04. perkelahian

43 4 0
                                    

warning: banyak bahas kasar yang sangat tidak pantas ditiru: mohon maaf ditulis karena kebutuhan cerita, terimakasih.
Semoga bijak dalam memilih untuk mengambil yang baik dan membuang yang buruk.

••• l a b y r i n t h •••

Jovan menarik kerah Arsen begitu laki-laki itu datang ke belakang sekolah seperti yang dia minta. Matanya lalu memindai laki-laki yang kali ini tidak memakai kacamata itu.

"Udah gue bilang, jangan biarin Mikaila lolos klub lo itu anjing, lo enggak ngerti apa gimana hah?!"

Arsen memejamkan mata, dengan ancaman Jovan kemarin, dia tidak bisa melawan Jovan kali ini, maka yang dilakukannya adalah, diam mendengarkan ucapan kasar yang keluar dari laki-laki itu.

"Sialan, lo denger gue enggak?!"

"Sorry, yang lain mau dia—"

"Gue enggak peduli! yang mau gue denger cuma Mikaila yang gagal masuk klub lo, gue nggak peduli gimana caranya lo bisa manipulasi, yah tapi faktanya lo gagal kan anjing?"

Jovan mendorong kasar Arsen dan dia kemudian meludah secara asal. "Ayo pukul gue," pinta Jovan dengan mata menatap Arsen dalam, menghadirkan kebingungan dalam mata lain.

"Apa?" tanya Arsen berharap di salah dengar. Permintaan Jovan itu terdengar begitu membingungkan. Namun yang pasti, Arsen yakin laki-laki picik itu sudah mempunyai rencana matang untuk ini.

"Pukul gue sialan!"

Mereka menghabiskan banyak waktu di belakang sekolah, Arsen yang dengan ragu memukul Jovan beberapa kali sesuai perintah, dan Jovan yang juga memukul Arsen tanpa ragu, sekarang mereka benar-benar terlihat seperti sedang berkelahi, dan dengan secara tiba-tiba, seorang laki-laki dewasa yang menjabat sebagai wali kelas mereka datang, bersama dengan banyak siswi yang mengikutinya.

"Arsen! Jovan! apa-apaan kalian?"

Rumor pun tersebar, perilah Jovan dan Arsen yang berkelahi menjadi topik panas hari ini, hingga Mikaila yang sedang duduk di kelas pun mendengarnya, membuat perempuan itu berlari melewati lorong kemudian mengingip dari jendela ruangan bimbingan konseling.

Sedangkan di dalam sana, suasana terasa tegang, kecuali untuk seorang laki-laki yang masih santai mesksipun dengan wajahnya yang terdapat banyak memar.

"Jovan, Arsen telpon orangtua kalian sekarang juga. Minta salah satu mereka untuk datang ke sekolah."

Jovan mengangguk, dengan seringai di sudut mulutnya, menyadari jika rencana yang dia buat sepenuhnya berhasil.

"Kamu ini Jovan, sudah bagus kemarin-kemarin tidak buat keributan, kenapa kambuh lagi penyakit mu itu? kamu juga Arsen, ini pelanggaran pertama yang kamu buat loh, ada masalah apa kalian ini?"

Ruangan sejuk itu sudah berisi beberapa guru, masing-masing wali kelas, dan juga guru BK. Kemudian kepala sekolah secara tiba-tiba datang, duduk di samping guru BK.

"Gimana? mereka sudah menghubungi orangtuanya?" tanya sang kepala sekolah begitu duduk di atas sofa.

"Kayaknya sih sudah Bu."

Kepala sekolah itu memandangi keadaan Jovan dan Arsen dengan seksama, meneliti luka-luka baru itu dan menghela napas.

"Ada apa kalian ini, coba ceritakan masalahnya. Siapa tahu pihak sekolah bisa membantu."

Namun keduanya tidak juga membuka mulut. Terus begitu hingga masing-masing perwakilan orangtua mereka datang.

Barulah Jovan menatap Mamanya dan berbicara tentang apa yang terjadi, dari sudut pandangnya tentu saja.

Labyrinth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang