Rencana Alian

273 34 0
                                    

"Pertama-tama, sekarang usiaku baru 10 tahun, artinya tinggal 5 tahun lagi, sebelum aku ditahan dan 2 tahun laginya dieksekusi", ucap Alian. Ia berpikir sejenak, apa yang harus ia lakukan hanya dalam waktu 5 tahun ini.

Tok tok tok!

"Masuk saja!", teriak Alian dari dalam. Tidak perlu waktu lama, pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan seorang pelayan, dengan troli yang ia bawa.

Alian menatap rindu sosok itu. Apakah ia tidak salah lihat? itu benar Lili, kan?

"Li.. Lili!", teriak Alian yang kemudian berlari ke arah Lili. Lili yang tidak siap pun, jadi terkejut dan hampir jatuh, saat tuannya melompat ke dalam pelukannya.

"Tu.. Tuan, tuan kenapa?", tanya Lili yang khawatir dengan kondisi tuan mudanya. Alian tersenyum, kemudian menggeleng, dengan air mata yang sudah jatuh dari pelupuk matanya.

"Tidak apa-apa, hanya sedikit merindukan Lili saja!", jawab Alian. Lili sejujurnya masih tidak mengerti dengan sikap tuan mudanya, tapi entah mengapa rasanya ia juga ingin memeluk erat sosok di depannya itu.

"Tuan bisa saja", balas Lili.

Tanpa diduga, Alian kembali memeluk Lili. Bocah berusia 10 tahun itu, seperti sangat merindukan sosok di depannya. Ia berjanji akan menjaga Lili, tidak akan menyia-nyiakan nya seperti dulu.

"Maafkan Lian, Alian sudah berlaku kasar pada Lili selama ini, apa Lili mau memaafkan Lian?", tanya Alian. Bocah itu sudah tidak peduli dengan martabatnya, ia hanya ingin Lili bisa memaafkannya terlebih dahulu.

Tertegun sejenak mendengar perkataan tuannya. Lili kemudian tersenyum dan mengusap surai bocah itu.

"Lili sudah memaafkan tuan dari dulu, Lili tidak akan memaksa tuan, tuan boleh bersikap senyamannya tuan!", balas Lili. Alian juga ikut tersenyum, ia mengeratkan pelukannya, seperti enggan untuk melepasnya.

"Sudah-sudah, ayo makan dulu, Tuan!", ujar Lili, mengakhiri sesi peluk mereka. Alian mengangguk, kemudian berjalan menuju meja dan kursi kesayangannya. Lili tersenyum, sembari mendorong troli makanan tuan kecilnya.

💀💀💀💀💀

Alian termenung, sejenak ia berpikir untuk hal yang akan dia lakukan kedepannya.

"Karena tinggal terpisah dengan ayah dan ibu, aku bisa leluasa di sini. Namun, pekerjaan sebagai putra mahkota tetap saja aku yang menanggung!", ucap Alian. Sebenarnya ia tengah berpikir saat melakukan pekerjaannya.

Ingin rasanya Alian mengeluh dan melemparkan kertas-kertas itu di sembarangan tempat. Tapi mana mungkin, kehidupannya yang dulu, Alian sering mengabaikan pekerjaannya. Untuk kali ini, tidak ada kata 'mengabaikan' lagi di kamusnya.

"Ini lagi, Tuan", ujar seorang pria yang ada di sebelah Alian. Alian rasanya ingin melarikan diri saja. Siapapun pasti akan mual jika melihat kertas-kertas yang menggunung di atas mejanya.

"Huhu.. Cedric, apakah masih sebanyak ini? jika begitu, lebih baik aku tidak menemui mu tadi", keluh Alian. Ia sungguh menyesal saat memutuskan untuk menemui Cedric penasehatnya beberapa waktu lalu.

"Itu kesalahan tuan sendiri, siapa suruh tuan mengabaikan semua pekerjaan tuan selama ini", balas Cedric.

Memutuskan untuk tidak banyak protes, Alian tetap melanjutkan pekerjaannya. Namun, seketika Alian terhenti pada selembar kertas yang kini dipegangnya.

"Bencana alam? Cedric, di mana bencana ini terjadi?", tanya Alian.

"Di wilayah utara kerajaan anda. Tapi, para menteri memutuskan untuk hanya mengirim pangan ke wilayah itu", ucap Cedric. Alian terdiam sejenak, di kehidupan sebelumnya, Alian tidak pernah tahu akan hal ini. Tapi setahunya, jika terjadi bencana alam, terutama banjir, akan membuat sebagian dari korban mengalami sakit.

Tapi hanya pangan saja yang dikirim oleh kekaisaran? setidaknya, periksa kondisi masyarakat di sana atau apa. Sejak dulu Alian selalu dimanfaatkan oleh para menteri itu, ia merasa bodoh karena dengan mudahnya percaya.

"Siapkan perjalanan untuk ku besok pagi, Cedric. Untuk jaga-jaga, bawakan juga obat-obatan", titah Alian.

"Baik, Tuan Muda!",

💀💀💀💀💀


"Apa yang dia lakukan kali ini?", tanya seorang wanita cantik, sembari meminum tehnya dengan anggun.

"Lapor, Ratu! Yang Mulia Pangeran, akan pergi ke wilayah utara esok pagi. Penasehat Cedric yang memberitahu saya!", jawab satu pelayan setia wanita itu.

"Baiklah, kau boleh pergi sekarang", usir si wanita. Pelayan itu segera menunduk, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Nyonya nya seorang diri.

"Apa yang kau rencanakan, Alian? bukankah biasanya kau tidak akan peduli", gumamnya. Melihat hasil laporan dari anak buahnya, membuat dia terheran.

Alian anaknya biasanya terlihat bodoh, apa sekarang anak itu menunjukkan sikap aslinya? ia agak ragu untuk itu.

"Sepertinya aku harus menemuinya langsung. Sekalian melihat kondisinya, toh dia sudah tidak sadarkan diri selama seminggu", ucapnya.

💀💀💀💀💀


Alian masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Ia ingin menyelesaikan pekerjaan nya secepat mungkin, karena dia ingin segera istirahat dan berbaring nyaman di kasurnya.

"Akhirnya selesai!", seru Alian. Ia merenggangkan otot-otot yang terasa kaku sejenak, sebelum akhirnya tersenyum senang setelah menyelesaikan semua pekerjaannya.

"Sepertinya kau baru saja selesai, Alian", terdengar suara seseorang yang amat dikenalnya, tepat saat pintu ruang kerjanya dibuka. Tubuh Alian seketika menegang, jujur saja dia belum siap bertemu dengan seseorang yang kini berdiri di hadapannya.

Berusaha untuk tampil sebaik mungkin, Alian beranjak dari tempatnya duduknya.

"Salam pada ibu ratu", ucap Alian, sembari menunduk hormat. Meski hanya sampai beberapa saat saja, setelahnya Alian mempersilahkan sang ibu untuk duduk. Menyuruh pelayan untuk menyiapkan hidangan.

"Ibu dengar, kau akan ke utara esok pagi, kenapa mendadak sekali?", tanya ratu pada putranya.

"Yah, lebih cepat lebih baik. Apa gerangan ibu datang ke sini? apa hanya karena masalah keberangkatan saya?", balas Alian.

Eliza Stevanus Olivana, merupakan sosok yang amat disayangi Alian. Selain karena dia adalah ibunya, Eliza juga sosok yang tegas tapi perhatian. Saat bertemu dengan ibunya kembali, Alian sempat membayangkan kejadian saat ibunya dieksekusi mati. Membuatnya kembali sedih.

"Baru saja kemarin kau sudah sadar, sekarang kau sudah harus melakukan semua pekerjaan. Kau yakin baik-baik saja dengan semua ini? bagaimanapun, tubuhmu itu tidak akan bertahan lama, kau bisa dengan mudahnya merasakan lelah. Ibu tidak ingin melihat kau jatuh sakit kembali", ujar Eliza.

Ia begitu menghawatirkan kondisi tubuh anak semata wayangnya. Bagaimanapun, Alian tidak akan mampu bertahan jika dipaksa terlalu bekerja keras, pasti esoknya ia akan langsung jatuh sakit.

"Ibu tidak perlu khawatir, ada Lili yang akan menemani saya di sana. Lagian, saya sudah terlalu banyak beristirahat, saya juga perlu terjun langsung untuk mengetahui rakyat saya, Bu. Kalau tidak, tidak ada gunanya saya menggantikan takhta ayah, sebagai seorang raja", jawab Alian sembari menyesap tehnya.

"Kau sudah besar rupanya", ucap Eliza. Ia datang ke sini hanya untuk memastikan saja. Tapi mendengar perkataan dari anaknya, membuat rasa bangga tumbuh pada hati Eliza. Tidak pernah menyangka, anaknya bisa mengucapkan semua itu. Ia harap, itu bukan hanya ucapan semata.

.
.
.
.
.

💀💀💀💀💀

️To be continued

Avoiding the Tragic Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang