••• l a b y r i n t h •••
Mikaila Halwa, nama itu tertulis rapi di atas name tag yang terkait di kemeja putih seragam sekolah yang di bagian kerahnya terdapat dasi pendek dengan bentuk pita. Perempuan yang kerap dipanggil Mika itu berjalan bersama dengan seorang laki-laki yang bernama Jovaniel Laxim.
Mikaila Halwa, perempuan yang identik dengan rambut panjang kecoklatan yang nampak sehat, dengan cardigan pink yang selalu dipakainya itu selalu berhasil menari atensi publik tanpa harus mengeluarkan effort. Wangi bunga begitu gadis itu berjalan melewati orang-orang dengan senyuman ramah selalu saja membuat orang lain tidak cukup jika hanya menoleh satu kali.
Mikaila selalu mengikuti Jovan atau bahkan mungkin sebaliknya. Keduanya selalu bersama. Berada di bangku bahkan kelas yang sama. Rumah mereka pun bersebrangan. Sangat didukung jika kedua orang itu memang saling bergantung satu sama lain.
Terutama Mikaila, perempuan itu nyaris selalu melibatkan Jovan dalam hal apapun, sekecil membukakan nya ciki atau tutup botol, mengantar jemputnya pulang, namun untungnya itu dilakukan secara sama-sama karena dekatnya rumah mereka.
Yang jelas, kedekatan mereka berdua bukan lah hal yang aneh.
Mereka berpisah hanya untuk hal-hal yang memang benar-benar tidak bisa dilakukan bersama, seperti sekarang, mereka berpisah karena Mikaila akan pergi ke ruangan ektrakulikuler yang diikutinya sedangkan Jovan, dia memainkan bola di lapangan.
"Van woy, tuh cewek lo dateng!" seruan dari salah satu temannya itu berhasil membuat Jovan yang awalnya sedang memantulkan bola di lapangan terhenti, hanya untuk melihat cewek yang dikatakan Daniel tadi.
Dia menerima uluran air mineral botol, yang langsung saja diteguknya.
"Kenapa?" tanya Jovan, tahu jika Mikaila mendatanginya lebih dulu, maka artinya perempuan itu butuh sesuatu.
"Mau pulang."
"Bukannya ada ekstra?"
Mikaila lalu menggelengkan kepala pelan, tangannya mengambil kembali air mineral yang tersisa setengah dengan tutup botol yang sudah mengilang, Mikaila meminumnya. Meminum air yang tadi sudah lebih dulu Jovan teguk.
"Kenapa enggak?"
"Guru nya enggak ada," jawab Mikaila, menarik pelan ujung kemeja putih Jovan yang sengaja tidak dimasukan ke dalam celana dan kembali menyuruh Jevan untuk memegangi botol air.
Jovan lalu mengangguk mengerti, kepalanya berbalik. "Gue balik duluan!" ujarnya dengan suara yang lumayan keras hanya untuk memberitahu dua teman lainnya yang masih duduk santai di lapangan.
"Yoii, santaii!"
Jovan kemudian merangkul bahu Mikaila dan berjalan berdampingan dengan celotehan Mika yang kini sedang menceritakan hal yang terjadi tanpa Jovan. Ah laki-laki itu sudah terlihat seperti pacar yang posesif seolah selalu lupa tentang fakta jika Mika bukanlah pacarnya.
••• l a b y r i n t h •••
Mikaila dan Jovan berjalan berdampingan, dengan tangan Jovan yang merangkul bahu Mikaila supaya gadis itu tetap berada di jarak terdekat dengan dirinya, tinggi badan mereka berjarak cukup jauh, Mikaila bahkan harus mendonggak dan Jovan pun harus menunduk jika mereka mengobrol.
"Tadi kenapa bisa libur ektranya?" tanya Jovan supaya perjalanan ke parkiran tidak terlalu hening.
"Bu Meka nya enggak ada, lagi keluar kayaknya."
"Terus semuanya pulang?"
"Enggak." Mikaila menggelengkan kepalanya, memberikan tatapan polos terhadap Jovan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Labyrinth
Ficção Adolescente[𝐨𝐧 𝐡𝐨𝐥𝐝] Mikaila Halwa, orang-orang menganggap dia sebagai princess tanpa cela. Cantik, baik, pintar, dan tentu saja-kaya. Seorang perempuan yang begitu menyukai warna pink dan barang-barang lucu itu selalu bersama dengan seorang laki-laki ya...