu.

Bagaimana bisa aku berada dalam keadaan sulit ini? Tekadku untuk melawan keinginan ayah bertentangan dengan karakternya. Sifat keras kepala yang sama yang aku dapatkan darinya. Aku bisa menarik kembali apa yang kukatakan 100 ribu kali dalam sehari di hari aku meninggalkan rumah untuk selamanya. Ayah bertanya apakah aku yakin dengan keputusanku. Dan yah, tentu, aku lebih dari yakin. Namun, kebebasan itu tengah berada di ujung tanduk.

Itu karena pria itu. Pria aneh dari kafe. Memangnya berapa besar kemungkinan kalau kami akan berpapasan sebanyak tiga kali berturut-turut karena kebetulan? Semenjak bebas, aku bahkan belum pernah mengunjungi rumah dan belum beberapa hari sejak aku mulai merasakan sensasi diikuti yang aneh ini.

"Penguntit? Itu cukup menyebalkan. Kalau buktinya tidak cukup, akan sulit untuk mendapat hukuman. Bahkan kalaupun buktinya ada, hukumannya juga ringan. Toh, hukum sialan ini sangat tidak menguntungkan untuk para wanita."

Bahkan saat Hye Seon berdecak, Jumi tidak merasa secemas ini. Pelanggan yang berkunjung ke kafe setiap hari adalah pria yang sama yang ditemuinya di bar di hari pertunangan Senior Jung Hyun. Pria itu juga muncul hari ini.

Itu pria yang sama! Aku yakin! Apa dia benar-benar menguntitku?

Kebetulan apa yang membuatnya bertemu dengan orang yang sama lagi dan lagi di mana pun dirinya pergi? Apakah Jumi harus menganggapnya sebuah kebetulan saja? Ini bukanlah hal besar mengingat hal yang sama pernah terjadi sebelumnya, apakah dirinya saja yang terlalu sensitif?

"Sepertinya kau habis makan malam dengan seorang teman. Sekarang, saatnya kau minum wine favoritmu." Ayah Jumi menuangkan wine untuknya.

Suara wine yang dituangkan ke dalam gelas menarik Jumi dari pikirannya.

Pria yang duduk di hadapannya berubah. Jung Yun Kyo berada di tempat di mana Lee Taeju harusnya duduk. Pria itu sedikit menaikkan sudut bibirnya dan mengangkat gelas wiski seolah mengejek ucapan ayahnya. Matanya sedingin besi. Mata yang tidak memiliki kehangatan dan tidak pernah tidak memiliki musuh di hidupnya. Jika diibaratkan dengan metafora, mata itu merupakan pintu neraka.

Saat Jumi tenggelam dalam pikirannya, ia merasakan tatapan semua orang di sekeliling mengarah padanya. Pelan-pelan mendongak, hanya tatapan marah ayahnya yang dilihat Jumi karena telah memasang wajah linglung di hadapan atasan ayahnya. Seolah api akan menyembur dari kedua matanya kapan saja.

Mata itu menegurnya seperti berkata, "Apa yang kau lakukan sampai tidak memperhatikan sekitar?"

Ketika Jumi mulai sadar, Yun Kyo juga menatapnya dengan ekspresi sedikit aneh. Jelas sekali pria itu tengah berbicara padanya dan Jumi mengabaikannya.

Absolute ThresholdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang