Jungwon bangun dari tidurnya yang nyenyak. Setelah berhasil mengumpulkan kesadaran, Jungwon segera turun dari ranjang, lalu berjalan menuju kamar mandi, dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Tasnya juga sudah di isi dengan buku mapel sesui jadwal hari ini. Jungwon sudah menyiapkannya malam tadi.
Katakanlah dirinya anak rajin. Karena memang begitu nyatanya.Selesai dengan penampilannya, Jungwon kini pergi keruang makan untuk memakan jatah sarapannya. Ia tak mengambil terlalu banyak. Porsinya bisa dikatakan sedikit.
Karena sejujurnya, ia tak terlalu suka untuk sarapan. Tapi ia tetap melakukannya untuk setidaknya mengganjal perut."Jungwon, mau berangkat?"
Kepalanya menoleh kesamping, mendapati ibu panti yang berdiri dengan membawa tas pasar ditangannya."Iya, bu. Bentar lagi berangkat."
"Jangan sampai telat, belajar yang rajin ya? Ibu mau pergi ke pasar dulu."
Jungwon mengangguk, sebab mulutnya masih penuh dengan makanan jika ingin menjawab ibu panti.
Tak lama setelah ibu panti berangkat, Jungwon juga sudah menyelesaikan makanannya. Seperti biasa, ia akan mencuci piringnya setelah selesai makan.
Sembari memakaikan sepatu ke kakinya, Jungwon berdoa. Agar tidak ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Ia, masih merasa sedikit takut dengan ancaman kemarin. Karena bagaimanapun, Jungwon anak beasiswa, dan anak-anak sekolahnya seakan mengucilkan siswa dengan beasiswa. Lebih tepatnya, dapat beasiswa dan tidak mampu.
Pagi ini ia memutuskan untuk berangkat dengan berjalan kaki. Selain untuk menghemat ongkos, ia juga ingin menikmati udara segar.
Sembari bersenandung kecil dan sesekali menendangi batu kecil yang berada di depan kakinya, Jungwon tidak sadar, bahkan tidak mendengar kalau dari arah belakang, ada motor yang melaju cepat, dan dengan sengaja menyerempet Jungwon.
Tentu Jungwon langsung ambruk dengan rasa perih dilengannya. Ia meringis, melihat darah merembes dari lengannya dengan cukup deras.
Beruntung dihari yang masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah ini, jalanan juga tidak terlalu sepi.
Sehingga ia tak harus berjalan sendiri dengan tertatih-tatih. Karena selain lengannya yang terluka, ia rasa kakinya juga sakit.Beberapa pengendara langsung mendekati Jungwon, sekedar menanyakan keadaan dan menawarkan untuk dipanggilkan ambulan. Tentu Jungwon menolak. Lagipula jika ia pergi dengan ambulan dan kerumah sakit, ia memikirkan biayanya.
Hingga tiba-tiba orang yang mengerumuni Jungwon sedikit menyingkir kala seseorang yang berusaha menerobos masuk.
"Jungwon? "
Jungwon mendongak, rautnya masih terlihat menahan sakit.
"Paman?""Kamu kenapa bisa kaya gini?"
Yang disebut 'paman' itu berjongkok. Menyejajarkan tingginya dengan Jungwon."Tadi kesrempet."
"Kok bisa? Kamu mau nyebrang?"
"Enggak, aku jalan dipinggir. Tapi, ya gitu..."
"Astaga, ayo ikut saya aja, ya? Kita ke rumah sakit."
Jungwon menimang sebentar.
"Kalau langsung ke panti aja, boleh?"Pria di depannya menggeleng.
"Kamu kaya gini mau langsung ke panti? Yang ada lukamu makin parah karena infeksi. Ayo kerumah sakit. Saya antar.""Paman, tapi saya nggak bawa uang lebih." ungkap Jungwon dengan suara lirih.
"Nggak usah pikirin biaya."
Dengan itu, Jungwon sedikit memekik saat merasakan tubuhnya melayang."Paman, saya berat. Saya bisa kok jalan sendiri." Protesnya. Ia hanya merasa tidak enak hati.
"Diam, Jungwon."
Jungwon sedikit merengut. Padahalkan niatnya baik karena tidak mau merepotkan. Tapi dalam hati ia diam-diam kagum dengan paman ini. Kaya raya, tapi tak memiliki watak seperti teman-teman di sekolahnya.
Ah, teman ya?Langkah kakinya berjalan dengan tergesa menuju mobil yang terparkir di sebrang jalan. Tentu dengan Jungwon digendongan. Jungwon mengeratkan genggam tangannya pada dasi milik si paman. Jujur ia takut terjatuh, walau kecil kemungkinan.
Setelah sampai di samping mobil, paman mengetuk pintu mobil dengan kakinya.
"Hoon, buka!"
Pintu mobil terbuka dari dalam. Paman itu menurunkan Jungwon dibangku penumpang dengan perlahan. Yang tentunya menciptaan kernyitan bingung dari satu orang lainnya yang berada di dalam mobil.
"Pa, siapa?"
"Nanti aja. Kamu nggak usah sekolah dulu hari ini, nggak papa ya?"
Tanpa menunggu jawaban dari anaknya, paman itu segera menancap gas menuju rumah sakit. Walaupun tanpa menjawab pun, si anak sudah sangat setuju untuk tidak masuk sekolah.
Perjalanan yang cukup lama itu membuat Jungwon sedikit tidak nyaman. Karena sedari tadi ia merasa diperhatikan dengan seseorang yang duduk disampingnya. Lengannya masih mengeluarkan darah, tapi tidak sebanyak tadi karena sudah dililit dengan kain.
Hampir setengah jam mengendara, akhirnya mobil itu sampai dirumah sakit. Jungwon kembali di gendong oleh mama baik hati itu, menggendongnya untuk masuk kedalam rumah sakit dan untungnya segera mendapatkan pertolongan.
"Pa, siapa sih?"
Menoleh mendengar pertanyaan sang anak, pria itu tersenyum.
"Salah satu anak panti yang kita kunjungi kemarin. Kasur dia juga yang udah ditumpangi sama adikmu waktu kakinya terkilir.""Oh..."
Tepat Setelah percakapan mereka terhenti, dokter keluar dari ruangan dimana Jungwon diperiksa.
"Dok, gimana?"
"Apa anda pihak keluarga pasien?"
"Bukan, tapi saya mengenal anak itu."
"Begini, tuan. Untung saja pasien hanya mengalami luka yang tidak terlalu besar. Goresan dilengannya, sepertinya bukan hanya karena tersrempet. Seperti bekas ditusuk, tapi untungnya tidak terlalu dalam. Serta lutut dan pergelangan kakinya juga sedikit tergores trotoar mungkin."
"Apa lukanya sampai perlu dijahit?"
"Sebenarnya kalau tidak dijahitpun tidak apa-apa. Karena lukanya tidak dalam. "
"Baik, terimakasih, dokter."
"Sama-sama. Kalau nanti pasien sudah tidak lemas, bisa langsung dibawa pulang."
"Tidak perlu dirawat?"
"Tidak, tuan. Baiklah, saya permisi."
Galau bgt asli😔👎