Part 3

13 2 0
                                    

"Hai... kamu Eun Seo kan?"

"Hah? Eh, Myung Soo? Hai, jal jine?"

"Jal jinaeyo, sedang apa kau disini?"

Hmmm... aku hanya menggeleng dan sepertinya ia tak begitu peduli dengan jawabanku yang begitu membosankan dan menenggak habis minuman di gelasnya. Sebenarnya aku terganggu dengan kehadirannya disini karena membuatku harus mengingat masa-masa SMP ku yang berantakan karena ulahnya yang egois dan over protective. Mengapa itu terjadi? Okay, I must to tell you guys...

#Flashback
21 Agustus 2008, hari itu merupakan hari kenaikan kelas dan sekaligus merupakan hari festival kebudayaan yang menugaskanku untuk berjaga disebuah stand makanan dan tak jarang beberapa orang teman-teman mengantri untuk memesannya. Saat itu aku hanya seorang kurir dari Yoona eonni yang dengan gamplang memerintahkanku sana sini sedangkan dia sendiri sibuk mencat kukunya, seharusnya aku mengganti cat kuku tersebut dengan cat mobil. Huh, tapi pada akhirnya aku harus diam dan menuruti semua kemauannya karena ia adalah seniorku, dia berasal dari kelas 3A-1.

#Braaakksss... sebuah piring melamin beserta isinya jatuh dan terciprat ke baju seorang senior laki-laki dan membuatnya geram. Yoona eonni langsung menghentikan aktivitasnya dan menatapku tajam.

"Minhae,,, jeongmal mianhaeyo..."

Ia menarik lenganku dan mendudukkanku di kursi sedangkan dengan angkuhnya ia menaikkan satu kakinya di atas kursi mirip mafia-mafia pembunuh yang hendak mengintrogasiku. Semua orang yang lewat segera menjadi saksi mata dan saling berebut untuk melihat, namun teman-teman dari geng senior ini menahan mereka dengan tangan mereka menyerupai police line. Aku sama sekali tak mengenalnya, aku hanya menunduk, menjauhi tatapannya seperti seorang pesakitan.

"Kau hanya seorang dongsaeng, tapi beraninya kau mengotori kemejaku dengan makanan itu. Kau tak mengenal siapa aku?"

Makinya kencang dan aku hanya menggeleng dan menjawab tidak tahu yang membuat salah seorang dari geng'nya tertawa pecicilan hendak meremehkan teman mereka dan ketawapun pecah diantara para penonton.

"Shut up! Diam kalian semua! Kwang Jin, lihat dirimu? Kau menertawakanku?" namja senior ini menatap tajam temannya yang tertawa dan berjalan kearah temannya yang dipanggil Kwang Jin tersebut, dan perhatian teralih pada mereka, akupun ikut menyaksikan kekonyolan tersebut.

"Sorry bos, aku tak berniat menertawakanmu, aku hanyaaa----" Belum sempat ia menyelesaikan jawabannya, senior laki-laki itu menarik kerah baju Kwang Jin dan menyeretnya menjauh.

"Ingat, urusanku denganmu belum selesai. Kali ini kau beruntung! Shit!" kata-kata itu tertuju padaku dan aku kembali menunduk lesu, bukan itu yang ada dipikiranku saat itu, namun bagaimana aku harus bertanggung jawab terhadap kegaduhan yang terjadi di stand ini karena sepertinya Yoona eonni telah menatapku dengan pandangan buasnya.

"Apa yang kalian lihat? Cepat pergi dari sini kalo tidak memesan!" pekik Yoona eonni. Matilah aku...

Kau tahu apa masalahku dengan Myungsoo oppa? Dari situ aku telah mendapatkan 2 musuh namja pertama dalam hidupku. Seseorang yang merupakan namja senior itu adalah Mario, seorang blasteran Korea dan Thailand sedangkan Kwang Jin adalah nama asli dari Myungsoo sebelum ia tenar menjadi salah satu member di Infinite. Kenapa aku menghubungkan Myungsoo dengan kehancuran masa SMP 'ku karena tak lain dan tak bukan adalah sikapnya yang pura-pura membantuku menjadi sebuah kartu trop untuk mengancamku dengan menagih balas jasa karena bantuannya yang menurutku bukanlah sebuah pertolongan melainkan setidak sengajaannya saja. Mulai saat itu, kemanapun aku pergi, ia selalu menguntitku hingga setelah tamat SMP aku melanjutkan SMA di Gangnam. Okay, back the time...

"Sedang apa kau berada disini kalo boleh aku tahu? Bukankah demam Korea yang akhir-akhir ini melanda dunia membuat seluruh boyband maupun girlband sibuk oleh banyaknya tawaran untuk manggung diluar negeri?"

"Apakah aku keren?" tanyanya setengah mabuk.

"Myungsoo oppa!"

"Apakah kau sama seperti yeoja-yeoja diluar sana? Ha... ha... ha kau sama? Apa kini kau masih menghindariku, atau kau mulai mengejarku..."

Aku hanya diam dan mendengar semua luapan emosinya yang pastinya terganjal dibenakknya. Aku tahu ia bukanlah seseorang yang pamer penampilan, aku tahu adalah anak yang pintar ketika SMP, dan mungkin aku mengerti perasaannya saat ini yang depresi karena perubahan dirinya yang drastis, namun tetap saja aku takkan bisa memahami perasaannya itu, karena aku tidak sedang berada diposisinya. Namun satu hal yang membuatku tersadar, apakah Kim Bum oppa juga merasakannya. Rasanya aku ingin berada disampingnya ketika ia bersedih dan memberikan pundakku untuk bersandar. Ah,,, aku masih memikirkannya...

"Maaf, bisakah kau membantuku untuk membawanya ke alamat ini?" pintaku pada seorang sopir taxi untuk membawa Myungsoo oppa ke apartemennya. Ia tampak masih linglung dan terus berceloteh macam-macam. Hingga mobil taxi itu benar-benar telah jauh.

"Ia, seseorang yang kau kenal?"

"Iya," jawabku singkat tanpa berbalik dan mencari sesuatu.

"Apakah kau mencari ini?" segera aku berbalik ketika Yong Hwa menyodorkan sebuah handphone yang merupakan milikku. "Gomawo" dan aku berjalan pergi.

"Aku bisa mengantarmu dengan sepedaku, bukankah kita satu arah?" tawarnya padaku. Aku hanya berhenti sebentar dan berbalik untuk mengucapkan terimakasih, namun sepertinya jawabanku tidak meyakinkannya.

"Aku telah menghubungi seseorang untuk menjemputku, kau pulang saja duluan, sekali lagi terimakasih"

"Tetttt...." Sebuah klakson dari mobil hitam terasa memanggilku, dan aku segera menoleh dan ternyata Kim Bum oppa ada disana dan aku segera masuk setelah ia membukakan pintu dari dalam. Aku hanya melambaikan tangan kearah Yong Hwa sesaat dan pergi bersama berlalunya mobil ini. Tanpa kusengaja, pandanganku beralih ke spion mobil, dan ternyata Yong Hwa telah pergi.

Because Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang