Dia menghela napas panjang. Terlihat sekali bahwa ia lelah. Cuaca sore itu sedikit mendung, bahkan sudah gerimis sedikit dan ia lupa membawa jaket untuk menghindari udara yang dingin. Tapi entah kenapa, hujan itu malah membuatnya senang. Jadi, dia mengulurkan tangannya untuk merasakan rintik hujan yang turun membahasi jemarinya. Dia tersenyum, merasa iri pada hujan yang bisa jatuh dengan bebas ke muka bumi.
Samita baru saja pulang dari sekolah setelah les tambahan yang ia ikuti bersama Ibu Paula, wali kelasnya. Bukan hanya Samita saja, melainkan ada beberapa teman kelasnya yang juga mengikuti les tambahan tersebut. Lumayan, dari pada Samita harus mencari guru les lain di luar sekolah.
Jadi, sore itu tepat pukul empat sore, Samita baru keluar dari koridor sekolah dan menunggu di gerbang biru tersebut.
"Ta, masih nunggu?" ada Hugo yang memanggilnya dari dalam mobil dengan kaca yang diturunkan setengah. "Bareng gue aja apa?" ia menawarkan diri.
"Ga usah, Hugo. Aku nunggu aja." Samita menjawabnya dengan ramah dan sopan. "Makasih ya tawarannya."
Hugo menganggukkan kepalanya. "Gue duluan ya, Ta." Kaca mobil itu tertutup dan mobil Hugo bergerak meninggalkan Samita di sana.
Samita menarik napas dan membuangnya, ia melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul empat lebih dua puluh menit. Biasanya tidak akan selama ini menunggunya. Biasa dia selalu tepat waktu. Namun kali ini Bayanaka terlambat menjemputnya. Mungkin seharusnya ia naik ojol saja sejak tadi.
Samita pun mengeluarkan HP-nya, dan berencana memesan ojek online untuk membawanya pulang, karena sesungguhnya ia sudah kedinginan menunggu tanpa jaket di depan sekolah.
Namun baru saja jemarinya hendak memesan, sebuah motor besar tiba di sana dengan Bayanaka yang turun sambil membuka helm-nya. Ketika Samita melihat pria itu, Bayanaka memandangnya datar. Bayanaka menyugar rambutnya ke belakang.
"Kenapa ga ikut Hugo?" pria itu langsung menembaknya dengan pertanyaan yang membuat Samita terkejut. Bayanaka melihatnya?
"Ka-kamu lihat?"
"Kenapa? Lo nyesel ga ikut Hugo dan berniat telepon dia balik buat jemput, lo?" Bayanaka selalu membuat Samita terpojok dengan tuduhan yang sama sekali tidak benar.
"Aku mau telepon ojol, Naka. Aku kira kamu ga jemput."
Bayanaka tertawa sinis. "Lo lebih milih telepon ojol ketimbang nelepon gue? Gue tuh emang ga ada di pilihan utama lo ya, Ta."
"Bukan gitu, Naka. A-ku kira kamu sibuk. Aku ga mau ngeganggu kamu aja." Samita memandangnya dengan wajah kelelahan. "Aku minta maaf. Lain kali aku akan langsung nelepon kamu. Jadi, bisa ga anter aku pulang? Aku bener-bener capek. Aku mau pulang."
Bayanaka mendesah kasar dan melihat bahwa hujan masih turun. Meskipun tidak deras namun jika meneruskan perjalanan, Samita mungkin akan basah.
"Lo ga bawa jaket?" tanya Bayanaka dan Samita menggeleng. Bayanaka pun melepaskan jaket hitamnya, memakaikannya pada tubuh kecil Samita yang membuat gadis itu nampak tenggelam dalam balutan pakaian Bayanaka.
"Terus kamu bakalan kehujanan? Gitu?" Samita melihat Bayanaka yang hanya dilapisi kaus hitam saja.
"Jadi maunya lo yang kehujanan?"
"Naka---"
"Ta, nurut. Lo tuh gampang sakit. Bandel banget kalau dikasih tahu." Bayanaka memperbaiki rambut Samita yang berantakan. Pria itu mengambil helm lain dan menyerahkannya pada Samita.
"Tapi kamu nanti---"
Bayanaka menarik dagu Samita, mengecup bibirnya cepat dan membuat Samita membulatkan matanya. Ia langsung menoleh ke kanan dan kiri, takut perbuatan Bayanaka dilihat oleh orang lain. "Kita masih di sekolah, Naka!" Samita memukul pelan dada bidang Bayanaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAYANAKA
FanfictionSatu hal yang bisa Samita deskripsikan untuk Bayanaka : Mengerikan.