Chapter I

2.8K 106 7
                                    

Aku berlari menerobos hutan terlarang yang gelap tidak bercahaya dengan derit langkah kaki ku yang mulai melemah. Pilar-pilar coklat dan berdaun jerami menjulang tinggi keatas mencakar keindahan langit, menutupi cahaya rembulan malam yang datang untuk menerangi jalan ku. Suara detakan jantung berpacu tidak beraturan seiringan kaki ku terus berlari meloloskan diri jauh-jauh dari perkampungan. Ilalang membubuhi setiap jalan setapak yang ku lalui membuat kulit telanjang ini harus merasakan gatal-gatal hebat. Tak sampai disitu uji coba ku meloloskan diri, aku diberi sekali rintangan lagi yang mengharuskan aku melompat jauh melebihi tebing sekalipun demi tidak terjungkal kedalam sungai. Mata ku semakin kabur melihat pemandangan malam ini. Aku membutuhkan benda penerang sebagai satu-satunya lampu untuk menuntun jalan ku.

Berapa kali aku tersandung batu hingga keseimbangan ku meruntuh dan terjatuh. Tentunya aku harus sedikit lebih hati-hati agar tidak salah mengambil langkah sebelum aku terjatuh yang kesekian kalinya dan berhenti menatap kebelakang demi mengamati keadaan sekitar-waspada terhadap orang-orang yang mengejar ku.

Awan semakin gelap-udara semakin dingin meniup tengkuk serta menyelimuti seluruh raga ku dalam sekejap. Suara siulan jangkrik begitu merdu menemani malam yang mungkin pada akhirnya akan bernasib tragis setelah ini. Dalam samar-samar suara berbisik terdengar dari belakang ku 'sedekat itukah mereka'.

Aku rasa sudah berpuluh-puluh meter berlari dari perkampungan itu, mengapa mereka begitu cepat sekali mengejar ku sampai sini. Mata sapphire ku membulat seketika menangkap bola kobaran api menyala dalam gelap sedang berjalan-jalan dipersimpangan pepohonan menuju kemari. Gawat!

Demi hidup ku-aku bersumpah tidak ingin tertangkap oleh mereka. Membayangkan setelah mereka berhasil membekap ku kedalam peti sudah sangat cukup membuat ku takut.
Aku bergegas mempercepat langkah ku. Batu-batu kecil mengecohkan jalan ku sehingga aku hampir saja tersandung lagi-kali ini harus extra hati-hati.

Tapi,

Suara gaduh gerombolan orang-orang berseru semakin mendekat ke telinga ku. Panik. Bimbang. Takut. Paranoid. Semua menghantui, bergentayangan dalam harapan ku. Pupus sudah.
Seperti tidak ada warna lagi yang ku lihat sekarang. Hitam pekat. Berkabut.

Pohon besar berjejer disekeliling jalan setapak menyakiskan ku dengan tawa hina mereka. Menantikan jaring maut mengurung ku kedalam sangkar kembali. Memberi cemooh betapa rendahnya diriku di mata mereka.

Kobaran api berjalan semakin mendekat kearah ku. Gawat! Aku harus bersembunyi. Bersembunyi.

Dimana? Satu pertanyaan terlintas cepat dipikiran ku.

Jackpot! Aku berlari menuju semak belukar yang melintasi area perbatasan sungai. Ranting-ranting pohon lebat menjuntai kebawah dan batu-batu besar yang memenuhi di sekeliling sungai dengan itu sudah cukup menyembunyikan keberadaan ku. Aku akan bersembunyi disitu dalam beberapa menit hendak mereka melewati jalan ini.
Aku menyusup masuk kedalam semak melalui jalur belakang-sudi aku harus masuk lewat depan membiarkan duri-duri kecil serta daun bergerigigi melukai tangan dan kaki ku. Selagi aku tahan tidak merintih sakit setelah itu tak masalah bagi ku. Aku ini lemah.

Kini tidak ada lagi waktu untuk berpikir panjang-ku tarik semak-semak dan rerumputan ilalang untuk menutupi diri ku secara seluruh. Dalam posisi badan ku menghadap depan aku dapat melihat derit kaki mereka berjalan melintasi jalan setapak ini, namun aku harus merunduk untuk dapat melihatnya.

Baiklah-dalam hitungan mundur aku menunggu.

3....
Napas terasa berat sekali. Keringat mulai bercucuran. Tubuh semakin terkulai lemas. Ok. Baru kali ini aku merasa takut luar biasa.

2....
Perasaan takut menghantui ku. Panik. Gemeteran. Jantung ku berdetak berkali-kali lebih cepat dari yang ku duga ketika mendengar hentakan kaki berlari semakin dekat kearah sini. Adrelinan ku berpacu drastis dalam sekejap. Semoga tidak ketauan. Tidak ketauan. Aku memohon asalkan aku tidak ketauan.

EDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang