Tok tok tok
"Dek, Adek." Panggilan tersebut nyatanya tak membuat si manis yang tengah bergelung dengan selimutnya itu bergerak satu senti pun. Mark Denandra yang tak sabaran mulai memutar kenop bilik pintu milik adiknya.
Pemandangan yang ia lihat adalah sosok Akiel yang masih asyik memejamkan mata dengan memeluk guling empuk kesayangannya.
Mark berjalan mendekat, kemudian menyunggingkan senyum kala netranya menangkap bibir merah sang adik mengerucut lucu karena pipinya terimpit oleh guling yang dipeluknya.
Mark duduk pada pinggiran kasur besar itu, ia menunduk dan mulai menepuk pelan tubuh Akiel yang tetap tak bergerak sedikit pun.
"Hey, Adek," panggil Mark seraya mencubit dan mengelus pipi selembut bayi milik sang adik.
Akiel yang merasa terganggu tidurnya pun menggeliat tak nyaman, keningnya mengernyit tanda tak suka. Ia membuka kedua matanya yang masih terasa berat itu secara perlahan dan mulai memberikan sorot tajam pada sang kakak.
"Abaaang ih, masih jam lima kurang loh ini?" Dengan terpaksa Akiel bangkit dan duduk bersandar pada headboard kasurnya.
Mark yang tak bisa menahan gemas itu mulai mengacak surai Akiel yang sebelumnya memang sudah berantakan karena tidurnya. Raut adiknya terlihat semakin menekuk.
Siapa pun tolong bilang pada kakaknya ini bahwa ia benar-benar masih mengantuk. Asal kalian tahu, ia ini kemarin tidur di atas pukul dua belas malam!
"Itu, coba Adek liat di bawah ada siapa." Akiel mulai menyipitkan matanya dan berpikir. Tak mungkin orang tuanya, 'kan? Lantas siapa?
Sontak matanya membelalak, tiba-tiba teringat dengan chat-nya kemarin pada platform WhatsApp mengenai tiga sosok yang sangat Akiel rindukan. Ia pun dengan semangat melemparkan selimutnya sembarangan kemudian berlari turun ke bawah melalui tangga meninggalkan sang kakak.
"Pelan-pelan, Dek." Suara berat itu menyapa rungunya ketika kakinya berhasil menyentuh anak tangga terakhir dan mendaratkan dirinya di lantai satu rumah.
Saat mendongakkan kepala, ia menemukan Jemian yang tengah tersenyum manis untuknya. Akiel pun menubrukkan dirinya pada tubuh kokoh lelaki berusia satu tahun lebih tua darinya itu. Ia mulai mengusakkan wajahnya pada dada bidang di depannya.
"Kangeeen, Kak Jemiii.." rengeknya. Jemian pun mengusap lembut rambut hitam milik akiel. Ia menatap teduh sosok manis yang dulu sering menjadi penyebab terbitnya senyum seorang Jemian kecil.
Jemian rasa, tak jauh berbeda dengan Akiel kecil, hanya saja yang di depannya ini rambutnya kini mulai memanjang.
"Mandi dulu sana, Dek. Nanti Aa' sama Jisa ke sini juga."
Sorot mata Akiel menjadi berbinar-binar. Ia berjalan dengan riang menuju bilik kamarnya sendiri. Jemian yang melihatnya hanya menggelengkan kepala seraya terkekeh pelan.
Waktu menunjukkan pukul lima lebih sepuluh menit, Akiel sudah siap dengan seragam rapi yang menempel di tubuhnya. Ia kembali turun menuju dapur, jaga-jaga kemungkinan sarapan bersama.
Melewati ruang tengah, ia menatap terkejut sosok jangkung yang memiliki mata kecil itu. Akiel masih menganga tak percaya melihat perawakan Ajisaka yang menurutnya banyak berubah, sedangkan orang yang ditatap hanya tertawa ringan.
"Kenapa, hm?" Akiel pun berjalan memutari tubuh tinggi Ajisaka sembari menelisik. Ini beneran Jisa nggak, sih? Kok gede amat?
"Aku nunggu pelukannya loh, Ay," protes yang lebih muda. Lantas Akiel berhenti tepat di depannya kemudian mendekap erat lelaki tersebut. Dekapan itu tentu dibalas tak kalah erat, keduanya memang sama-sama saling merindu karena sudah lama tak bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGNETIC | Chenle Harem
Fanfiction[a] bersifat seperti magnet (sehingga dapat menarik). Akiel Denandra baru-baru ini kembali menetap di kota yang menjadi tempatnya hidup saat kecil. Ia mengikuti sang kakak yang ingin tinggal sendiri atas izin kedua orang tuanya. Dan tak disangka, Ak...