BAB 8

312 27 2
                                    

Dengan langkah tertatih, Maeryn menghampiri gaun miliknya yang telah habis terbakar.
Ia sedih bukan karena tak lagi memiliki gaun mahal, hanya saja karena gaun itu adalah pemberian yang seharusnya bisa ia jaga.

Namun Maeryn sedikit lega mengingat gaun yang ia beli menggunakan koin ayahnya masih tersimpan dilemari, mungkin karena gaun tersebut tak semahal pemberian putra mahkota atau karena Elora tak ingin ketahuan oleh ayahnya.

Maeryn menatap lemas sebuah kobaran api yang mulai meredup, seraya duduk disebuah kursi kayu.

Kala itu dikejauhan tampak ayahnya berjalan menghampiri dirinya.

"Anakku, apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau sedang sakit?".

Tanya Marquess lembut dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Ayah, sebenarnya aku telah  menghilangkan kuda ayah  saat mencoba mencari kakak, sakit yang kurasakan ini adalah penyebab aku terkena perangkap dihutan, Grand duke lah yang telah menolongku dan mengantarkanku pulang."

Ntah mengapa kalimat itu keluar begitu saja dari bibir Maeryn, ia yang sebelumnya meminta agar Grand duke merahasiakannya, namun ialah yang mengatakannya sendiri pada ayahnya.

Air matanya mulai menetes, Maeryn pasrah jika harus mendapat amukan sang ayah.

Seketika tubuhnya terasa hangat saat sang ayah memeluknya erat.
Sontak Maeryn terkejut dan air matanya semakin mengalir deras.

"Maafkan aku ayah."

Lenguhnya sembari sesegukan.

"Mengapa kau menutupinya dari ayah? berapapun banyak kuda yang hilang ayah tak peduli,  bukankah kau ingat ayahlah yang membawamu kemari?".

Wajah Marquess tampak begitu sedih dan kecewa.
Namun Maeryn terus menundukkan wajahnya.

"Penjaga!".

Seru marquess sehingga beberapa pria yang menjaga kastil itu berlari menghampirinya.

"Siapkan kereta kuda sekarang juga, dan katakan pada pelayan untuk mengemas barang-barang putriku, kami akan berangkat ke pusat kota!".

Para penjaga itu mengangguk dan langsung melaksanakan tugasnya, Maeryn yang mendengar ucapan ayahnya seakan bingung dengan apa yang terjadi.

"Ayah, mengapa kita meninggalkan kastil?".

Sang Ayah menatap nanar, ia tak menyangka putrinya itu begitu polos.

"karena dokter disekitar sini tidak kompeten, dan ayah bisa mengawasi pengobatanmu karena ayah ada sedikit pekerjaan dikota."

Maeryn diam tak menjawab perkataan ayahnya, malahan ia senang karena telah berpikir salah tentang ayahnya, ia mengira hanya Elora yang disayang sang ayah, apalagi mengingat tubuhnya yang masih kesakitan dan penuh lebam, pasti akan cepat sembuh jika dilakukan pengobatan dengan benar, hingga membuat ia tak sabar untuk segera berangkat.

Elora yang melihat kejadian itu dari atas balkon kastil march, seketika naik pitam dan semakin membenci adiknya, iya bahkan tak peduli setelah mendengar kejadian yang menimpa Maeryn ketika mencari dirinya.

Ia buru-buru bersiap untuk mengikuti kereta kuda yang mengangkut sang ayah dan adik.

"Sebaiknya anda jangan gegabah nona, jika langsung mengikutinya anda pasti ketahuan. Saya akan mencari tahu kemana tujuan mereka, dan anda bisa berangkat setelahnya."

Ujar si pelayan, yang kala itu menghalangi kepergian Elora.

"Bagaimana aku bisa tenang dengan keadaan seperti ini? Anak haram itu telah merebut ayahku, bahkan ia bertemu dengan Killian!".

Ekspresi marah marah itu membuat wajah Cantik Elora tampak menakutkan.

"Tenanglah nona, saya pasti membantu anda, setelah sampai dikota, saya akan mencari tempat pengobatan anak itu dan saya akan mencari cara untuk menyingkirkannya tanpa mengotori tangan anda."

Si pelayan mencoba meyakinkan Elora agar bertindak sesuai intruksi pelayan tersebut.

Senyuman menyeringai yang di ekpsresikan Elora menjadi tanda bahwa ia setuju akan rencana itu. Seketika ia mulai tenang dan menyuruh si pelayan untuk mengatur semuanya.

                                ***

Marquess menatap putrinya yang sedang tertidur lelap, ia mengingat saat pertama kali menggendong Maeryn ketika masih bayi.

Hatinya hancur dan menyesal kala menjemput sang putri karena ia memiliki kehidupan berbeda dengan Elora.

Kali ini ia berjanji akan memberikan kehidupan yang serupa dengan putri sulungnya, meski marquess merasa dilema setelah tahu jika Elora tak menerima kedatangan Maeryn, hingga ia pergi meninggalkan kastil.

Namun ia tak ingin menyesal untuk kedua kalinya, apalagi Maeryn adalah anak yang dilahirkan oleh orang yang dicintainya.

Cuaca yang sangat dingin itu membuat kabut terlihat tebal, embun seakan keluar bersama napas.

Marquess menyelimuti putrinya menggunakan jaket bulu agar ia tak menggigil.

Hingga tak lama setelahnya, mereka sampai disebuah gedung tinggi, itu adalah pusat kesehatan bangsawan milik kerajaan.

Pengawal yang berjaga disana segera menghampiri setelah melihat kereta kuda berlambangkan Keluarga Marquess, dengan cepat seorang yang disebut tabib membantu Maeryn yang telah bangun dari tidurnya.

                               ***

"Putri anda akan segera sembuh, namun ia tetap harus dirawat untuk menghilangkan memar dan bekas luka, apakah putri Tuan jatuh dari ketinggian?".

Tanya tabib disana, yang heran dengan tingkah lady bangsawan muda.

"Tidak, ia hanya terjatuh saat sedang bermain."

Marquess terpaksa berbohong agar tak dicap sebagai ayah yang tidak kompeten. Apalagi ia mengira putrinya sedang sakit demam.

"Baiklah, silahkan temui putri anda, sepertinya ia merindukan tuan."

Ujar tabib tersebut yang kemudian undur diri.

Kala itu marquess dengan cepat menuju kamar tempat putrinya dirawat, hingga ia tak memperhatikan sekelilingnya.

"Marquess, apa anda akan menemui seseorang?".

Marquess terkejut saat orang itu memegangi pundaknya.

Sontak marquess mengalihkan pandangannya, dan seketika itu ia memberi hormat pada putra mahkota pemilik pusat kesehatan tempat putrinya dirawat.

"Anda tak perlu sungkan Tuan, siapa yang anda temui?".

Tanya Putra mahkota lagi, setelah menarik kembali lengannya.

"Putri saya sedang dirawat yang mulia."

Jawaban itu membuat Putra Mahkota mengernyitkan keningnya, ia ingin tahu putrinya yang mana yang sedang dirawat.

"Bolehkah aku ikut menemui putrimu?".

Tanpa ragu marquess membungkuk dan mengiyakan ucapan Putra Mahkota, sayangnya saat mereka tiba, Maeryn sedang terlelap.

"Apakah Maeryn baik-baik saja marquess?".

Pertanyaan putra mahkota membuatnya bingung karena ia tak tahu kalau putra mahkota mengenali putri keduanya.

"Ia terkena perangkap dihutan yang mulia, untungnya Grand duke menolongnya, tapi mengapa anda tahu nama putri saya?".

Putra mahkota tersenyum tipis, ia diam menatap lama Maeryn.

"Ada kejadian lucu yang membuat kami bertemu, dan sepertinya sudah cukup aku disini."

Pungkas putra mahkota yang akhirnya keluar dari ruangan pengobatan tersebut.

____________________________________

Jangan lupa votenya untuk menghargai karya author 😊

pecintasenjamu

When Love and Revenge Become One [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang