Bayanaka menatap kucing yang nampak diabaikan oleh orang-orang yang lewat. Kucing berwarna abu-abu dengan garis-garis putih itu memandangnya seolah ingin mendapatkan kasih sayang Bayanaka. Kucing itu nampak kurus, mungkin ia sedang bertahan hidup di lingkungan liar ini.
Bayanaka yang berumur 13 tahun itu tidak memiliki kepedulian pada suara kucing tersebut. Dia juga ingin mengabaikannya seperti orang-orang. Atau mungkin dia bisa menolong kucing itu?
"Ma?" Bayanaka menarik baju Tasya yang saat itu sedang berbicara dengan salah satu teman lamanya yang tidak sengaja ia temui saat sedang makan siang di salah satu restoran mewah.
Tasya melihat Bayanaka. "Kenapa, Naka?"
"Kucing itu lapar." Bayanaka menunjuk ke arah luar jendela yang transparan sehingga bisa melihat jalanan di luar.
Tasya mengikuti arah pandang Bayanaka dan mengusap rambut putranya. "Naka mau beliin dia makanan kucing?" tanya Tasya menawarkan dan Bayanaka mengangguk.
Tasya pun memberikan sejumlah uang untuk Bayanaka. Lalu Bayanaka keluar dari restoran menuju minimarket terdekat yang bisa ia jangkau untuk membeli sesuatu buat kucing tersebut. Setelah mendapatkan barang yang ia inginkan, Bayanaka kembali pada lokasi di mana kucing itu berada.
Namun hilang.
Kucing itu tidak ada. Jadi... Bayanaka berjalan sedikit lebih jauh dari lokasi awalnya. Mengira bahwa ia bisa menemukan kucing itu lagi. Lalu dalam pencariannya, Bayanaka mulai mendengar suara kucing itu. Lebih kepada suaranya yang merintih.
Lalu Bayanaka melihat beberapa anak-anak menginjak kucing itu. Menyiksanya dengan tawa lepas yang sepertinya menyenangkan untuk dilakukan. Tak berapa lama kemudian, mereka pergi meninggalkannya.
Bayanaka bisa melihat bahwa kucing itu semakin tidak memiliki tenaga di banding sebelumnya. Dia hampir mati. Jadi, Bayanaka melihat kantung berisi makanan kucing yang ia beli. Langkahnya hendak mendekati kucing itu namun dia berhenti lagi saat ada seseorang yang kini datang menghampiri kucing itu.
Gadis berambut cokelat panjang yang bergelombang. Celana pendek kuning dan kaus putih. Sepatu kets hitam, dan jepit rambut pita berwarna kuning adalah pemandangan yang Bayanaka ingat. Gadis itu berjongkok, mengusap punggung kucing itu, memberinya makanan kaleng.
Bayanaka penasaran. Jadi, ia lebih mendekat untuk melihat itu.
"Maaf ya, pus. Aku telat nolongin kamu." Dia nampak bersedih, padahal bukan kesalahannya. "Sejujurnya aku pengen banget bawa kamu pulang. Tapi mamaku alergi bulu kucing. Jadi aku ga bisa bawa kamu ke rumah." Dia menangis sedih sekali.
Lalu tiba-tiba dia berdiri dan berbalik, saat itulah ia dan Bayanaka beradu tatap. Dia terkejut melihat Bayanaka, namun Bayanaka nampak menatapnya datar dan tidak bersahabat.
"Kamu mau siksa dia juga?" tanyanya dengan wajah takut.
Bayanaka diam. Apa ini bisa disebut menyiksa? Dia membeli makanan kucing ini untuk diberikan karena kucing itu lapar. Namun pikiran Bayanaka setelah memberi kucing ini makan adalah mengakhiri penderitaannya sebelum penderitaan itu akan kembali datang esok hari.
Jadi... makanan yang ia bawa harusnya menjadi yang terakhir sebelum Bayanaka mematahkan leher kucing itu.
"Aku mau kasih dia makan." Bayanaka menunjuk kantung plastiknya.
Ada helaan napas lega dari gadis itu. Lalu dia tersenyum. "Aku kira kamu jahat sama kayak mereka. Ternyata kamu beda. Kamu baik." Dia mendekati Bayanaka sehingga wajah dan paras eloknya bisa Bayanaka lihat kian jelas saja. "Terima kasih ya karena kamu ga punya niat buruk sama kucing ini." Dia tersenyum pada Bayanaka. Senyuman yang untuk kali pertama membuat Bayanaka merasa dianggap.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAYANAKA
FanfictionSatu hal yang bisa Samita deskripsikan untuk Bayanaka : Mengerikan.